Oleh Reva

“Mohon perhatian pesawat udare Citilink dengan nomo penerbangan Q J delapan satu lime dari Bandung telah mendarat, terime kasih”.

Pengumuman ini terdengar dari pengeras suara di terminal kedatangan Bandar udara Sultan Syarif Kasim II atau lebih dikenal Bandara SSK II.  Bahasa melayu diumumkan setelah pengumuman dengan bahasa Indonesia dan bahasa inggris.

Bandara SSK II menerapkan ini sejak Mei 2018 lalu. Selain info kedatangan pesawat, bahasa melayu juga digunakan untuk mengumumkan jadwal keberangkatan.

Awalnya Wan Thamrin Hasyim sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Riau menugaskan dua rombongan terbang ke Pulau Jawa. Tujuannya untuk studi banding dan mempelajari pelestarian kearifan lokal di dua kota yaitu Bandung dan Yogyakarta.

Kedua kota ini dipilih karena dinilai berhasil menerapkan muatan lokal di kotanya.

Rombongan pertama menuju Kota Bandung, diketuai Kepala Dinas Kebudayaan Yoserizal Zen. Di Bandung ada satu hari dalam seminggu para pegawai pemerintahan diwajibkan menggunakan Bahasa Sunda dan memakai pakaian adat Jawa Barat. Program dikenal dengan nama Rebo Nyunda.

“Pada tempat-tempat umum juga menggunakan tulisan-tulisan menggunakan bahasa Sunda,” kata Yoserizal

Rombongan kedua menuju Yogyakarta dipimpin oleh Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi Riau Ahmad Syah Harrofie.

Adat jawa sudah sangat melekat di Jogjakarta. Selain itu budaya membatik juga termasuk muatan lokal yang telah diajarkan sejak bangku sekolah.

Taufik Ikram Jamil dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau ikut rombongan Ahmad Syah menceritakan di Bandara Adi Sucipto sudah menggunakan tiga bahasa yaitu Inggris, Indonesia, dan Jawa. Penggunaan bahasa ini selain untuk melestarikan muatan lokal juga dikarenakan banyak masyarakat yang belum memahami bahasa Indonesia.

Hasil dari studi banding ini kemudian dijadikan dasar dalam penyusunan Peraturan Gubernur Riau tentang muatan lokal di ruang umum dan Pendidikan.

Untuk uji coba pertama mengikuti jejak Provinsi Yogyakarta dipilih Bandara SSK II untuk menggunakan bahasa melayu.

“Dipilihnya bandara sebagai tempat pertama penerapan muatan lokal di ruang umum karena bandara merupakan pintu gerbang orang untuk memasuki Riau,” kata Taufik Ikram Jamil.

Kemudian Pihak  dinas kebudayaan lakukan pertemuan dengan pihak Angkasa Pura II selaku pengelolah bandara. Dipertemuan itu juga hadir Taufik Ikram Jamil mewakili LAM Riau.

Hasil pertemuan ini disambut baik oleh Eksekutif General Manager Bandara SSK II Jaya Tahoma Sirait.

Kendala muncul, sebab pihak bandara belum memiliki announcer atau penyiar yang cakap dalam berbahasa melayu. Kemudian Taufik Ikram Jamil menawarkan untuk mencarikan penyiar guna membacakan pengumuman di bandara.

Usai pertemuan itu, Taufik menghubungi Jefri Rizal. Jefri Rizal merupakan rekan seprofesinya yaitu dosen Sastra Daerah Melayu, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning.

Lalu, Jefri menghubungi Asmah Aini yang juga dipilih oleh Taufik Ikram, mahasiswa angkatan 2010 yang telah menamatkan studinya awal tahun 2016 lalu dari jurusan Sastra Daerah Melayu tersebut.

Asmah Aini, perempuan kelahiran Tanjung Balai Karimun ini kerap memandu acara menggunakan bahasa melayu. Salah satunya ialah program Detak Melayu yang tayang di TVRI. Meskipun bukan keturunan melayu asli namun Asmah Aini mengaku sangat tertarik akan budaya melayu.

“Seseorang yang bukan orang melayu tapi mencintai dan melestarikannya lebih baik dari mereka yang asli melayu tapi tak peduli pada budayanya,” kata Asmah Aini yang merupakan ucapan dosennya saat ia bertanya tentang ketertarikannya pada budaya melayu.

Dalam perbincangannya dengan Jefri melalui whatsapp, Jefri memintanya hadir ke LAM. Saat itu, Asmah Aini mengaku belum tahu tujuan pemanggilannya. Ia hanya tahu akan ada project.

Siang esoknya ia datang ke LAM Riau bertemu Taufik Ikram, Jefri dan Angga di ruang rapat LAM Riau. Angga adalah seorang editor yang juga memiliki studio rekaman. Studionya sering dipakai band-band musik tradisional Riau untuk rekaman.

Saat itulah Asmah Aini mengetahui bahwa ia dipilih untuk menjadi penyiar di Bandara.

“Awalnya terkejut tapi setelah mendapat arahan dari Pak Taufik Ikram Jamil yang juga dosen saya, kemudian saya menyanggupinya,” kata Asmah Aini.

Lima hari berikutnya perekaman dilakukan. hasilnya akan diputar pada awal bulan Mei.

Perekaman dilakukan di studio milik Angga mulai sore hingga pukul sepuluh malam. Tak banyak kesulitan yang ditemui, hanya saja Asmah Aini mengaku sulit menemukan nada dalam membacakan pengumuman tersebut.

