Binmatkum, Memasyarakatkan Kampus Sadar Hukum

Hukum adalah suatu sistem pengatur norma kehidupan masyarakat agar tidak saling celakai satu sama lain. Hukum menata lebih baik keadaan bidang politik, sosial, maupun ekonomi.

Hal ini dijelaskan oleh Mia Amiati, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dalam melakukan Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (Binmatkum) di Aula Rektorat Universitas Riau  (04/10).

Binmatkum merupakan program Kejati guna penerangan atau penyuluhan hukum. Memaparkan pada masyarakat termasuk mahasiswa, apa saja hak dan kewajiban sebagai masyarakat di negara hukum.

Bagi Mia, mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus pahami serta terapkan arti pentingnya hukum.

Indonesia merupakan negara hukum. Hukum yang dimaksud tidak hanya aturan tertulis saja, namun aturan yang tidak tertulis juga mesti ditaati sepenuhnya agar kemakmuran dan keadilan tercipta.

Orang-orang yang melanggaran aturan harus terima sanksi tegas.  “Masih banyak masyarakatnya langgar hukum. Pula terjadi di kalangan pemerintah bahkan instansi-instansi termasuk lembaga pendidikan,” Sahutnya.

Wakil Kejati Riau itu juga jelaskan beberapa hal dalam mewujudkan kesadaran hukum. Sebab, tingkat kesadaran warga negara jadi tolak ukur kemajuan suatu negara.

“Semakin tinggi kesadaran warganya atas hukum, semakin tertib pulalah kehidupan bernegaranya. Begitupun sebaliknya.”

Ia juga katakan bahwa sejatinya hukum tak akan terjadi tanpa kesadaran untuk taat.

“Sebuah teori katakan bahwa hukum tidak ikat masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukum masyarakatnya sendiri,” Lanjut  Mia.

Hal pertama yang harus dilakukan seseorang untuk wujudkan kesadaran hukum ialah seseorang mesti tahu bahwa hukum ialah pelindung masyarakat dari keadaan tak berhukum.

Kedua, mengenai pemahaman hukum, artinya kesalahpahaman seseorang terhadap hukum akan mengakibatkan hukum tidak sesuai jalannya. “Misalnya, bagaimana suatu pasal terbentuk dan bagaimana cara pengaplikasiannya.”

Ketiga, ia juga katakan kesadaran tentang kewajian hukum terhadap orang lain. Hal ini menekankan tentang menghargai hak hukum orang lain, juga sadar atas adanya ganjaran dari setiap perbuatan terhadap orang lain.

Terakhir, menerima hukum sebagai aturan yang harus ditaati. Membuat masyarakat menerima hukum tidaklah mudah. Sehingga pengajaran secara berkala dapat berikan efek penerimaan hukum oleh masyarakat.

Wakil Kejati Riau itu juga mencirikan bagaimana mahasiswa yang taat hukum. Menurutnya, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan yang utama.

Lalu, demokratis sehat dan bertanggung jawab. Berkedaulatan perjuangkan rakyat. Menghargai perbedaan pendapat dibingkai bangsa multikultural. Kemudian, hormat hak dan kewajiban asasi manusia. Junjung supremasi hukum. Mampu wujudkan dinamika antara disiplin sosial serta otonomi individu  yang selaras lagi serasi. Efektifkan kontrol sosial dengan jaga iklim kehidupan masyarakat yang sejuk.

Selanjutnya, transparan antar golongan demi kerukunan, berkesinambungan agama, suku atas nama kelestarian idelogi bangsa serta pengembangan budaya nasional ber-Bhineka Tunggal Ika.

Terakhir, berketahanan nasional dalam hal menyikapi abad informasi, teknologi, komunikasi, dan kebudayaan global. “Misalnya, suatu informasi yang tidak dipahami jangan langsung disebarkan. Ditakutkan berita bohong, sehingga melawan undang-undang ITE,” ujar Mia.

Demi menjawab tantangan kemajuan era globalisasi, dunia perkampusan harus siapkan mahasiswa berkecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosi (QE), dan kecerdasan spiritual (SQ). Sehingga, mahasiswa tidak hanya berpengetahuan kognitif, tetapi juga memiliki attitude dan psikomotorik mumpuni.

Kejati Riau buka ruang magang bagi mahasiswa dengan catatan resmi dari universitas. Sesuai bidangnya, misal penelitian skripsi. “Kami terima dengan senang hati,” ujar Mia.

“Harapannya mahasiswa jadi generasi tangguh atasi tantangan jaman dan ingkatkan kesejahteraan bagian masyarakat madani yang dicita-citakan bangsa Indonesia,” tutupnya.

Penulis : Raudatul Adawiyah Nasution

Editor : Ambar Alyanada