Aksi Kamisan, Sebuah Usaha Menegakkan HAM

Orang-orang berdiri dan membentuk barisan di depan Kantor Gubernur Riau. Ada yang tangannya terikat rantai, ada yang kenakan topi caping petani. Beberapa dari mereka pun ada yang memegang dua payung hitam. Serta poster yang di antaranya tertulis “Kita Berhak Kritis”. Hari itu mereka gelar Aksi Kamisan on Sunday di kegiatan Car Free Day, Minggu (17/12).

Aksi Kamisan Riau ini merupakan Kamisan ke-75 kalinya. Dimulai sejak tahun 2019, guna menyuarakan hak-hak rakyat yang terampas oleh penguasa dan ketidakadilan pemerintah.

Aksi diam ini pun dukung penuntasan pelanggaran HAM yang sempat terjadi di Indonesia. Ada kasus Munir, kasus Marsinah. Lalu Widji Tukul dan Fatiah Haris yang jadi tersangka lantaran membicarakan tentang HAM. Ada juga kasus Rempang yang hak-haknya dilanggar.

Koordinator acara Hillarius bilang penggelaran Aksi Kamisan ini menjadi pesan untuk mendapatkan keadilan dengan mengkampanyekan perjuangan HAM.

“Aksi Kamisan untuk kali ini, kita akan memperjuangkan dalam hak-hak korban perampasan ruang hidupnya,” jelasnya.

Ia pun bilang Kamisan kali ini sengaja dibuat pada hari Minggu saat car free day. Untuk menarik perhatian masyarakat dalam menuntaskan persoalan HAM di penghujung tahun ini.

Tambahan dari Eko Handyko Purnomo, anggota yang tergabung aksi,  Kamisan hari ini bertujuan untuk mendapati dukungan dari publik.

“Kamisan ini kadang sepuluh orang, kadang dua puluh. Kadang lima belas, atau lima orang. Kita pengen ngasih tahu lebih banyak orang, makanya kita di car free day akhir tahun ini,” ucapnya.

Tegas Eko kembali, Kamisan khususnya di Riau ini hadir untuk menuntut hak masyarakat Riau akan udara bersih. “Nah, khusus di Riau, sebenarnya dari awal kita berharap bahwa udara bersih itu adalah hak masyarakat Riau.”

Penghujung tahun nanti, Eko berencana untuk buat refleksi Kamisan selama empat tahun yang sudah mereka buat. Yang turut diisi dengan adanya mimbar bebas dan pegelaran kesenian.

“Kita ingin bersama-sama sama teman-teman yang lain untuk tetap memperjuangkan hak asasi manusia di tanah lancang kuning,” tutupnya.

Penulis: Fitriana Anggraini

Editor: Ellya Syafriani