Teluk Rhu ada di Rupat Utara. Daerah ini memiliki banyak pantai yang indah, tapi dipenuhi sampah.
Oleh Ambar Alyanada
DARI balik kaca jendela tampak sebuah truk terbalik. Kata sopir mini bus, itu terjadi tiga hari lalu. Akibatnya, lalu lintas sekitar lokasi kejadian masih dalam keadaan macet karena belum ada petugas yang mengevakuasi kendaraan.
Saya, bersama Tim Pemuda Riau Ekspedisi Nusantara Jaya atau ENJ, malam itu dalam perjalanan menuju Kota Dumai, sebelum menyeberang ke Desa Teluk Rhu, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis.
Selain saya, Tim Pemuda Riau ENJ juga ada Azlina, yang dari awal perjalanan hingga sampai di Dumai lebih banyak tidur. Bahkan, menjawab dan menoleh kebelakang seperlunya saja. Saat singgah di tempat makan pun dia tetap bertahan dalam mini bus. Pintu dibiarkannya terbuka supaya udara masuk.
Maklum saja, mini bus yang kami gunakan tidak memiliki pendingin. Sebab itu, selama perjalanan kaca jendela dibiarkan terbuka supaya penumpang di dalam tidak pengap. Kondisi ini bikin Purnama berulangkali  mengusap minyak angin di perut dan kepalanya.
“Masuk angin aku. Pusing,†keluhnya, sambil tersandar lemas di bangku paling belakang.
Jumlah Tim Pemuda Riau ENJ sebanyak 13 orang. Ada Melisa, Agung, Anggia, Syahnan, Abus dan Naim. Dua orang lagi Delima yang menunggu di Duri—bagian daerah administrasi Kabupaten bengkalis—dan Dicky yang menemani sopir pick up yang membawa barang keperluan selama di lokasi dan bibit pohon bakau.
Bibit bakau itu dibawa Atharid dan Welly dari Batam ke Dumai, disponsori Rumah Bakau Indonesia (RBI), guna menjalankan salah satu program menanam 1000 bibit bakau di pesisir Pantai Pesona Desa Teluk Rhu.
Jarak tempuh Pekanbaru-Dumai normalnya 4 hingga 5 jam. Namun, malam itu perjalanan berlangsung selama kurang lebih 7 jam, karena beberapa kali berhenti.
Mini Bus tiba di Pelabuhan Dumai tak lama setelah azan subuh berkumandang. Belum ada keberangkatan saat itu. Tapi truk, kendaraan roda empat, sepeda motor dan kendaraan yang membawa sayur-sayuran sudah ramai antre menunggu kapal penyeberangan.
Baru pukul 07.00 satu persatu kendaraan tadi mulai beringsut ke dalam Kapal Roro. Sementara, Mini Bus yang saya tumpangi bersama Tim Pemuda Riau ENJ baru kebagian nyeberang 2 jam kemudian. Sebelum naik ke dalam kapal, saya sempat mendengar cerita dari Abus. Rupanya ia sempat bekerja jadi tukang ojek online di Lampung untuk ikut program ini. “Lumayanlah uang yang didapat selama satu bulan,†ujar Abus.
Perlahan Kapal Roro mulai menjauh dari bibir dermaga. Kapal yang mengangkut penumpang kali ini terdiri dari 3 lantai. Lantai dasarnya tempat kendaraan. Sementara di lantai dua tersedia kantin, dan lantai paling atas tempat penumpang bersantai menikmati pemandangan laut jelang tiba di dermaga tujuan.
Bagi penumpang, disediakan 10 bangku panjang yang tersusun dibagian tengah. Sementara di sisi kiri dan kanan juga terdapat 6 bangku serupa. Di sisi kiri dan kanan kapal juga terdapat 4 sekoci.
Hembusan angin terasa dari atas kapal. Bila memandang ke bawah tampak sampah plastik mengapung di atas laut. Airnya pun bercampur minyak atau limbah industri. Pemandangan ini menghiasi perjalanan di atas laut selama 30 menit.
Tiba di Pelabuhan Rupat, perjalanan dilanjutkan ke penginapan yang sudah disediakan pemerintah desa setempat. Perjalanan menuju tempat ini disambut dengan jalan berlubang yang belum beraspal, alias jalan tanah.
Tampak juga jembatan kecil yang roboh dan masih dalam perbaikan. Hanya beberapa bagian jalan yang sudah disemenisasi. Sebagiannya lagi masih dalam kondisi pengerasan kerikil.
Kiri dan kanan jalan dipenuhi pohon karet sebagai mata pencaharian warga sekitar. Rumah mereka berjejer tidak terlalu padat di sela-sela pohon karet tersebut. Butuh waktu 1 hingga 2 jam untuk sampai ke Desa Teluk Rhu. Tergantung laju kendaraan.
Pukul 1 Siang, Mini Bus sampai di penginapan yang dituju. “Penginapan ini biasanya digunakan tamu-tamu penting,†kata Suhaili, Sekretaris Desa Teluk Rhu.
Penginapan ini belum lama dibangun. Aroma perabotannya masih tercium karena dalam kondisi baru. Terdapat 5 kamar tidur, satu kamar mandi di dalam dan satu di luar kamar. Masing-masing kamar tersedia kasur dan lemari. Paling depan ada ruang tamu dan paling belakang terdapat dapur tanpa perlatan. Tapi, peralatan seperti sofa dan kasur masih dibalut bungkusan plastik putih.
Di depan penginapan ada lapangan bola kaki dan voli. Pemuda setempat rutin bermain dari pukul 4 sore sampai matahari terbenam. Tapi, lapangan ini akan becek atau digenangi air bila diguyur hujan pada malam harinya.
