Sumber Foto: Instagram @fitrianivirgadii
Alih fungsi lahan penelitian untuk bersantai.
Oleh Redha Alfian
“KALAU di Denmark, arboretum itu jadi tempat penghasil doktor. Beda dengan di sini,†ujar M. Bahaudin, Koordinator Lapanagan Enginering Service unit (ESU).
Ia ceritakan saat Direktorat Jenderal Lingkungan Hidup berkunjung ke Universitas Riau. Bukannya kagum dengan arboretum jadi tempat penelitian, ia malah terkejut. “Disini Arboretum jadi tempat berdua-duaan,†tukas Bahaudin.
DALAM lingkungan universitas, ada tridharma perguruan tinggi meliputi pembelajaran, penelitian dan pengabdian. Untuk bidang pembelajaran, prosesnya dilakukan dalam perkuliahan maupun dari kegiatan-kegiatan kampus.
Untuk penelitian, banyak dosen yang mengajukan topik-topik yang berasal dari permasalahan di sekitar. Misalnya metode pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisional, menciptakan energi alternatif dari bahan alami dan lainnya.
Untuk melakukan penelitian, diperlukan media ataupun tempat yang menjadi objek untuk diteliti. Untuk objek penelitian berupa tanaman, beberapa universitas membuat arboretum yang dijadikan tempat untuk meneliti. Universitas Padjajaran dan Universitas Lampung merupakan salah satu universitas yang memiliki arboretum, atau bisa juga disebut taman botani.
Arboretum merupakan gabungan dua kata dari Bahasa latin, yaitu arbo, tempat dan retum, pohon. Jadi arboretum merupakan tempat menanam pohon. Arboretum yang dibuat ditujukan sebagai sarana penelitian serta pendidikan, baik untuk tempat belajar, laboratorium dan praktek lapangan. Tanaman yang ada di arboretum merupakan pohon ataupun tanaman terpilih yang tumbuh dan berkembang sengaja untuk ditangkarkan (pengertian-defenisi.blogspot).
Universitas Lampung memiliki arboretum sejak 1996 dengan luas 12 hektar. Banyak vegetasi yang ada disana, dan untuk meningkatkan kualitas vegetasi yang berkualitas, arboretum kerap dijadikan lahan penelitian. Salah satunya penelitian seleksi induk pohon berkualitas di arboretum Universitas Lampung.
Di Universitas Padjajaran, arboretum yang merupakan laboratorium hidup dijadikan tempat untuk praktikum lapangan sejak 1994. Areal seluas 12 hektar itu memuat 500 jenis tumbuhan yang sebagian besarnya merupakan tumbuhan langka di Jawa Barat.
Tak berbeda dengan UR. Untuk memberdayakan lahan hutan alam serta menjadikan lahan tersebut sebagai sarana pendidikan, maka dibagunlah arboretum. Arboretum awalnya adalah hutan alam yang memang sudah ada di lingkungan UR. Pada tahun 2010, akhirnya hutan diberdayakan dan dikelola.
Arboretum di UR seluas 10 hektar ini terdapat di dua bagian jalan Prof Mukhtar Lutfi. Bagian pertama, terhampar mulai dari depan Rektorat hingga berbatasan dengan gedung Fakultas Hukum. Bagian kedua, mulai dari Micro Teaching Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) hingga Stadion Mini UR.
Arboretum pertama yang bagian baratnya berbatasan dengan Fakultas Perikanan (Faperika), miliki beberapa fasilitas. Diantaranya waduk UR, jungle track, areal pepohonan yang diberi nama latin serta pendopo. Sedangkan bagian kedua hanya berisi lahan hijau berupa pepohonan. Juga telah diberi nama latin.
ESU diberi tanggung jawab untuk mengelola arboretum. Pengelolaannya meliputi perbaikan, pembersihan dan perawatan.
“BAGIAN termudah itu menanam. Bagian tersulitnya adalah merawat,†ujar Bahaudin menjelaskan kesulitannya mengelola arboretum.
ESU memiliki tugas untuk menanam dan merawat pohon di areal arboretum. Tak hanya menanam saja, merawat dan memperhatikan keadaan pohon di areal tersebut pun jadi tugas mereka.
Tahap penanaman hanya dilakukan sekali bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Indragiri-Rokan. Yaitu penanaman 200 pohon. Dari pohon yang telah ditanam, proses pembibitan dan perawatan terus berlanjut.