“Nada bicara banyak yang jumping. Saya kesulitan menemukan nada yang lembut dan sesuai,”

Selain menjadi pengalaman pertamanya, Asmah Aini juga mengaku sulit karena perekaman dilakukan terpisah. Dimulai dari ucapan “mohon perhatian”, nama pesawat, kode penerbangan, tujuan keberangkatan dan ucapan “terime kasih”.

Angga kemudian mengedit suara rekaman untuk diserahkan kepada pihak Angkasa Pura II. Suara rekaman inilah yang diputar dan diulang untuk pengumuman kedatangan dan keberangkatan pesawat.

Sejak Mei lalu, kini sudah memasuki bulan ketujuh penerapan muatan lokal di Bandara.

Awal pemutaran suaranya di pengumuman bandara, Asmah Aini pernah menerima sanggahan dari temannya. Mereka protes tentang ketidak sesuaian bahasa melayu yang diucapkan oleh Asmah. Vokal R yang mendapat banyak sanggahan.

Menurut mereka vokal R dalam bahasa melayu tetap terdengar meskipun beberapa hanya terdengar sedikit saja. Seperti dalam kata “Terime kasih”. Namun, sanggahan ini tidak tepat. Sebab Asmah, Jefri, Angga dan Taufik Ikram telah mengkaji tentang pengucapan ini.

Hasilnya, pengucapan R dalam bahasa melayu memang tidak terdengar keras.

“Rencananya setelah enam bulan akan dilakukan pergantian dengan dialek lain bahasa melayu,” kata Taufik.

Pada ayat 15 pasal 1 Peraturan Gubernur Riau tentang Penerapan Budaya Melayu Riau di Ruang Umum, Bahasa Melayu Riau adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi antar masyarakat Melayu Riau.

Bahasa melayu di Riau terbagi menjadi lima dialek yaitu Kampar, Kuantan Singingi, Melayu Pesisir, Melayu Kepulauan dan Kepri.

Dialek yang digunakan di bandara uji coba pertama ini adalah dialek melayu pesisir. Biasa berakhiran “e”. Sebab bahasa melayu pesisir lebih familiar di telinga masayarakat Indonesia dibanding dialek lain. Seperti melayu kepulauan biasanya berakhiran “o” dan bahasa melayu Kampar dan Kuansing lebih terdengar mirip dengan bahasa minang.

Selain itu, pemilihan ini dikembalikan berdasarkan sejarah. Bandara SSK II disahkan oleh Sultan Syarif Kasim yang berasal dari Siak. Artinya, ia berasal dari melayu pesisir.

Bahasa melayu pesisir dikenal juga Bahasa melayu baku di Malaysia. Melayu sejatinya berasal dari Johor Malaysia dan Riau di Indonesia. Sebab itulah, bahasa melayu Riau mirip dengan bahasa melayu Malaysia.

Bedanya, di Malaysia akhiran “e” dalam pengucapan tidak diikuti dengan tulisan. Artinya, ejaan dan tulisan berbeda. Sebagai contoh kata kemana dibaca kemane. Sedangkan melayu Riau ejaan dan tulisan sama. Kata kemane tetap tertulis kemane.

Eksistensi bahasa juga dipertimbangkan dalam pengumuman ini. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang diserap dari bahasa melayu. Sebab itu kata yang digunakan juga diseleksi.

Pengucapan Pesawat udare contohnya. Dalam bahasa melayu, sebenarnya akrab disebut kapal terbang. Namun, pesawat udare lebih eksis dan familiar di telinga serta tidak menyalahi bahasa melayu. Sebab itulah dipilih kata pesawat udare.

Hasil uji coba ini yang kemudian disusun sebagai Peraturan Gubernur Riau Nomor 46 Tahun 2018 tentang Penerapan Budaya Melayu Riau di Ruang Umum. Salah satu tujuan dari peraturan ini adalah mengatur penerapan muatan budaya Melayu Riau di ruang umum.

Peraturan Gubernur Riau ini disahkan pada delapan Agustus tahun 2018.

Pada pasal 6 Bandar udara masuk dalam daftar obyek penerapan muatan budaya melayu riau. Bersamaan dengan terminal dan pelabuhan.

Kemudian diperjelas pada Bab VI tentang Penerapan Budaya Melayu Riau, Pasal 8 ayat 1 mengatakan Bahasa Melayu Riau digunakan untuk penamaan gedung, ruangan, obyek lainnya serta penyampaian pengumuman dan berkomunikasi.

Penyampaian pengumuman dan berkomunikasi ini yang dijadikan dasar pengumuman di Bandara menggunakan bahasa melayu.

Dalam penganggaran dana untuk pelaksanaan aturan ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah. Seperti penamaan jalan dan perekaman pengumuman ini contohnya.

Begitupun dengan monitoring dan evaluasi. Diatur Pada ayat 1 pasal 17 BAB IX tentang monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan, Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota dan LAM Riau.

Selain mengkaji tentang muatan lokal di ruang umum studi banding juga mempelajari muatan lokal di pendidikan.

Di Yogyakarta telah menerapkan pelajaran membatik di sekolah – sekolah. Di Riau mata pelajaran Budaya Melayu Riau juga sudah diajarkan. Namun, dinilai masih kurang tenaga pengajar. Pemerintah Provinsi Riau berencana menyurati Kementrian Pendidikan guna meminta sertifikasi bagi guru pengajar muatan lokal. Hal ini disambut baik dan sedang diproses.

Selain itu, kantor-kantor pemerintahan juga sudah menciptakan suasana melayu dalam kesehariannya. Seperti diwajibkannya pemesanan kue atau makanan khas melayu dalam acara yang digelar di kantor pemerintahan.