Andreas Harsono Sebut Khariq Tak Perlu Ditahan

Andreas Harsono Sebut Khariq Tidak Perlu Ditahan

Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya atau Polda Metro Jaya meringkus mahasiswa Fakultas Pertanian, Khariq Anhar. Dia terjerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Peneliti Human Right Watch, Andreas Harsono mengatakan penimpaan tulisan pada tangkapan layar di salah satu unggahan @aliansimahasiswapenggugat merupakan satir.

“Menurut saya itu satir. Satir untuk meledek orang yang mengatakan jangan ikut demo,” ujar Andreas pada Rabu malam, 3 September 2025. Menurutnya postingan itu biasa saja, tidak melenceng dari jurnalisme maupun kampanye.

Ia berpendapat bila Khariq dinyatakan bersalah di persidangan, maka akan menunjukkan kemunduran dalam kebebasan berpendapat di Indonesia. Ruang aman semakin sempit. “Mengungkapkan satir itu biasa,” tambahnya.

Perlu penahanan kepolisian untuk menetapkan Khariq sebagai tersangka. Hal ini dapat menghabiskan waktu hingga dua bulan. Jika dianggap melanggar, mahasiswa Universitas Riau itu bakal ditahan kembali selama sebulan di tahanan jaksa. “Setelah itu ke pengadilan,” pungkasnya. 

Penahanan Khariq saat ini, kata Andreas seharusnya tak perlu. Pun hukum yang menjeratnya bukan pasal yang berat. Menyontek dari kasus Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar yang juga terkena pasal karet UU ITE. Tak ada penahanan.

“Menurut saya, dia tidak perlu ditangkap. Kalau polisi mengerti satir,” ungkapnya. Seharusnya mahasiswa Agroteknologi itu dibebaskan.

Selain Khariq, Andreas juga menyinggung dua aktivis lain yang ditangkap dengan pasal yang sama. Ada aktivis Gejayan Memanggil, Syahdan Husein dan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen.

“Menurut saya semua masih dalam koridor protes yang tidak menggunakan kekerasan, sama sekali tidak. Tiga-tiganya harus dibebaskan, termasuk Khariq Anhar,” tegasnya.

Sebelumnya, pengacara Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) menghubungi Andreas Harsono pada Jumat malam, 29 September 2025. Memintanya sebagai penjamin Khariq dalam kasus dugaan UU ITE.

“Saya bilang bersedia,” ucap Andreas. Namun saat itu suasana tidak kondusif. Jalanan penuh dengan massa unjuk rasa pasca meninggalnya Affan Kurniawan. Pengemudi ojek online itu terlindas mobil taktis Brimob Polda Metro Jaya pada aksi demonstrasi 28 Agustus lalu.

Saat itu suasana Ibukota sangat menyulitkan Andreas menjadi penjamin Khariq. Jadwal kereta api pun tidak teratur, sehingga menjadi kendala bagi pendiri majalah Pantau itu mencari waktu yang tepat. Meskipun ia sudah bersedia sebagai penjamin, kondisi di Jakarta saat itu benar-benar menjadi kendala untuk mendampingi kasus Khariq.

Penulis: Najha Nabilla
Penyunting: M. Rizki Fadilah