Sahabat Puan Riau Taja Diskusi Interaktif, Usung Peran Laki-laki dalam Kesetaraan Gender

Komunitas Sahabat Puan Riau menaja diskusi interaktif bertajuk Peran Laki-laki dalam Perjuangan Kesetaraan Gender pada Sabtu, 22 November 2025. Bertempat di Pendopo Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Riau, diskusi dimulai pada pukul dua siang.

Cik Tika dari Sahabat Puan Riau hadir sebagai moderator. Sedangkan Narasumber Bara Pratama datang dari Walhi Riau. Pria yang akrab disapa Tama itu mengawali obrolan dengan mendefinisikan gender sebagai sebuah konstruksi sosial.

Gender dapat berkaitan dengan peran, sifat, ekspektasi, dan nilai yang membentuk seseorang. Berbeda dengan konsep seksualitas secara biologis yang terbatas oleh kromosom, hormon, dan anatomi.

“Identitas gender merupakan cara seseorang mendefinisikan dirinya sendiri. Entah itu maskulin, feminin, non-biner, trans, dan lainnya. Lain halnya dengan orientasi seksual yang memandang kepada siapa seseorang tertarik alih-alih sebuah identitas,” jelas Tama.

Singgung soal ketimpangan gender, Tama bilang negara selalu ikut campur area pribadi masyarakat. Mulai dari hal sederhana seperti aturan rambut panjang di sekolah. Baginya ini merupakan bentuk perampasan hak individu oleh negara. “Aturan-aturan seperti ini tidak memiliki landasan yang kuat dan tujuan yang jelas. Sekedar bentuk nyata dari relasi kuasa,” ujarnya.

Ia menilai regulasi ini menciptakan struktur sosial yang sarat diskriminasi. Akhirnya terciptalah masyarakat dengan satu standar mutlak. Siapa pun yang tidak mengikuti standar tersebut akan dianggap “menyimpang”. Pandangan medis dan studi akan dikesampingkan dengan dalih menjaga norma. Tak jarang, perintah agama dijadikan alat kontrol untuk memukul rata semua orang.

Dunia patriarki memandang gender lain sebagai manusia tingkat dua atau lebih rendah. Sebagai laki-laki yang berkuasa, mereka berhak untuk mendikte manusia lain bahkan sejak kelahiran mereka.

Apabila  bayi yang lahir adalah laki-laki, maka ia akan cenderung diperlakukan bak raja. Lain cerita apabila yang akan lahir adalah perempuan. Maka sejak dini ia akan dididik seorang penurut. “Perjuangan kita bukan untuk menjadi yang unggul, namun hanya demi kesetaraan semata,” ucap Tama.

Di penghujung diskusi, Tama mengajak para laki-laki untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Menurutnya, laki-laki yang terlahir dengan “hak istimewa” memiliki peran krusial untuk mengakhiri diskriminasi ini. “Posisikan diri kita dan orang lain sebagai subjek dengan subjek, bukan subjek dengan sebuah objek,” katanya.

Tama menjabarkan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh laki-laki dalam perjuangan kesetaraan gender. Di antaranya dapat dengan menghapus hegemoni atau maskulinitas, menentang kontrol, berdiri bersama korban, hingga membangun kesetaraan itu sendiri.

“Nantinya, perjuangan ini akan mencapai titik di mana istilah gender tidak lagi diperlukan. Dalam kondisi ini, manusia akan melihat orang lain sebagai sesama manusia terlepas dari apa pun identitas mereka,” ucap Tama.

Diskusi ini turut dihadiri komunitas perempuan lain di wilayah Riau. Termasuk beberapa elemen mahasiswa. Perwakilan Sahabat Puan Riau, Cik Tika mengatakan ini adalah kali kedua mereka mengadakan diskusi serupa.

Para peserta tampak antusias mendengarkan materi. Pun pada diskusi kali ini lebih banyak yang hadir. “Ada niat untuk mengadakan diskusi di kampus, namun masih belum menemukan waktu yang cocok untuk berkunjung,” ucap Cik Tika menutup wawancara.

Pewarta: Gary Andreas
Penyunting: Fitriana Anggraini