Acara Sawit Goes to Campus yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau atau BEM UNRI pada Rabu (25/10) lalu, menuai kritikan oleh Gubernur Fakultas Pertanian Khariq Anhar. Hal ini terjadi lantaran kegiatan ini bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo).
Khariq pertanyakan kenapa Apkasindo dipersilakan masuk ke dalam kampus. Padahal, sawit dapat menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar. Ditambah dengan Ketua Umum Apkasindo saat ini yakni Gulat Manurung, merupakan mantan terpidana kasus suap alih fungsi kawasan hutan pada 2015 silam.
“BEM Faperta gak mau-lah berhubungan,” ujar Khariq.
Keberatan Khariq akan kerja sama yang dilakukan BEM UNRI, pernah ia sampaikan pada sidang pleno BEM UNRI pada September lalu. Ia jelaskan bahwa BEM Faperta menolak kerja sama dengan lembaga yang menimbulkan propaganda terhadap kerusakan lingkungan. Lalu ia sampaikan keberatan akan kerja sama BEM UNRI dan Apkasindo.
Hal ini direspon oleh Khairul Basar selaku presiden mahasiswa. Basar katakan bahwa BEM UNRI dan BEM Faperta merupakan dua kelembagaan yang berbeda.
Khariq sesali jawaban tersebut, karena saat kegiatan aksi BEM Faperta dimintai pendapat dan rekomendasi lainnya. Maknanya ia bilang seharusnya saat itu pun apa yang ia sampaikan berhak dipertimbangkan pula.
Ditambah saat sidang, Khariq pun sempat menanyakan respon dari para menteri BEM UNRI. Namun, mereka bilang hanya menjalankan apa yang sudah diputuskan oleh presiden mahasiswa.
Tak hanya itu, Khariq menilai kerja sama dengan Apkasindo melanggar undang-undang mahasiswa. Yakni, larangan organisasi eksternal masuk ke ranah kampus.
Menurutnya, konotasi ini cukup ambigu lantaran organisasi eksternal seperti Ikatan Mahasiswa Minang pun ada di dalam lingkungan kampus.
“Makanya kenapa isu ini susah naik. Ya karena bisa bilang mahasiswa umumnya pun tetap hidup dengan hal ini gitu loh. Tak mungkin mereka bisa lepas,” pungkas Khariq.
Lanjutnya, Khariq yang saat ini juga menjadi Ketua Komunitas Literasi dan Sastra UNRI (Kalistra) juga melakukan banyak diskusi sejak 2022 dengan mengundang beberapa organisasi eksternal.
Seperti halnya awal bulan ini, mereka adakan diskusi bersama Jikalahari. Namun, saat itu pihak Dewan Perwakilan Mahasiswa menegur kegiatan yang mereka adakan. Hanya karena menggunakan spanduk.
“Padahal dari dulu pakai spanduk,” ujar Khariq.
Muhammad Rafi benarkan perkatakan Khariq. Anggota Extinction Rebellion Riau itu turut mempertanyakan Sawit Goes to Campus yang dilakukan BEM UNRI bersama Apkasindo. Ia juga tegaskan bahwa tak seharusnya mahasiswa, aktivis ataupun organisator mesra dengan pemerintah.
Rafi juga bilang perusahaan sawit kebanyakan membakar lahan dan hutan. Jelas tidak sesuai dengan tuntutan BEM UNRI saat aksi “Suram” terkait dengan kebakaran hutan dan lahan.
Khariq pun berharap agar BEM UNRI siap menerima kritik dan ke depannya dapat menyesuaikan dengan hal-hal yang dibutuhkan mahasiswa.
“Ya kalau sesuai sama dia (BEM UNRI), ya terima. Kalau nggak sesuai, sudah dengerin aja gitu,” tutupnya.
Khairul Basar pun sampaikan tanggapannya terkait pelaksanaan Sawit Goes to Campus yang dilakukan oleh BEM UNRI bersama Apkasindo.
“Kita berkerja sama itu secara lembaga,” jelas Basar.
Basar bilang Apkasindo bukanlah perorangan tapi kelembagaan. Termasuk juga BEM UNRI yang merupakan sebuah lembaga. Sehingga Sawit Goes to Campus itu ditaja antar dua lembaga, bukan perseorangan.
Mengenai permasalahan Ketua Umum Apkasindo yang tersandung kasus suap. Basar bilang ia tidak bisa menanggapi hal yang bersifat pribadi. Ia menyayangkan mahasiswa yang mengaitkan kegiatan Sawit Goes to Campus dengan catatan personal seseorang contohnya Gulat Manurung.
“Kalaupun memang beliau punya catatan masa lalu, maka menurut saya itu ranahnya privat, pribadi dia.”
Acara Sawit Goes to Campus ditujukan untuk membahas isu-isu mengenai kelapa sawit. Dengan demikian, diundanglah Apkasindo sebagai salah satu pemateri.
Basar paparkan jumlah lahan sawit yang saat ini ada di Universitas Riau, di Tambang dan Faperta. Ia katakan dari lahan sawit itu pun menghasilkan pemasukan bagi UNRI.
Tambahnya, seminar ini dibuat untuk melihat kelapa sawit dari berbagai sisi. Tidak hanya dari dampak buruk bagi lingkungannya saja, akan tetapi juga dari sisi manfaatnya bagi perekonomian.
Acara ini juga bertujuan untuk mengumpulkan dua pihak yang benar-benar pro dan kontra terhadap keberadaan kelapa sawit.
“Makanya kita ingin bedah itu secara intelektual. Dimana tempat yang paling intelektual, ya di kampus.”
Basar juga tanggapi pemilihan bujang dara yang diadakan saat acara tersebut. Ia bilang itu merupakan salah satu program yang dilaksanakan oleh Apkasindo. Karena Apkasindo ingin mengampanyekan dampak positif sawit terhadap dunia pendidikan.
Pemilihan bujang dara sawit ini merupakan program pertama kali yang dilakukan Apkasindo. Mereka ingin melakukannya di UNRI, lantaran mereka juga merupakan alumni UNRI.
Basar turut membenarkan adanya aturan organisasi eksternal yang tidak diperbolehkan masuk kampus. Ia bilang bahwa BEM UNRI hanya bekerja sama dengan Apkasindo dalam pengadaan Sawit Goes to Campus saja.
Kerja sama yang sebenarnya terkait biaya pendidikan yang akan diberikan Apkasindo kepada mahasiswa UNRI. Itupun kewenangan dipegang oleh pihak UNRI.
“Bukan BEM UNRI ya,” jelas Basar.
Terakhir, Basar bilang bahwa BEM Unri tidak akan menutup diri dengan segala kritik.
“Ini bahan pendewasaan untuk kita, evaluasi. Untuk BEM UNRI.”
Penulis: Fitri Pilami
Editor: Denisa Nur Aulia