BEBERAPA BULAN LALU, Fakultas Ekonomi Universitas Riau salah satu fakultas yang jadi target penyelidikan pihak penegak hukum. Persoalannya aroma korupsi mulai tercium disini. Sehingga beberapa pihak yang tersangkut sudah mulai dipanggil satu-persatu. Di media paparkan, Kejaksaan Tinggi Riau mulai periksa dugaan korupsi yang terjadi di fakultas dengan jumlah mahasiswa terbanyak ini.
Bahana Mahasiswa, pada tahun 2013 pernah memuat tulisan mengenai kondisi Fakultas Ekonomi. Tulisan ini lebih banyak mengulas kondisi fisik bangunan, hingga fasilitas yang tersedia. Beberapa kelas saat itu tidak memiliki air conditioner yang bisa difungsikan, ibarat kata hanya sebagai pajangan. Plafon kelas bolong, wc banyak sampah, bau dan pintunya berlubang.
Fasiltas penunjang lainnya juga jauh dari layak. Seperti proyektor tidak tersedia memadai sesuai jumlah kelas yang ada. Siapa cepat dia dapat, sistem booking proyektor tak berlaku. Jurusan di Fakultas Ekonomi dulu juga tidak memiliki labor. Vince saat menjabat sebagai Wakil Dekan II, katakan, Fakultas Ekonomi adalah fakultas sosial dan tidak perlu ada labor. Jika berkaca pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, semua jurusan memiliki labor. Dan fakultas ini juga fakultas sosial.
Persoalan ini menjadi menjadi kekhawatiran bagi kalangan akademisi terutama bagi guru besar Fakultas Ekonomi. Kekhawatiran ini ditunjukkan dengan menulis Surat Terbuka dari Guru Besar Fakultas Ekonomi UR yang ditujukan pada Kennedy ketika menjabat sebagai Dekan. Para guru besar yang ikut menanda tangani surat tersebut, Profesor Kirmizi, Profesor Harlen, Profesor Yohanes Oemar, Profesor Marnis, Profesor Amries Rusli Tanjung dan Profesor Zulkarnain.
Disela jam istirahat tengah hari, kru Bahana Mahasiswa Jefri Novrizal Torade Sianturi dan Suryadi menemui Profesor Kirmizi usai menguji Tesis mahasiswa di ruang Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi.
Bagaimana kekhawtiran para guru besar itu bisa muncul?
Berawal karena keadaan Fakultas Ekonomi tidak berjalan dengan baik lagi, maka dari itu kami membuat beberapa point pertanyaan. Kami mengharapkan Dekan lama, Kennedy memanggil kami untuk segera berdiskusi dan mejelaskan keadaan yang sebenarnya. Tapi tanggapan dia lain, katanya kami membeberkan hal-hal yang tidak bermanfaat, padahal yang kami harapkan tidak begitu. Kami bukan berangkat dari tangan kosong tapi bawa bukti temuan dari rektorat dan audit Badan Pemeriksa Keuangan. Makanya timbul pertanyaan besar dan kekhawatiran kami.
Hasilnya?
Yang terjadi kami malahan ditantang balik—Kennedy. Makanya kami kirim surat ke inspektorat. Tapi tanggapannya, tanggung untuk melapor ke inspektorat kenapa tidak langsung ke KPK.
Tapi saya tetap berusaha bersama Prof Marnis dan Harlen, tetap dengan prinsip kalau hal benar, harus benar dan hal yang salah, harus dipertanyakan. Pernyataan mereka yang menantang kenapa tidak melapor ke KPK atau kejaksaan yang memacu kami bertiga untuk bertindak intensif. Kami punya niat kedepan Fakultas Ekonomi lebih baik. Kalau memang ada Sniper pasti kami sudah mati duluan.
Kita punya harapan bagaimana Fakultas Ekonomi berjalan layaknya sebuah fakultas. Kualitas yang diharapkan adalah layaknya sebuah fakultas dengan fasilitas ruangan, toilet dan kantin. Lihat saja kantin itu, tak layak rasanya minum disana. Kenapa anggaran yang begitu besar tidak diarahkan kesana. Kalau begini, jadinya ada sesuatu yang kita pertanyakan.
Begitu juga dengan fasilitas belajar mengajar, ruang dosen tidak cukup ditempati semua dosen karena kursi dan meja yang kurang. Keadaan yang seperti itu tidak bisa saya maafkan. Jadi ada hal penting tapi tidak ada sedangkan tidak penting, ada.
