Jam malam biasanya diberlakukan dalam keadaan bahaya atau genting seperti pemberontakan atau pengambil alihan kekuasaan dan keadaan perang. Menurut Laman historia.id, dalam sejarah Indonesia, ada kejadian yang menyebabkan keputusan jam malam dibentuk.
Pada Oktober 1740 penguasa VOC membantai ribuan etnis Tionghoa di Batavia karena kekhawatiran akan kemampuan berdagang para etnis Tionghoa dan kemampuannya dalam bergaul dengan Pribumi.Semenjak 8 Oktober 1740 Gubernur Jendral Valcknier memberlakukan jam malam bagi warga Tionghoa.
Jam malam intens diberlakukan juga masa perang. Penguasa Belanda memberlakukan jam malam pada awal perang Pasifik dan semakin diperketat sejak Singapura bertekuk lutut kepada Jepang. Malam menjadi gelap dan rawan akan terjadi bahaya jalanan pada malam hari pun terlihat sepi bahkan rumah rumah dari penduduk gelap tanpa lampu.
Tetapi, di era sekarang ini di kampus kita tercinta memberlakukan aturan jam malam tersebut yang mana membatasi kegiatan mahasiswa di lingkungan kampus maksimal jam 18.00 WIB.
Seluruh kegiatan perkumpulan kelembagaan akan dibubarkan terutama yang paling keras menganut aturan jam malam adalah FMIPA, mereka diusir dari gedungnya sendiri menggunakan sirine bersuara keras ketika sudah melewati 17.30WIB.
Di lain tempat yang dapat kita lihat jelas aturan jam malam yang diberlakukan ialah di Taman Srikandi dan sekitarnya, warga yang berkumpul di sana diusir dengan menggunakan sirine dari toa bersuara keras juga yang biasa berbunyi dalam keadaan darurat atau perang.
Apakah pada saat ini UNRI darurat perang?
Berperang dengan siapakah UNRI pada saat ini ?
Pertanyaan tersebut melintas secara liar di pikiran penulis sendiri dan juga mungkin berada di pikiran kita semua.
Jika hal terkait aturan jam malam ditanyakan kepada atasan alasannya mungkin yang sering kita dengar yaitu tindakan untuk mencegah pelecehan seksual. Pelecehan seksual menurut survei yang dilakukan KPRA (Koalisi Ruang Publik Aman) yang diikuti lebih dari 62.000, menunjukkan bahwa waktu korban mengalami pelecehan seksual mayoritas terjadi pada siang hari (35%) dan pada sore hari (25%) sisanya kekerasan seksual pada malam hari sekitar (21%) dan pada pagi hari sebanyak (17%).
Itu artinya kekerasan seksual justru banyak terjadi pada saat orang banyak melakukan kegiatan. Mungkin aturan jam malam bias mengurangi angka 21% tersebut. Tapi, 79% lagi adalah waktu kita berkegiatan di kampus kita dan apakah bisa dijamin keamanannya oleh pihak Unri ?
Mungkin cara yang paling efektif menurut kami adalah meningkatkan keamanannya bukan menghilangkan jam nya. Dengan peningkatan keamanan dimulai dari menambah kualitas satpam dan menambah CCTV di berbagai tempat di kampus kekerasan seksual tersebut dapat ditekan dengan angka sekecil kecilnya. Keamanan yang baik dapat membuat kesempatan untuk melakukan tindakan kekerasan seksual berkurang. Kekerasan seksual sendiri terjadi karena niat dari pelaku itu sendiri bukan masalah pakaian atau bahkan jamnya.
Mengenai pemberlakuan jam malam itu sendiri memilki dampak yang cukup berpengaruh mulai dari jam untuk melakukan kegiatan praktikum para mahasiswa bahkan waktu untuk berorganisasi terhambat sehingga menggunakan hari libur para mahasiswa yang harusnya dapat dipergunakan untuk mengerjakan tugas tugas lainnya yang sama wajibnya.
Ketika ada agenda rapat membahas sebuah masalah penting biasanya terhambat akibat jam malam dan dilanjutkan pada esok hari akibatnya, kinerja dari mereka beberapa ada yang terlihat menurun.
Para mahasiswa baru juga banyak mengeluhkan kenapa kegiatan kampus bahkan proker hima itu sendiri mengambil hari libur mereka terus terusan sehingga mereka sendiri timbul rasa benci terhadap hima nya masing masing yang harusnya para mahasiswa baru ini membantu memajukan kegiatan hima nya sendiri sekarang malah kebalikannya.
Dampak lain dari adanya pemberlakuan jam malam sendiri ialah mahasiswa menjadi boros terhadap diri sendiri. Mahasiswa juga banyak mengerjakan tugas pada malam hari sedangkan tempat mereka untuk mengerjakan hal tersebut tidak disediakan oleh kampus. Seperti kampus kampus lain banyak mahasiswanya mengerjakan tugas kuliah itu di area kampus dengan memanfaatkan wifi dan fasilitas lainnya dari kampus itu sendiri.
Mahasiswa Unri sendiri tidak dapat memanfaatkan fasilitas kampusnya sendiri dan memilih alternatif lain yaitu mengerjakan tugas di Cafe. Setiap malam duduk di cafe menghabiskan uang yang cukup besar juga tentunya. Harga paling murah minuman di setiap cafe itu kisaran Rp 13-15 ribu dan mahasiswa sendiri biasanya tidak membeli satu jenis.
Jika dalam satu bulan mahasiswa pergi ke cafe 15 kali maka setidaknya mengeluarkan uang Rp 195 ribu untuk membeli minuman dan tidak jarang mahasiswa membeli dua jenis minuman bahkan snack setiap duduk dan tentunya akan menghabiskan duit lebih banyak lagi yang dikeluarkan dalam setiap bulannya. Uang Rp 200 ribu di tangan anak kos adalah hal yang cukup besar.
Padahal kampus sendiri memiliki fasilitas Wifi yang cukup baik tetapi sayangnya tidak bisa digunakan mahasiswanya sendiri pada malam hari. Mungkin tugas individu dapat dilakukan di kos atau rumah masing masing tetapi, jika tugasnya beranggotakan banyak orang (tugas kelompok) atau bahkan teman kelompok nya lawan jenis tentu tidak bisa dilakukan kegiatannya di kos kosan mahasiswa itu sendiri.
Penulis berharap Unri dapat mengkaji kembali aturan mengenai jam malam tersebut. Jika tidak dapat dicabut setidaknya memperpanjang hingga jam 22:00 WIB sesuai dengan jam tutup gerbang kos dari mahasiswa/i itu sendiri.
Referensi:
historia.id
ruangaman.com
bahanamahasiswa.co
Penulis: M. Fakhrul (Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 2024)
*Rubrik opini, penulis bertanggung jawab atas keseluruhan isi. Bahana dibebaskan atas tuntutan apapun. Silakan kirim opini Anda ke email bahanaur@gmail.com