Setelah bertandang ke Sungai Kampar pada Senin, 28 November 2022 silam, Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau (Mapala FEB Unri) Humendala kembali mengirim tim ekspedisi Safar Sei Siak 2025.
Bertajuk Membingkai Ulang Peradaban dan Peranan Sungai Siak, penelusuran terbagi dalam tiga sub kegiatan. Di awali lokakarya, mereka menjelajahi tiga titik berbeda dalam kurun waktu tiga hari. Kemudian dilanjutkan Safar Sei Day.
Mapala mempersiapkan kegiatan ini sejak November 2024. Sungai Siak menjadi pilihan. “Untuk melihat kondisi sungai. Terutama sungai siak yang sudah semakin parah,” ucap Ketua Umum Mapala Humendala, M Aldi Saputra.
Aldi menjelaskan kegiatan berfokus pada wawancara masyarakat, pengukuran kualitas air, hingga pemeriksaan dan penyaringan sampah di sungai. Tim ekspedisi terbagi menjadi dua. Tim darat akan mewawancarai warga. Lalu tim air akan mengarungi sungai, wawancara, pengambilan sampel air, hingga mengumpulkan sampah.
Mereka mengumpulkan data primer guna mengukur kondisi ekologi di titik-titik sepanjang aliran sungai. Kata Aldi, tim ekspedisi akan mengumpulkan semua sampah dan memindahkannya ke database Mapala Humendala. “Apalagi di dalam database itu sudah terlampir juga nama-nama perusahaan,” jelasnya.
Abrasi Sungai Tapung Kiri
Tim ekspedisi bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau menuju Desa Bencah Kelubi, Kabupaten Kampar pada pada Kamis, 19 Juni 2025. Hari pertama ekspedisi menuju Sungai Tapung Kiri. Mereka melangsungkan upacara bersama perangkat desa. Menyampaikan laporan dan berkoordinasi sebelum kegiatan.
Sekretaris Desa Bencah Kelubi, Asroni Wijoyo merespons positif kegiatan. Warga sekitar Sungai Mempura memang sering memanfaatkan perairan. Mulai dari mobilisasi, mencari nafkah, hingga rekreasi. Ketinggian air relatif dangkal.
Asroni menceritakan Sungai Tapung Kiri menjadi akses warga yang ingin mengangkut hasil perkebunan berupa sawit. “Jadi dia mengangkut sawit, [sungai] sebagai transportasinya,” terangnya.
Berdasarkan penelusuran, lebih dari setengah Sungai Tapung Kiri mengalami abrasi. Terjadi pengikisan sekitar tiga sampai lima meter. Pohon sawit di pinggir sungai membuat tanah jadi mudah runtuh yang berujung pada pendangkalan.
Meskipun tak menemukan sampah, kondisi abrasi sungai sudah sangat parah hingga membuat sawit turun ke bagian tengah sungai. “Itulah, pohon sawit di tengah-tengah sungai,” jelas Alwi.
Masyarakat sekitar, Gusriadi Domo bercerita jika dulu kapal besar masih bisa melalui sungai. Menurutnya, seharusnya pinggir sungai ditanami pepohonan. Supaya menjaga keutuhan tanah dan mencegah abrasi. “Tebingnya pada runtuh,” ucap Gusriadi.
Kebun sawit di Sungai Tapung Kiri merupakan milik perseorangan. Hingga sekarang belum ada upaya pencegahan abrasi dari warga bahkan pemerintah.
Berbeda dengan Sungai Tapung Kiri, mereka menemukan kondisi Sungai Tapung Kanan dalam kondisi lebih baik. Airnya masih bercampur gambut dan lebih dalam.
Sampah Sungai Siak dari Limbah Pekanbaru
Di hari kedua kegiatan, pengarungan berpindah ke sepanjang Sungai Siak Kota Pekanbaru, Sabtu, 21 Juni 2025. Fokusnya juga tak jauh berbeda dari yang sebelumnya. Mulai dari wawancara hingga mendata sampah yang ada.