Fasilitas itu rata-rata tidak sesuai dengan jumlah dana tersedia. Rata-rata anggaran kita 20 sampai 30 miliar setahun. Yang berasal dari mahasiswa starta satu dan Pasca Sarjana serta APBN. Jadi tidak ada alasan kalau tidak ada duit.
Anda juga keluhkan soal anggaran perjalan dinas, seperti apa?
Biayanya ada Rp. 1,3 Milliar tapi pembagiannya tidak cocok. Realita perjalanan dinas dari 3 jurusan, perjalanannya hanya 30 kali yang tiap perjalanan makan biaya 5 juta. Kemana perjalanan yang lainnya? Kejadian seperti ini menurut saya tidak perlu terjadi. Saya tidak tahu uang yang tidak dipakai itu diletakkan kemana. Kalau dibalikkin saya rasa bodoh sekali. Dikasih uang kok tidak bisa digunakan.
Perjalanan dinas terdiri dari dosen yang ingin melakukan penelitian, workshop juga mengikuti seminar nasional dan internasional. Hal ini mesti diikuti tapi tidak merata seharusnya perjalanan dinas bisa dilakukan sampai 200 kali tapi yang bisa di buat 30 kali.
Pengajuan permohonan dana untuk perjalanan dinas bagaimana?
Dimulai dari proposal pengajuan ke Ketua Jurusan kemudian dilihat manfaatnya. Jika disetujui masuklah pengajuan ke Pembantu Dekan II. Setelah diputuskan apakah si pengaju layak menerima. Biasanya mereka menjawab dengan dana tidak ada dan tidak cukup, itulah yang membuat pertanyaan besar. Coba dilihatkan transparansinya dengan menunjukkan keuangan yang sebenarnya. Tapi keadaan sekarang tidak jelas dan keadaan anggaran yang sebenarnya tidak pernah kita dapatkan.
Ada juga Dosen selama 4 tahun tidak mengajar. Siapa itu?
Mengenai hal itu coba hubungi Kepala Jurusan Ilmu Ekonomi karena itu langsung berada dibawah jurusannya. Sudah lama tidak mengajar bagaimana dengan kewajibannya bisa dilanjutkan atau tidak. Logisnya saja gaji diambil terus tapi tidak mengajar dan masuk. Langsung saja ketemu dengan jurusan yang bersangkutan. Seharusnya ada kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan tindakannya atau semua tunjangan yang diterimnya selama ini diberhentikan.
Bagaimana dengan persoalan honor?
Standar honor di Fakultas Ekonomi dilanggar dan pembuatannya hanya asalan. Misalnya, Kennedy saat menjabat sebagai Dekan punya 52 SK yang dikeluarkan tiap bulan sehingga menerima honor Rp. 32 juta dalam satu bulan. Fakultas Ekonomi punya jumlah dana yang besar, karena bingung mau digunakan untuk apa, dibuat aturan sendiri. Dasar penerapannya tidak ada. Misalnya ada kegiatan yang memakan anggaran 100 Juta, 34 Juta untuk honorarium panitia dan sisanya buat kegiatan dan semua penanggung jawabnya adalah Dekan. Itu sudah tidak taat aturan.
Disurat anda dan guru besar yang lain juga pertanyakan dana bina lingkungan. Kenapa?
Ini merupakan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP yang sistemnya 70 persen diberikan pada fakultas, sisa 30 persen dikelola oleh univeristas. Dana yang kita perkirakan sampai 2013 ada sekitar Rp 6 miliar tapi kenyataannya uang itu tidak terlihat kemana. Fasilitas dari 3 jurusan tidak ada terlihat dari anggaran sebesar itu. Tapi setelah kami pertanyakan kami dituduh pencemaran nama baik, padahal kami seharusnya dapat penjelasan kemana saja dana itu dibuat. Seharusnya ada hak jawab buat kamilah.
Dana untuk pembangunan fasilitas?
Dana yang tersedia Rp 10 Milliar seharusnya bisa bangun gedung. Sebetulnya itu sudah besar, saya rasa tidak ada di Universitas Riau gedung bernilai Rp. 10 Milliar. Kalau uang sebesar itu digunakan betapa hebatnya Fakultas Ekonomi ini. AC semua, plafon tidak rusak. Diruang saya, kelas L dan C kalau mati lampu panas. Kalau kipas dalam ruangan hidup, saya harus beradu kuat suara saat mengajar sampai serak. Kalau tidak, suara saya tidak terdengar oleh mahasiswa.#