Meski tak pernah ‘mondok’ di pesantren, Indah berjaya di berbagai gelaran baca Al-Qur’an.  Ia hafal 19 juz kitab suci umat Islam tersebut.

Oleh Haby Frisco

PONDOK Pesantren Darunnajah kembali gelar Musabaqah Hifdzil Quran (MHQ). Pada helat ke-4 ini, panitia mengundang peserta se-Asia Tenggara : Myanmar, Filipina, Kamboja, Singapura, Malaysia dan Thailand. MHQ merupakan salah satu cabang perlombaan Musabaqah Tilawatil Qur’an berupa membaca hafalan Al-Qur’an dengan tartil dan morattal.

Rizki Indah Lestari mulai perjalanan seleksi daerah pada  4-5 Agustus 2018. Ada 13 wilayah se-Indonesia untuk menjaring kafilah terbaik dari pondok pesantren dan rumah tahfidz. Indah ikuti seleksi kategori umum mewakili Rumah Tahfidz Al-Alim, Siak. Untuk wilayah Riau-Kepri, Ia bertanding di Dumai dan berhasil meraih juara 1 hingga bisa lanjut ke tingkat nasional.

Mahasiswi  Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau ini mesti mengikuti seleksi lagi dengan peserta se nusantara 10-12 November 2018. Dewan juri menentukan 5 terbaik dari 34 putra-putri Indonesia untuk bertanding antar negara. Sedari awal, Indah mengikuti cabang hifdzil 10 juz. Dalam perlombaan yang sama ada cabang lain 1,5,10,15, 20 dan 30 juz putra-putri.

Juri mencabut paket soal buat Indah. Satu paket berisi empat soal acak dari 10 juz Al-Qur’an. Dewan juri membaca potongan ayat dan Indah harus bisa melanjutkan dalam waktu 15  menit.

Indah menyelesaikan hari pertama dengan baik dan lulus sampai final di hari kedua. Ia mendapat soal juz satu halaman ke 7, juz lima halaman ke 20, juz delapan halaman ke 12, juz 10 halaman ke 18. Dibaca sekitar 10 baris. Ia mengenang kesulitan dalam Surah An-Nisa, lantaran  kata-katanya mirip.

“Sedikit terhenti selama beberapa detik untuk mengingat, lalu meminta ulang kembali soal yang dibacakan juri,” jelasnya.

Dalam aturan memang diperbolehkan untuk meminta ulang dengan sekali kesempatan tanpa mengurangi poin.

“Alhamdulillah enggak ada salah baca,” tambah Indah.

Juri menilai kekuatan hafalan, hukum bacaan (tajwid) dan ketepatan bacaan (fashaha). Selain itu, Indah juga gunakan jenis lagu bayyati untuk melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Peta persaingan menurut Indah begini : kelancaran hafalan, para peserta dari Indonesia pesaing terberatnya. Tajwid dan fashaha untuk mancanegara adalah Singapura dan Malaysia. Ia juga tak menampik, negara  minoritas muslim seperti Thailand tak bisa diremehkan. Banyak Dewan Juri, panitia, dan peserta lain kagum dengar bacaan mereka yang fasih, lancar dan irama yang merdu.

“Merasa ngeri-ngeri juga dengan lawan dari mancanegara, anggapan kita kan mereka itu minoritas tapi hafalan dan bacaannya sangat bagus,” ujarnya.

Tak mudah bagi Indah mengikuti MHQ kali ini. Lawannya para santri terbaik dari berbagai pondok pesantren sementara dirinya bukan santri. Meski begitu, pada penutupan dan pengumuman juara, Dewan Juri menasbihkan Indah merengkuh juara dua kategori hifdzil 10 juz se-Asia Tenggara.

Kejayaan Indah dibidang baca Al-Qur’an dimulai sejak kecil.

Gelaran  MTQ di Rokan Hilir pada 2009, saat Indah masih sekolah dasar, raih juara 1 hifdzil qur’an satu juz dan tilawah. Tak ada rintangan hingga ia mewakili Riau untuk MTQ tingkat nasional di Bengkulu. Namun belum meraih juara. Tahun demi tahun, Indah naik ‘kelas’ hifdzil 10 juz.

