Bagaimana bila masa lalu dilupakan? Tergerus pergerakan zaman lantas hilang begitu saja, terlebih hal itu dicap kelam oleh kebanyakan orang. Tak pantas untuk diceritakan. Mereka yang bungkam di masa lalu, tetap tutup mulut di masa datang.
Tetapi tidak dengan Elie Wiesel, ia tak dapat membiarkan malam-malam kelam hanya menghantui dirinya sendiri. Malam saat ia melihat adik dan ibunya untuk terakhir kali, malam ketika seorang anak membunuh ayahnya yang renta demi sepotong roti.
Juga saat ia melihat seorang bayi dilempar ke dalam cerobong pembakaran hidup-hidup. Tak akan pernah dia lupakan, malam saat harus melihat ayahnya meregang nyawa sembari memanggil namanya.
Kesan pertama yang Elie dapatkan bahwa tentara tersebut tidak seperti diberitakan oleh kebanyakan orang. Mereka bersikap ramah terhadap penduduk Yahudi Sighet. Namun, ketentraman itu hanya berselang beberapa hari.
Tentara Nazi mulai menampakkan kebengisannya, dimulai di hari para penduduk Yahudi Sighet tidak diperbolehkan meninggalkan rumah mereka sendiri. Selanjutnya para Yahudi tersebut mulai dikumpulkan pada suatu tempat, yaitu Ghetto. Disitulah semua kegilaan akan terjadi.
Ghetto hanya tempat pemberhentian sementara untuk para penduduk Yahudi Sighet. Nantinya mereka akan dibawa lagi dengan kereta menuju kamp konsentrasi. Elie menyebutnya sebagai neraka.
Didalam buku yang Ia tulis, Night Kesaksian Tentang Holocaust. Elie Wiesel menuangkan hari-hari kelam ia lalui dengan tahanan Yahudi lainnya ketika berada di kamp-kamp konsentrasi yang diciptakan Nazi. Semua kata yang ditawarkan oleh kamus seakan tak dapat menggambarkan hari-harinya. Saat kebengisan adalah manusiawi, saat anak-anak tak berdosa dan orang tua yang lemah meregang nyawa. Pun perpisahan paksa yang tak terhitung jumlahnya.
Menurut saya penulisan buku ini lugas, tanpa bertele-tele dan melebih-lebihkan sesuatu. Penulis tidak menutupi perasaannya. Seperti saat ayahnya mati, Elie tetap menuliskan apa yang dia rasakan saat itu, perasaan akan kebebasan. Padahal perasaan ini dapat menjadi bumerang pada dirinya sendiri.
Akan tetapi, penulisan buku ini memiliki kekurangan dalam menambahkan unsur-unsur sense of emotions. Sehingga penulisan buku dengan kisah setragis ini terkesan begitu datar.
Melalui buku ini, dia menyuarakan sebuah pesan perdamaian dan anti kekerasan pada dunia yang tengah memasuki era yang seharusnya sudah jauh dari peperangan dan tindas menindas ini.
Judul : Night Kesaksian Tentang Holocaust
Penulis : Elie Wiesel
Penerbit : Esensi
Tahun terbit : 2006
Tebal : 208 halaman
Penulis: Afrila Yobi
Editor: Najha Nabilla