TIRTO.ID, sebuah media siber nasional akhir-akhir ini menjadi pembicaraan banyak orang. Ia datang satu setengah tahun yang lalu dengan konsep beda. Tirto.id memilih melaju di rel jurnalisme presisi. Artinya, awak Tirto menerapkan metode-metode riset ilmu sosial dan perilaku dalam praktik jurnalisme.

Bisa dilihat dari hasil analisis ratusan media massa dari seluruh Indonesia yang disarikan ke dalam bentuk tiMeter (pengukuran sentimen) atas tokoh, lembaga, serta kasus yang dibicarakan dalam tiap-tiap laporan mendalam.

Selain itu, Tirto.id memanfaatkan data berwujud foto, kutipan, rekaman peristiwa, serta data statistik yang ditampilkan baik secara langsung maupun lewat infografik dan video infografik.

Lalu, siapa penggagas ide ini ? Mengapa begitu berani mengambil konsep berbeda ketika kebanyakan media siber atau daring mengandalkan kecepatan.

Dia lah pendiri sekaligus Chief Executive Officer Tirto.id, Atmaji Sapto Anggoro. Seorang pegiat teknologi dan jurnalis kawakan. Ia kenyang pengalaman membangun media dari nol hingga diperhitungkan di kancah nasional. Mulai dari Detik, Merdeka, Binokular dan terakhir Tirto.id.

Jabatan penting lainnya yang pernah ia emban yaitu Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII. Pendiri Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).

Organisasi terakhir merupakan yang terbaru. Ia dipercaya menjadi Dewan Pertimbangan dan Pengawas Organisasi Pengurus Nasional AMSI. Lawatannya ke Bumi Lancang Kuning untuk melantik pengurus wilayah AMSI Riau pada Selasa, 5 Desember lalu di ruangan Hang Jebat Menara Bank Riau Kepulauan Riau, Jalan Cut Nyak Dien.

baca juga : Sapto Lantik Pengurus Wilayah Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Riau Periode 2017-2020

Usai acara, habis menyantap makan siang, Kru Bahana, Eko Permadi, Rizky Ramadhan dan Agus Alfinanda bincang-bincang dengan Sapto. Berikut petikannya :

Bagaimana awal mula Anda mendirikan Tirto?

Semula tidak ada yang menulis seperti Tirto, mungkin ada tapi beberapa. Tapi kebanyakan nulis yang pendek-pendek. Kami membangun peradaban baru dunia digital. Karena saya peduli dengan generasi yang baru. Tulisan yang bagus itu mempengaruhi orang berfikir. Jangan baca berita hoax atau yang tidak ada konteksnya. Hari ini tidak ada hasilnya, tapi lima tahun kedepan mereka akan menjadi tidak hanya orang yang ingin tahu, tapi juga paham. Bedakan? Informasi ini ada di web a,b,c,d hanya sekedar tahu. Anda baca Tirto paham.

Saya memikirkan itu dan menawarkan ke banyak tempat. Mereka beberapa diantaranya tak mau modalin saya. Ide ini sudah tiga tahun sampai akhirnya berdiri dengan modal sendiri. Itu yang saya sebut confident level atau tingkat keyakinan. Lah sekarang Tirto peringkat 54 di Indonesia menurut situs Alexa. Walaupun tidak menjadi satu-satunya parameter tapi baru setahun.

Apa Tirto mengikuti tren media daring?

Coba Anda cari di Tirto ada ga judulnya yang heboh atau dasyat. Insya Allah tidak ada. Karena apa?, saya menempatkan pembaca sebagai bukan hanya sekedar objek tapi sebagai subjek yang membaca dengan otak, fikiran dan kecerdasannya.

Misalnya, saya tidak bilang seseorang itu ganteng. Saya memilih memakai kata-kata untuk menggambarkan dengan jelas. Hidung mancung, kulit kuning, rambut ikal. Karena orang menilai ganteng itu berbeda-beda. Mungkin bibirnya kurang seksi. Jadi pembaca menyimpulkan. Artinya yang kita sampaikan adalah bukan hanya kata-kata tetapi data-data pendukung.

Apa yang dikenal dari Tirto?

Yang paling dikenal infografik. Kalau media lain buat infografik seminggu tiga kali. Kalau Tirto bisa 20 kali dalam sehari. Selain itu, kita membagi rubriknya berbeda dengan yang lain. Ada Arta, Raga, Rupa dan Mereka. Itulah yang saya sebut diferensiasi.

Siapa sasaran pembaca Tirto?

Kami concern pada generasi Millenial dan Z. Mengapa? Karena mereka adalah deposite kami. Mereka masih punya masa depan hingga 15 atau 20 tahun kedepan. Paling tidak menjanjikan kepada kami anak-anak ini masih setia membaca Tirto.

Sementara untuk generasi tua, mereka pengambil keputusan.  Saya punya agenda ingin negara ini menjadi  lebih bagus. Bikin sesuatu (liputan) yang bagus, supaya nanti pemerintah berfikir ini salah atau benar. Jadi saya “dapat” mempengaruhi pemerintah untuk lebih baik.  Saya sering diundang ke Istana Presiden, KPK sekedar berbagi informasi atau minta pendapat.

Isu liputan diangkat dari mana?

Ada dua. Satu berdasarkan pasar dan ide. Kalau berdasarkan pasarkan berita umum yang banyak diakses orang saat itu. kalau ide itu idealis. Apa yang akan kita ingin supaya orang datang. Membuat orang berfikir sehat setelah  membaca Tirto.

Bagaimana proses kerja redaksi Tirto?