“Awal mengikuti aku belum berhasil karena hafalan belum lancar, usaha diiringi doa yang menguatkan hafalan,” katanya.

Masa kuliah, kejayaan Indah makin terang dengan bergelimang prestasi cabang hifdzil qur’an 10 juz . Pada 2017  mewakili UNRI di  MTQ Mahasiswa Nasional ke-25 di Universitas Brawijaya, Malang. Ia meraih juara satu. Di Desember tahun yang sama, meraih juara satu MTQ Provinsi di Dumai, sebagai utusan Kabupaten Siak

Mei 2018, Indah ikut Olimpiade Qur’an Nasional di Universitas Negeri Yogyakarta sebagai perwakilan UNRI. Masih dengan cabang lomba yang sama, ia kembali meraih juara satu. Selanjutnya, pada Oktober 2018 ia ikuti MTQ Nasional ke-27 perwakilan Pemerintah Provinsi Riau di Medan diganjar juara dua.

Indah dapat pelajaran dari ikuti gelaran MTQ. Mendapat ilmu baca Al-Qur’an langsung dari ahlinya lantaran jika ada kesalahan langsung diperbaiki. Selain itu, dapat bertemu teman sesama penghafal bisa saling memotivasi.

Atas prestasinya tersebut, Indah mendapat penghargaan berupa uang pembinaan dari UNRI.  Levky, Kasubbag minat, bakat dan penalaran sampaikan telah ada anggaran setiap mahasiswa berprestasi. Meski tidak utusan  universitas, tetap diberikan penghargaan karena dia mahasiswa UNRI sebagai apresiasi telah mengharumkan nama universitas. Sertifikat yang didapat menunjang peringkat universitas.

Namun saat ini  diberikan hanya prestasi tingkat Nasional dan Internasional. Untuk tingkat provinsi dan regional belum tersedia. “Dengan pemberian reward dapat menambah motivasi untuk lebih berprestasi,” kata Levky. Beberapa gelaran, Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Syapsan dan Levky turut mendampingi Indah bertanding.

“Prosesnya ga instan,” jelas Indah mahasiswi asal Perawang ini.

SEBELUM mengikuti lomba, ia biasanya mengikuti pembinaan. Jika utusan Kabupaten Siak, Indah latihan di Asrama Haji Siak dan utusan Riau di gedung Balai Penjamin Mutu Pendidikan Pekanbaru. Untuk mengikuti MTQ Nasional, pihak Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an  dan Biro Kesejahteraan Rakyat Pemprov Riau berikan pelatihan selama dua bulan penuh.

Rutinitasnya yaitu dari subuh sudah ulangi hafalan hingga malam hari.  Metodenya ustaz menghitung berapa banyak kesalahan dan koreksi. Setiap hari perkembangan tiap peserta dicek. Berbeda dengan jika utusan UNRI. Universitas meminta Imam Masjid Arfaunnas Ustaz Tajudin Nur melatih Indah.

“Biasanya aku memperbaiki hafalan setiap ada pelatihan MTQ aja sih, sama ustaz ku di Siak,” ujar Indah. Ustaz Hanafi Hamzah pengelola Rumah Tahfidz Al-Alim. Ia membimbing Indah belajar Al-Qur’an jika akan mengikuti perlombaan MTQ saja.

Meski tak pernah mengecap pendidikan di pondok pesantren, keluarganya mendorong untuk belajar memahami kitab suci umat muslim tersebut. Putri pasangan Sumiran dan Nuraisyah ini tak ada latar belakang penghafal Al-Qur’an. Ibunya alumnus kuliah perbankan, Ayahnya tamatan teknik mesin Universitas Sumatera Utara dan sudah pensiun dari salah satu perusahaan bubur kertas di Perawang.

“Kalau mengandalkan di sekolah aja biasanya anak ga maksimal,” kata Sumiran.