Sudah banyak jenis pohon yang ada di arboretum. Seperti pohon Meranti, Nasi-nasi, Pasir-pasir, Rengas Lungkup, Terap Jangkung, Tempunik dan Pisang-pisang.
Setiap jenis pohon pun diberi label nama. Nama latin dan Indonesianya. “Satu pohon, misalnya ada 30 jenis. Maka ketiga puluh itu kita beri label nama,†ujar Bahaudin.
Dengan pemberian nama ini, pengunjung dapat mengetahui jenis pohon apa yang mereka lihat. Sesuai dengan pemanfaatan arboretum. “Pengunjung dapat mengamati dan meneliti jenis pohon,†ujar Bahaudin.
Sayangnya, dari beberapa label nama yang dipasang, banyak yang tanggal dan kembali di bawa ke kantor. “Kadang-kadang orang ataupun monyet yang menanggalkan label nama tersebut,†tambah Bahaudin.
Tapi, ESU hanya memberi label nama pohon di sekitar jalan yang sering diakses. Bagian dalam arboretum setelah melewati waduk ke arah jalan menuju belakang Fakultas Hukum, label nama pohon tak ada lagi.
Untuk memudahkan pengunjung melintasi dan mengamati arboretum, jungle track dari papan terhampar menjadi jalur panjang. Track ini mulai dari Butterfly Bridge, sampai bagian tanah yang agak menanjak. Bagian ini perbatasan menuju waduk. Setelah melewati jalur tanah tersebut, track papan jadi jembatan penyebrang menuju areal waduk.
Sepanjang track, bagian kiri dan kanan yang diapit pepohonan menyebabkan suasana teduh. Track dari kayu ini setelah dibuat pada 2010 mengalami dua kali perbaikan. “Penggantian papan track yang bolong-bolong sudah sering diganti,†jelas Bahaudin.
Di bagian tanah yang agak menanjak dari track menuju waduk, terdapat sebuah pendopo untuk beristirahat. Sayangnya ada beberapa bagian atap dari pendopo tersebut yang bolong. Sampah berserakan dan coret-coretan menghiasi pendopo tersebut.
Untuk masalah sampah tersebut, ESU telah menyediakan tempat sampah. Sampah itu dibuang sekali seminggu. “Ya pengunjung jangan membuang sampah sembarangan. Itu kan juga merusak arboretum,†ujar Bahaudin.
BAHAUDIN menjelaskan pemanfaatan arboretum bukan untuk penelitian dan pengamatan saja. Tapi juga jadi tempat bersantai bagi masyarakat. Setiap sore hari dapat dilihat di areal depan rektorat, butterfly bridge (jembatan kupu-kupu), serta pendopo arboretum ramai dikunjungi masyarakat. Baik untuk duduk-duduk, berfoto, berdiskusi ataupun berkumpul mengadakan kegiatan.
“Ya untuk bersantai, tapi ada juga yang menjadikan ini tempat berbuat negatif,†ujar Bahaudin.
Bukan hanya di bagian arboretum luar, di bagian waduk sendiri, banyak orang yang memancing. Dengan kondisi ikan yang tak terlalu banyak serta air waduk yang terkadang berkurang karena bukan musim penghujan, tetap saja ada orang yang memancing.
Di bagian waduk tersebut terpasang plang dengan tulisan Dilarang memancing tertanda Rektor. Tapi tetap saja ada orang-orang tetap memancing.
“Itu kan tulisan aja,†ujar Adek, pria berusia 59 tahun yang sering memancing di waduk tersebut. “Nggak pernah ada yang melarang tuh kalau saya mancing di sini,†tambahnya lagi.
Arboretum yang diharapkan jadi areal untuk penelitian kini banyak dijadikan tempat bersantai. Sampai saat ini, arboretum belum banyak dijadikan sebagai sarana penelitian. Di Fakultas Pertanian UR, dari jurusan Agroteknologi baru menggunakan arboretum sebagai tempat praktikum mata kuliah Landscape.
“Untuk sekarang ini penelitian disana belum ada, tapi untuk tempat praktikum, kita menggunakan arboretum,†ujar Adrian, Ketua Jurusan Agroteknologi.
Defri, Sekretaris Jurusan Kehutanan menjelaskan ada tiga mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang meneliti disana saat ini. “Mereka meneliti untuk habitat satwa liar,†ujar Defri. Satwa liar yang diteliti meliputi burung, reptile kecil serta mamalia.*
Tulisan ini pernah dimuat dalam Majalah Bahana Mahasiswa Edisi Juli-Oktober 2012 dengan judul yang sama di Rubrik Feature