Setiap minggu dua kali rapat proyeksi. Untuk perencanaan apa yang akan kita bikin. Kontennya apa. Ada sembilan alur sampai tulisan itu terbit. Rencana konten, turun ke lapangan, sumber berita primer, riset data sekunder, analisa hipotesa, presentasi sidang redaksi, penulis/editor eksekusi, analisa berita dan kedalaman, publikasi ke web dan akun media sosial.

Jadi kalau dulu aku jadi wartawan Detik. Alurnya cepet aja. Wartawan, narasumber,momen atau peristiwa, kasus, lapor ke kantor, ditulis,edit selesai. Paling cuma empat aja.

Apa saja sumber berita Tirto?

Ada dua sumber berita primer dan sekunder. Primer itu yang turun kelapangan, observasi dan wawancara. Untuk sekunder : riset. Bisa buku, data-data riset dan macam-macam. Hasil itu sudah ada asumsi. Misalnya, asumsi kita pemuda Riau masih agamis, masih positif dan lain-lain. Namun, setelah melakukan peliputan berbeda. Jadi asumsi awal dengan asumsi berikutnya bisa berbeda.

Rahasia umum soal framing narasumber. Bagaimana di Tirto?

Kalau kita kan sering mencari pembenar dari narasumber lain. Misalnya kita ingin buat berita Riau kacau ini. Kita wawancara dosen atau peneliti bilang Riau kacau. Seolah-olah dia mewakili semuanya. Tapi kan ga semua melihat dengan sudut pandang yang sama. Yang lain bilang enggak ah ga kacau. Di Tirto enggak begitu.

Bagaimana Tirto melakukan riset?

Di Tirto ada lima orang. Beberapa ada langganan periset. Web internasional. Total kita menghabiskan biaya riset setahun 150 juta Rupiah beli yang sudah jadi.  Tapi kita ada beberapa kali melakukan riset. Ada namanya Jakpat. Jajak pendapat. Dulu pertama kali kita bayar. Setelah tahu Tirto, brand lebih bagus, nama dia kita tampilkan. Akhirnya gratis. Lalu, data hasil riset dipresentasi, diuji apakah valid. Ditanya sumber dari mana. Oh ya masuk akal. Kalau ga, buang.

Selanjutnya?

Kalau informasinya layak akan naik menjadi Current Issue informasi yang habis sehari. Kalau bagus kita angkat ke Mild Report. Berita yang cukup bagus tetapi tidak untuk dibesar-besarkan atau didalami. Tapi bisa isu itu makin dibesarkan. Misal berita dari Riau bisa jadi isu nasional. Tanya narasumber Jakarta. Lalu didalamin. Ini kita sebut Indepth Reporting.

Kalau sudah selesai dikirim ke empat channel Web, Facebook, Instagram dan linkedin.

Apa standar tulisan yang bisa naik?

Yang pasti kira-kira secara data kualitatif maupun kuantitatif memenuhi. Kedua, ada  pengaruhnya. Ketiga sudah memenuhi tentang cover both side. Kalau sudah memenuhi kemungkinan besar lolos. Kalau tulisan dibuang banyak. Mohon maaf, jadi kita menulis itu bertanggung jawab. Soalnya kalau ga begini, apa yang terjadi untuk masa depan anak kita?.

Kan kalau kita mengejar traffic, click bait itukan biarkan aja. Saya tidak mengejar traffic.

Apa alasan membagi wartawan berdasarkan jenis berita?

Soal pembagian Indepth, Mild, Current. Kita ingin menyampaikan masalah yang harus dibahas dan digede-gedein. Lalu ada masalah yang tidak perlu.

Kalau Anda mengikuti laporan utama soal Perusahaan Aice. Menjual produk dengan murah. Cuma ada masalah, dia bisa menjual murah karena  membayar upah karyawan diluar standar.  Tirto kok resek amat sih ini dipermasalahkan. Bagi Tirto seluruh perusahaan  di Indonesia menjalankan fungsinya dengan benar. Membayar pajak, upah sesuai UMR ga bisa sembarangan. Ketiga, dia perusahaan ga bener kok masih bisa menjadi sponsor Asian Games 2018. Jangan nanti menjadi sponsor, ngetop, teriak-teriak tetapi di dalam perusahaan sendiri bobrok. Kalau mau usaha ya bener gitu loh.

Mengapa berani memuat tulisan panjang?

Kalau orang baca media lain kan bentar aja. Lalu keluar. Kalau Tirto orang sudah kerasan. Jadi balik lagi ke Tirto. Tingkat kembalinya itu 85 persen. Sesuai hipotesa saya, ada pembaca itu yang suka tulisan panjang dan banyak hanya saja sekarang itu tidak ada ‘barang’.

Kenapa belum membuat iklan setahun awal berdiri Tirto?

Kan yang dijual ke orang itu data-data berkaitan dengan performa Tirto. Diawal jumlah pembacanya rendah kan?. Kalau sekarang sudah gede. Kalau awal berdiri itu 10 ribu. Sekarangkan sudah 10 juta. Jadi nanti mulai iklan dari traffic yang gede. Jadi asumsi pengiklan lebih mahal iklan di Tirto.

Bagaimana soal kesejahteraan wartawan Tirto?

Kontrak setahun. Kalau berhasil, kita angkat karyawan tetap. Tidak, ya keluar. Sekarang sudah 80 orang  karyawan tetap. Walaupun tidak karyawan tetap, saya sudah pakai BPJS. Supaya kita buat bagus tapi cara bisnis kita buruk ga ada artinya. Omong kosong Pak Sapto katanya mau membangun peradaban baru, tapi ga beradab juga.*