Sejak kecil, Indah suka bernyanyi mengiringi lagu di kaset yang diputar orang tuanya. Dari situ merasa  punya potensi lalu diarahkan  menghafal Al-Qur’an. Dimulai dari belajar Iqro pada usia tiga tahun dan ketika Taman kanak-kanak telah belajar Al-Qur’an. Mulai hafal ayat-ayat pendek  juz 30 saat sekolah dasar.

Indah belajar banyak tentang agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu Anatuth Thalibin. Namun tak lama, kelas dua ia pindah ke sekolah umum, SD hingga tamat SMK di Yayasan Pendidikan Persada Indah dekat rumahnya.

Sumiran sampaikan Indah tak punya fisik yang kuat untuk belajar di pesantren. “Sudah pernah ke Pekanbaru, Air Tiris, hingga ke Medan. Ga mau Indah di asrama, ga kuat ramai-ramai dengan orang,” ujarnya.

Salah satu cara menghafal, lanjut Sumiran, mengurangi nonton tayangan televisi atau bahkan tidak agar lebih fokus, serta hafalan tak lenyap.  Ia bebaskan Indah menghafal seberapa bisa. “Jika dia lagi senang, disiasati jangan sampai kesenangannya untuk kegiatan yang tidak bermanfaat.”

Tak lupa peran penting Ibunya disiplinkan untuk menghafal sebelum tidur. Dari ayat pendek hingga panjang. Mengulang hafalan berarti melatih ingatan letak ayatnya. Tak hanya hafalan, cara membaca yang benar dan tajwid telah diajarkan sehingga pada lomba Indah bisa tampil dengan bagus.

Indah mengenang almarhumah Ratih Widyastuti—kakaknya yang juga beri motivasi belajar baca Al-Qur’an. Ia pernah ikut lomba MTQ medio 2015. Mereka berlomba hafal ayat per ayat dengan bimbingan ustaz yang sama.

Orang tua Indah meminta beberapa ustaz turut melatih sejak dini. Dengan beberapa kali pertemuan dalam seminggu. Ustaz Zulfikar Malik misalnya melatih saat bertanding di MTQ pada 2009 pernah prediksi Indah akan sampai ke nasional karena kemampuannya.

Dahulu ada bimbingan khusus dari ustaz ketika Indah masih SD sampai kelas satu SMP untuk belajar tilawah dan setoran ayat. Setelah itu hanya mengulang hafalan dengan Ibunya. Uztad Amrizal di Perawang bantu menyimak hafalan selama kurang lebih setahun. Dilanjutkan  Ustaz Syahron di masjid komplek rumah. Namun setelah kelas dua SMP tidak ada lagi, sebab ia pindah ke Medan. Indah juga pernah ikuti pelatihan dua bulan di Bumiayu, Jawa tengah sebagai utusan dari Siak.

Hafalannya saat SMP telah masuk delapan juz dan SMA 10 juz. “Sebenarnya sekarang aku sampai 19 juz,” ungkap Indah. Sebab kesibukan kuliah, belum ada tambahan hafalan dan berusaha menjaga hafalan.

Di kampus, mahasiswi angkatan 2015 ini juga anggota Lembaga Pengembangan Insan Qur’ani (LPIQ) bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa Islam Ar-Royyan UNRI. Beberapa kali Indah diutus ikut MTQ sebagai perwakilan UNRI dari LPIQ karena kualitas dan pengalamannya. Muhammad Novrianda ketuanya menuturkan hal ini bisa jadi motivasi bagi yang lain untuk belajar Al-Qur’an dan berharap dapat mewakili UNRI berikutnya.

KHAIRUNNISA suatu ketika singgah ke indekos Indah untuk Shalat Magrib. Teman satu jurusan ini mendapati Indah tengah bertelepon dengan Ibunya. Isi percakapannya berbeda : mengulang kembali hafalan. Indah bacakan ingatan dan Ibunya menyimak di ujung telepon. Atau dengan mengambil potongan ayat kemudian bak dewan juri MTQ.

Indah akui sedang fokus mengulang hafalan atau muroja’ah 10 juz. “Jika tidak diulang pasti ada salahnya dan nampak tidak ada muroja’ah,” tutur Ibunya lewat sambungan telepon.#