Bila tak ada pemuda yang bermain, banyak kambing dan kerbau yang berkeliaran di atas tanah lapangan. “Hewan-hewan itu punya warga sini. Tapi kalau dah berak tak ada yang nak ngaku siape yang punye,†kata Suhaili, saat ditanya pemilik Kambing dan kerbau tadi.
Tak jauh dari lapangan, tepat di tepi jalan, ada panggung kecil yang dibangun dengan beton dan bercat kuning. Lantainya keramik. Di belakangnya diberi dua tiang penyangga sebagai penyekat ruangan kecil yang biasa dipakai mengganti kostum bila ada pertunjukan seni atau semacamnya.
ENJ merupakan program Mentri Koordinator Bidang Kemaritiman. Ia rutin diadakan tiap tahun. Tujuannya, memperkenalkan potensi budaya dan pariwisata Indonesia, hingga meningkatkan rasa cinta bela negara para pemuda terhadap NKRI.
Tahun ini, sebanyak 68 siswa menengah atas diseluruh provinsi, 1000 mahasiswa dari 46 perguruan tinggi se-Indonesia dan 2000 pemuda yang mengabdi di 34 provinsi, terlibat dalam program yang sudah berlangsung sejak 2015.
Mereka, sebelumnya telah melewati tahapan seleksi sebanyak dua kali. Caranya, mengisi formulir pendaftaran online dalam akun ENJ, setelah menerima username dan password dari panitia. Syaratnya mudah sekali. Cukup melampirkan biodata dan beberapa berkas pendukung lainnya. Terakhir, pendaftar juga diminta mengirim esai sebagaimana tema yang ditentukan.
Setelah dinyatakan lulus, diharapkan supaya membekali diri terhadap wawasan kemaritiman guna penguatan konektivitas di pulau-pulau terluar, terdepan dan tertinggal di Indonesia.
Tim ENJ pemuda Riau memilih pegabdian di Rupat Utara tepatnya di Desa Teluk Rhu. Lokasi ini salah satu dari pulau 3T di Indonesia.
Desa Teluk Rhu seperti tidak terjamah pemerintah. Banyak tempat wisata yang tidak dimaksimalkan dengan baik. Pantai dan laut yang indah terlihat kotor. Sampah plastik berserak dimana-mana.
Hutan bakau habis dibakar atau ditebang untuk dijual oleh masyarakat sekitar. Akibat kurangnya pengetahuan pentingnya bakau untuk desa mereka. Padahal, bakau dapat menahan air laut dan mencegah abrasi.
Tim tiba di desa tujuan tepat pukul 1 siang, Kamis pertengahan September. Hari pertama hingga ketiga belum ada program yang dijalankan dengan maksimal. Tim lebih banyak bersosialisasi dengan perangkat desa termasuk pada warga setempat.
Sembari mensurvei lokasi penanaman bibit bakau, tim menghabiskan waktu dengan menghadiri acara pernikahan. Sudah jadi kebiasaan warga melangsungkan pernikahan pada Sabtu dan Minggu. “Sanak sedare kite juge yang nikah. Mereka bantu masak, mendirikan tenda dan menghias tempat pengantin,†ujar Mansur, Kepala Desa Teluk Rhu seraya mengajak tim untuk hadir.
Tiap malam, tim bikin evaluasi kegiatan. Supaya program berjalan dengan baik, tim dibagi 3 kelompok. Namanya divisi lingkungan, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
Atharid yang bertanggungjawab di divisi lingkungan melaksanakan kegiatan penanaman bibit bakau sepanjang bibir Pantai Pesona Dusun Tanjung Jaya, pada hari keempat. Warga dan seluruh perangkat desa juga diajak terlibat. Bibit bakau diangkut menggunakan gerobak motor yang dipinjamkan oleh seorang warga. Pukul 9, ditengah gerimis lebih kurang 600 bibit bakau pun selesai ditanam hingga sore.
Dihari yang sama, Syahnan dan Agung tak ikut bergabung menanam, karena harus menemui kepala sekolah dasar negeri 3 Teluk Rhu. Mereka minta izin untuk melaksanakan program pendidikan esok harinya.
Program pendidikan dilaksanakan dengan membagi kelas motivasi untuk murid kelas 5 dan kelas lapangan atau outbound untuk kelas 3 dan 4. Selain itu, pertemuan dengan siswa juga diisi dengan senam gaya kekinian. Seperti trek jing dan baby shark. Agung dan Melisha ambil bagian tugas ini.
SDN 3 Teluk Rhu tak jauh dari tempat menginap tim. Sekolah dengan lapangan yang tak terlalu besar itu berhadapan langsung dengan pantai. Di seberang jalan ada halaman rumput tempat kerbau dan kambing mengisi perut.
Tim juga mengajak murid sekolah untuk membaca buku-buku yang disediakan di penginapan. Anggia bahkan mengajari mereka bahasa Inggris. Tapi, sebagain dari murid itu masih ada yang belum pandai membaca.
Sebelum mengakhiri program, Tim ENJ bersama warga terlebih dahulu membersihkan pantai didua lokasi. Ini bagian dari program divisi pemberdayaan masyarakat. Pada kesempatan ini warga juga menerima sehelai pakaian.
Pembagian baju itu pun jadi penutup dan penanda berakhirnya program Tim ENJ di Teluk Rhu. Sabtu pagi, kepala desa mengantar tim dengan mobil dan ambulance ke pelabuhan. Kali ini, tim menyeberang ke Dumai dengan speed boat dan langsung kembali ke Pekanbaru. Kecuali Agung, yang harus melanjutkan perjalanan ke Tanjung Pinang.
“Ada acara yang harus dihadiri di sana. Jadi harus cepat,†katanya sebelum berpisah.*