Beberapa mahasiswa mengerumuni halaman depan Gedung Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Selasa (18/12). Diikuti dengan orasi pertama oleh Kordinator Lapangan Aksi, Rifki Adha. Mimbar bebas ini buntut dari pelecehan seksual secara verbal baru-baru ini.
Baca juga : Pelecehan Verbal ‘Ayam Kampus’ kepada Jeny
Di lapangan terbentang dua spanduk bertuliskan Jangan Takut Bersuara #SpeakUpWomen dan satunya lagi berisi spanduk ajakan berupa Mari Ciptakan Ruang Aman di Kampus Bagi Wanita.
Aksi ini mendapat dukungan dari kelembagaan se-FISIP dan dihadiri oleh Suyanto, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni.
Menurut Rifki latar belakang diadakannya aksi ini dikarenakan pelecehan seksual yang terjadi oleh salah satu wanita di FISIP yang dilakukan oleh seniornya beberapa minggu lalu.
“Aksi ini juga bertujuan untuk mengajak wanita agar tidak takut bersuara sebab mereka berada dibawah lindungan kelembagaan.”
Hal ini dibenarkan oleh Rizki Priadi selaku Bupati Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi. Ia katakan bahwa menciptakan ruang aman adalah bentuk agar perempuan dapat menyuarakan apabila mengalami pelecehan.
Adapun tuntutan yang diajukan ialah:
- Menuntut kepastian rapat senat untuk membahas kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus.
- Menciptakan ruang aman bagi perempuan di FISIP Universitas Riau.
- Menindaklanjuti segala aduan terkait pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.
- Membuat regulasi untuk menindaklanjuti pelecehan seksual di lingkungan kampus.
Apabila dalam waktu 3×24 jam setelah penyerahan tuntutan ini belum ada perkembangan dari pihak Dekanat FISIP Universitas Riau, maka akan membawa kasus ini untuk diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku.
Akbar Islami Wakil Gubernur Mahasiswa FISIP katakan bahwa dari pihak kelembagaan dan BEM akan terus mengawasi kasus ini hingga tuntas. Bahkan juga turut menyebarkan kuisioner untuk perempuan agar bisa menyuarakan tentang pelecehan yang dialaminya melalui tulisan.
“Kuisioner ini bersifat privasi, jadi mereka bisa lebih leluasa mengungkapkan apa yang mereka alami. Dari 3189 mahasiswi FISIP, ada 356 kuisioner yang kami sebarkan keseluruh mahasiswi FISIP. Data tersebut nantinya akan kami rekap untuk mengetahui siapa saja yang speak up disana,” jelas Akbar.
“Namun jika masih belum efektif juga, kami akan mewadahi dengan ruang tertutup karena mereka semua harus speak up.”
Dalam kesempatan yang sama, Suyanto sampaikan orasi.
Hari ini bersama–sama kita bawa persoalan ini ke publik. Kita bawa persoalan ini ke ranah hukum, ke institusi. Bagaimana pun, diskriminasi terhadap mahasiswa dan mahasiswi harus sama–sama kita tuntaskan. Saya sebagai pimpinan fakultas dan juga sebagai dosen, merasa miris melihat kondisi saat ini. Karena saya juga pernah menjadi mahasiswa.
Jangan takut terhadap penindasan, jangan takut terhadap diskriminasi. Ini harus kita sampaikan ke publik.
Dan saya apresiasi kepada mahasiswa dan mahasiswi yang menyampaikan hak–hak dan kewajibannya termasuk dengan pelecehan seksual verbal maupun non nonverbal yang dirasakan pada hari ini.
Kita sama sama tuntaskan dan kawal pelecehan seksual yg ada dikampus kita. Kita usir orang-orang yang melakukan diskriminasi terhadap kampus kita.
Bersama-sama kita mengawal, dikelembagaan, pimpinan fakultas, dosen, pegawai kita jangan takut, bersama sama kita bisa menghadapi itu. Dan ini harus kita apresiasi org2 yang berani mengungkapkan hal hal yang selama ini ditakuti oleh mahasiswa dan mahasiswi. Kita sudah diera demokrasi, kita sudah di era keterbukaan, kita diera kebebasan.
Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan apa yang disampaikannya saat mediasi yang dilakukan pendamping korban pelecehan seksual verbal dan kelembagaan mahasiswa FISIP pada Senin (10/12).
Suyanto berharap kasus sudah bisa diselesaikan di hari itu juga untuk mencari jalan tengah. Ia juga sempat meminta untuk kasus ini tidak sampai keluar FISIP, melindungi marwah fakultas.
“Harus cepat mengambil sikap, persoalan ini harus sampai disini, jangan sampai keluar (ke orang tua, ke hukum, ke universitas). Borok ini sampai disini harus diselesaikan,” katanya.
Bahkan Suyanto sempat mempertanyakan kehadiran media Bahana Mahasiswa di dalam forum dan meminta untuk tidak menuliskan tentang kasus ini.
Reporter : Meliana Fannisa, Salsabila Diana Putri
Penulis : Salsabila Diana Putri
Editor : Ambar Alyanada