Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Paradigma menaja kegiatan Bincang Lingkungan pada Rabu (12/3). Mengangkat tema Bagaimana Komitmen Pemerintah dalam Penanggulangan Ancaman Bencana Ekologis Kabut Asap Pasca Pemangkasan Anggaran, kegiatan tersebut berlangsung di Rumah Paradigma, Jalan Cemara Kipas Raya, Pekanbaru.
Bulan Januari lalu Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Efisiensi yang ditetapkan Pemerintah Indonesia sebesar Rp 306,69 triliun.
Berbagai lembaga dan sektor turut mendapatkan efisiensi. Seperti Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK. Pun, Mahkamah juga turut terdampak efisiensi anggaran.
Berdasarkan Surat Menteri Keuangan S-37/MK.02/2025, KLHK melakukan efisiensi anggaran hingga sebesar Rp 396.499 miliar. Lembaga seperti Badan Penanggulangan Bencana Nasional juga terkena efisiensi sebesar 470 miliar dari pagu awal 1,4 triliun.
Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau, Dahlan Tampubolon menyampaikan bahwa efisiensi anggaran ini dilakukan untuk memangkas biaya-biaya yang tidak bersifat operasional di lapangan. Hingga saat ini angka yang dipangkas untuk biaya operasional belum diketahui.
“BPBD [Badan Penanggulangan Bencana Daerah] sudah siap untuk melakukan sosialisasi pada kegiatan-kegiatan yang tidak bersifat operasional di lapangan,” ujarnya.
Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Riau, Jim Gafur menanggapi dampak efisiensi anggaran terhadap penanganan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Riau. Terdapat dana siap pakai yang dapat digunakan jika dana operasional di lapangan tidak mencukupi. Namun, dikarenakan adanya pengurangan, dana siap pakai pun ikut mengalami penurunan.
Pada tahun 2024 dan 2025, curah hujan di Riau cukup tinggi karena dipengaruhi fenomena La Nina. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG telah memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia pada tahun ini. Puncak kemarau akan terjadi setelah La Nina berlalu. Tepatnya di bulan Juni, Juli, dan Agustus. Sehingga BPBD sudah menganggarkan untuk keperluan operasional di lapangan.
“Jadi kami dari BPBD, sudah ada menganggarkan untuk operasional,” ujarnya.
Penulis: Nurul Asmi Ramadani
Editor: Fitriana Anggraini