Saat melakukan penelusuran di hari kedua ekspedisi, Alwi menemukan limbah Pekanbaru mengalir ke sungai hingga menimbulkan bau tak sedap dan hitam. Pengukuran tingkat keasaman menunjukkan angka sembilan. Menandakan tingginya kadar di atas batas wajar. “Limbah Pekanbaru itu keluarnya di anak sungai dekat kami wawancara,” jelas Alwi.
Selama pengarungan, tim banyak menemukan sampah mengapung di pinggiran sungai. Kebanyakan sampah rumah tangga. Dari gelas plastik hingga bungkus makanan.
Seorang Nelayan, Jamaludin membenarkan itu. Kebanyakan sampah berasal dari Pekanbaru. Masyarakat sekitar sudah tak menggunakan air sungai. Mereka beralih ke sumur bor dan hanya menggunakan air sungai untuk mencuci beberapa barang. Sayangnya, belum ada pengelolaan terkait sampah.
Setelahnya kegiatan dilanjutkan dengan kampanye aksi lingkungan. Spanduk bertuliskan Limbahmu Membunuh Perlahan Sungaiku terbentang di bawah Jembatan Leton Satu. Beberapa anggota tersebar memegang poster di pinggir jembatan. Sementara sisanya menaiki perahu.
Koordinator Lapangan, Alim Nurahman mengaku sempat ada kendala di awal kegiatan. Mulai dari perkiraan bahan bakar, hingga jadwal kampanye berbenturan dengan kegiatan dari kepolisian sekitar. “Akhirnya kami dapat tempat dari rumah Tuan Kadi ke bawah Jembatan Leton Satu,” ceritanya.
Alim berharap kegiatan ini dapat memberikan dampak kepada masyarakat. Kesadaran untuk menjaga lingkungan sekitar, khususnya Sungai Siak. “Karena memang secara nyatanya, masyarakat kita memang bergantung dengan Sungai Siak ini,” tutup Alim.
Penelusuran Sampai ke Siak
Tak sampai di situ, perjalanan Tim Ekspedisi Safar Sei Siak berlanjut sampai ke Kota Siak Sri Indrapura pada Senin, 23 Juni 2025. Bersama BPBD Kabupaten Siak, perjalanan dimulai di Kampung Maredan, Kabupaten Siak. Kemudian singgah di Desa Buatan dan Desa Rantau Panjang. Hingga berlabuh di Pelabuhan Kota Pusaka, warisan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Berbeda dengan penemuan sebelumnya, tim air tidak banyak menemukan sampah. Warga Desa Buatan, Galuh bercerita ada perbedaan jauh kualitas Sungai Siak dulu dan sekarang. Dulu warnanya kehitaman, bercampur gambut. Sekarang malah kecokelatan akibat pencemaran. Dahulu juga banyak ikan patin dan mayoritas masyarakat memang nelayan. “Sekarang banyak ke anak-anak sungai [mencari ikan],” ucap Galuh.
Hasil Pengukuran Keasaman Air
Alwi menjelaskan Mapala Humendala telah melakukan audiensi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Siak. Sempat ada tawaran untuk kolaborasi dalam mengukur kualitas air, namun belum ada koordinasi lebih lanjut. Selama kegiatan ekspedisi, mereka membawa alat khusus sendiri. ”Palingan fokusnya ya pH [keasaman] air, kadar oksigen, dan konsentrasi zat padat,” jelas Alwi.
Masyarakat banyak mengeluh soal kondisi Sungai Siak. Mulai dari pencemaran, populasi ikan berkurang, banyak sampah, hingga deforestasi di pinggiran sungai. Harapannya ada tindak lanjut dari pemerintah atau masyarakat sendiri untuk bersama-sama menjaga sungai.
“Dari pemerintah daerah semakin peduli terhadap kondisi sungai yang ada di Riau. Termasuk Sungai Siak yang sejarahnya cukup besar di Riau,” pungkas Mahasiswa Jurusan Akuntansi itu.
Pewarta: M. Rizky Fadilah
Penyunting: Fitriana Anggraini