Badan Eksekutif Mahasiwa Universitas Riau (BEM UR) adakan konsolidasi di sekretariat BEM UR, Jum’at sore (4/8).  Konsolidasi ini terkait tindakan represif  terhadap mahasiswa akhir-akhir ini.
Diskusi dihadiri beberapa perwakilan kelembagaan Universitas maupun Fakultas. Selain itu, hadir Menteri dan anggota Kabinet pilar peradaban BEM UR.
Aditya Putra Gumesa, Menteri Sosial dan Politik BEM UR membuka diskusi. Pertama ia  menceritakan kondisi yang dialami mahasiswa akhir-akhir ini.
“Semakin hari semakin menakutkan,†kata Aditya.
Ia beralasan banyak kasus kriminalisasi yang dialami mahasiswa. Contohnya permasalahan UKT, pembungkaman berdemokrasi, pemukulan mahasiswa sampai politisasi wewenang yang dimiliki pemerintah untuk kepentingan pribadi.
Saat ini beberapa Universitas di Indonesia mengalami ancaman serius terhadap kebebasan berdemokrasi di lingkungan kampus.
Kasus yang terjadi di Universitas Mataram. Rektor mengumpulkan salinan Kartu Tanda Penduduk mahasiswa. Â Setelah ditelusuri, KTP ini akan dijadikan syarat maju sebagai gubernur Nusa Tenggara Barat 2018.
Tindakan represif lainnya yang dialami mahasiswa di Universitas Negeri Semarang. Saat dua mahasiswa unggah foto piagam kepada Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi. Isinya ungkapan kekecewaan mahasiswa. ‘Telah menciderai semangat asas ketunggalan UKT di Perguruan Tinggi’.
Rektor lalu melaporkan Julio Belnanda Harianja dan Harist Achmad Mizaki ke pihak yang berwajib atas tindakan tersebut.
Tak jauh berbeda terjadi di Universitas Sriwijaya. Rektor menonaktifkan Rahmat Farizal, Aditia Arief Laksana (ketua Umum KAMMI Unsri) dan Ones Sinus (Ketua Umum GMNI Unsri) dari status mahasiswa.
Rahmat Farizal yang juga Presma dilaporkan kepada pihak kepolisian atas dugaan melakukan upaya memalukan kepada Rektor.
Tindakan represif Rektor Unsri berawal dari aksi mahasiswa menuntut penurunan  UKT. Khusus bagi mahasiwa semester sembilan sebesar 50% dan penerima Bidikmisi Rp. 500 ribu per semester.
“Saat ini, tiga universitas tersebut mengalami permasalahan serius,†jelas Aditya.
Forum menyepakati konsolidasi ini lebih membahas permasalahan di Unsri.
Peristiwa ini menjadi bukti kemunduran demokrasi di kampus almamater kuning. Insiden di kampus di Indonesia semakin hari semakin menakutkan.
“Sedikit sedikit maen hukum, main pukul,†kata Fajar Muhammad Karani, Menteri Sosial dan Masyarakat yang ikut hadir sore itu.
Terkait pemukulan yang dialami Dedi Satria dan M.Agus Rianto oleh pihak kepolisian, BEM UR merasa perlu melakukan aksi solidaritas dan konsolidasi. Sebab kampus harus netral dari polisi dan tindakan kekerasan.
Kabar terbaru saat ini, BEM Unsri berhasil menemui DPRD Sumsel. Dijadwalkan Senin  depan (7/8) akan dilakukan audiensi. DPRD menjadi mediator. Wakil rakyat ini juga akan memanggil pihak rektorat untuk menyelesaikan permasalahan.
Alvian Syahrizal, Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Advokesma) BEM UR berharap agar eskalasi pergerakan harus tetap dilakukan meski dalam suasana libur semester.
Diakhir diskusi, forum menghasilkan keputusan sebagai berikut :
- Mengirimkan surat terbuka tentang pernyataan sikap atas nama mahasiswa Universitas Riau kepada Menristekdikti, Rektor Unsri dan Polda Sumsel.
- Menunggu hasil audiensi BEM Unsri bersama DPRD Sumsel. Kemudian menentukan sikap eskalasi pergerakan.
“Saya berharap ada pressure di media. Kita beri dukungan kepada mahasiswa Unsri,†tutup Aditya.*Dicky Pangindra