Postingan video kritik yang diunggah akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat pada 6 Maret 2024 tuai berbagai tanggapan. Kritik ini mempersoalkan adanya edaran Surat Rektor Universitas Riau Nomor: 6763/ UN19/KU.04.02/2024. Mengenai usulan tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI).
Video kritik itu menyuarakan kepedulian terhadap harga pendidikan bangku kuliah. Yang ditanggapi oleh Rektor UNRI Sri Indarti dengan laporan pengaduan terhadap mahasiswanya dari Fakultas Pertanian Khariq Anhar. Sebelum itu, Sri Indarti terlebih dahulu mencari tahu pembuat video itu dari akun @aliansimahasiswapenggugat.
Lewat press realease Rektor UNRI pada 9 April 2024, Sri Indarti bilang tak bermaksud melakukan kriminalisasi pada mahasiswa Khariq. Ia tak membungkam kebebasan menyampaikan pendapat. Dan juga persoalan ini dianggap sudah selesai dan tidak dilanjutkan.
Menanggapi ini Direktur LBH Pekanbaru Andri Alatas katakan hal tersebut nampak seperti bumerang untuk Sri Indarti. Telah membuat publik merasa kecewa terlebih dahulu.
“Ketika publik sudah banyak berkomentar baru beliau sadar dengan posisi dia,” katanya pada Kamis (9/5).
Khariq dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Riau, dengan laporan pengaduan atas dasar pencemaran nama baik. Dikenakan pasal 45 ayat (4) Jo. Pasal 27 A Undang-Undang No. 1 tahun 2024. Tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Pemberlakuan pasal tersebut, membuat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Pekanbaru mengeluarkan pernyataan sikap dan penilaian, bahwa pengaduan ini terlalu dipaksakan. Dalam hal ini merupakan wujud pembungkaman akan kritik kritis yang disampaikan oleh mahasiswa.
Padahal isi video yang diambil di Taman Danau UNRI itu tak lain merupakan penilaian dan pendapat yang diutarakan oleh mahasiswa tentang kebijakan Rektor UNRI.
Khariq menyampaikan ia didatangi langsung Ditreskrimsus Polda Riau pada 24 April 2024, untuk memenuhi undangan panggilan klarifikasi. Lalu 25 April 2024 Khariq menyetujui panggilan tersebut. Ia datang keeseokannya pada 26 April, dan diminta datang kembali pada 29 April karena alasan ada revisi di panggilan pertama.
Sikap Khariq dan apa yang didapatinya tak sejalan dengan jaminan berpendapat oleh Konstitusi pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan bunyi Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Selain itu, Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Tahun 1948 juga menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).”
Kemudian ada Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 berbunyi: “Setiap orang berhak memiliki kebeasan berekspresi; hak ini meliputi kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarluaskan informasi dan segala bentuk gagasan dimanapun ia berada, baik yang diucapkan, melaui tulisan, dalam bentuk seni, atau melalui jenis media lain sesuai pilihan.”
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) berbunyi: “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dengan itu Yayasan LBH Indonesia – LBH Pekanbaru menyatakan sikap sebagai berikut:
- Kritik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang oleh Konstitusi dijamin pengakuannya, sehingga terhadap Laporan Pengaduan yang ditujukan berbahaya bagi kebebasan berpendapat dan berpikir;
- Kritik yang ada pada akun instagram @aliansimahasiswapenggugat merupakan kritik atas kebijakan Rektor Universitas Riau yang mengusulkan nilai Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang dianggap membebani mahasiswa dan ini dijamin oleh konstitusi sebagai Hak Asasi Manusia;
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan Republik Indonesia harus mengambil sikap atas kejadian ini karena terdapat ketimpangan struktural yang nyata;
- Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis mahasiswa dan meminta Rektor Universitas Riau mencabut Laporan Pengaduannya;
- Pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE merupakan pasal karet yang dapat menyerang siapa saja dan hentikan penggunaan pasal karet serta mendesak Pemerintah dan DPR RI mencabut pasal-pasal karet.
Selain Khariq, deretan aktivis dan instansi yang vokal menyuarakan hak-hak warga negara juga pernah dilaporkan. Lewat pasal pencemaran nama baik, pasal berita bohong, dan pasal penghinaan secara lisan. Ialah Haris Azhar, Fatia Maulidiyanty, YLBHI, dan AJI.
Deretan nama-nama itu memperlihatkan kalaulah representasi pasal pencemaran nama baik menjadi ancaman dan berbahaya bagi kebebasan berpendapa. Sebab berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia lantaran dianggap sebagai aturan karet.
Narahubung:
Andri Alatas (0812 6643 8036)
Wilton Amos Panggabean (0812 7552 9144)