Pasca penangkapan terduga terorisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Rektor Universitas Riau, Aras Mulyadi menetapkan rencana meredam aksi radikalisme, intoleransi, terorisme dan penggunaan bahan terlarang di kampus.

Pertama, berkoordinasi dengan seluruh civitas akademika. Kedua membenahi peraturan terkait tata lapangan di kampus, seperti pedoman pelaksanaan kegiatan oleh civitas akademika di UNRI.

Ketiga, membuat pendampingan dan pembinaan terhadap kegiatan yang dilakukan civitas akademika UNRI. Keempat, mengontrol penggunaan seluruh fasilitas kampus, mendata warga lain yang masuk ke lingkungan kampus. Nantinya peraturan menginap di kampus akan diatur.

Terakhir, revitalisasi kurikulum dalam proses pembelajaran baik mata ajar yang berhubungan langsung seperti pengendalian paham maupun yang tidak berhubungan langsung. Dan juga memasukkan nilai-nilai Pancasila ke dalam kurikulum ajar.

Aras Mulyadi jelaskan rencana tersebut dalam konferensi pers usai deklarasi penolakan dan pengutukan terhadap tindakan terorisme radikalisme dan intoleransi. Kegiatan ini dilakukan di depan gedung Rektorat UNRI, Senin (4/6).

Hadir Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ketua BEM dan  DPM UNRI serta Kapolda Riau. Puluhan orang telah berkumpul sejak pagi. Mahasiswa, dosen, pegawai, polisi dan wartawan berdiri di depan gedung rektorat.

Di awal, Aras Mulyadi menyampaikan terima kasih kepada tim Densus 88 dan Polda Riau yang telah amankan kasus perakitan bom di lingkungan UNRI. “Kami seluruh civitas akademika UNRI mengutuk tindak terorisme, radikalisme, intoleransi dan pemakaian obat-obatan terlarang yang mampu memecah belah persatuan NKRI.”

Aras Mulyadi akui kecolongan, ia tak menyangka bahwa kasus ini akan terjadi di UNRI. Ia berharap ini merupakan kasus pertama dan terakhir.

Nandang beri apresiasi terhadap deklarasi. Ia jelaskan, rangkaian penangkapan ini dimulai dari penyelidikan selama dua minggu. “Tim Densus menyampaikan dan melaporkan ke saya untuk memastikan bahwa yang bersangkutan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan terorisme,” ujar Nandang.

Menurut Nandang , ketiganya  alumni FISIP UNRI. Zamzam, alumni Pariwisata angkatan 2002 ditangkap di homestay Mapala Sakai. Kalek ditangkap sesudahnya di tempat yang sama. Sedangkan Bima ditangkap di rumahnya di Tampan.

Hasil pemeriksaan polisi, jenis bom yang digunakan sama persis dengan bom yang di Surabaya. Bomnya sangat sensitif, “jika kena sinar bisa meledak.”

Ketiganya terafiliasi dengan Jaringan Ansharut Daulah (JAD). Punya kaitan dengan salah satu  pelaku teror di Mapolda Riau beberapa waktu silam. “Pak Ngah pernah meminta Z buatkan bom, namun beliau menolak karena belum sempat,” kata Nandang.

Nandang tanggapi pernyataan wartawan terkait Standart of Procedure (SOP) penangkapan yang dilakukan anak buahnya di UNRI. Menurutnya, setiap ancaman memiliki penanganan yang berbeda sesuai dengan tingkat ancaman memengaruhi jenis penindakannya. “Kalau Polisi bekerja tanpa SOP baru bisa dipermasalahkan.”

Penulis : Rizky Ramadhan

Editor   : Eko Permadi