Kami tidak hanya membungkus dengan plastik malah ada yang dibungkus dengan kotak yang dipesan dari Jakarta
TIDAK butuh waktu lama menempuh perjalanan menuju Desa Kualu Nenas. Desa yang terletak di Bangkinang ini terkenal dengan buah nenasnya. Butuh lima belas menit menggunakan mobil atau superband—transportasi yang biasa digunakan masyarakat untuk menuju Kota Bangkinang—untuk menempuh tempat ini.
Bagi pengendara sepeda motor atau mobil yang melintasi Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang tentunya sudah tidak asing lagi mendengar kata Kualu Nenas. Terkenal hingga ke negeri jiran.
Sepanjang perjalanan menuju desa itu, sebuah pemandangan asri menyegarkan mata. Mulai dari daerah Rimbo Panjang di samping kanan dan kiri para penjual nenas menggantungkan nenas di depan warungnya. Selain itu kebun-kebun nenas yang dikelilingi semak-semak terhampar.
Setelah lima belas menit perjalanan akhirnya, kami pun tiba di tempat tujuan. Kami berhenti di sebuah tempat usaha yang bernama Berkat Bersama yang di depannya sudah erjejar nenas. Kami pun disambut dengan senyum ramah oleh seorang ibu paruh baya. “Boli apo nak,†tanya penjual tersebut. “Nio bali naneh, mak.â€
Lalu kami dipersilakan memilih nenas dengan harga bervariasi. Sambil bercerita soal nenas, kami disuruh mencicipi keripik nenas yang sedang dibungkus oleh penjualnya. Ia bernama Nursiam.
“Alah lamo manggaleh keripik nenas bu?â€
“Alah limo tahun nak,†ujarnya singkat, sambil meneruskan pekerjaannya. Seketika suami Nursiam berjalan kea rah kami. Dengan mengenakan singlet dan celana gelap ia pun menyambut dengan wajah riang.
MUSLIMIN menceritakan tentang perjalanan hidupnya dari awal menjadi petani nenas hingga menjadi pengusaha home industri. Awalnya Muslimin bergabung dengan kelompok Berkat Bersama. Menjadi petani nenas adalah profesi yang sudah lama ditekuninya dan diwariskan oleh orang tuanya.
Setelah menjalani profesi sebagai petani mereka lalu beralih profesi menjadi penjual nenas di Simpang Baru Panam. Kurun waktu dua tahun mereka menjual nenas menggunakan gerobak keliling. Waktu itu ia punya kebun yang ditanami nenas seluas 2 hektar di daerah Kualu. “Itu masih kecil dibanding dengan kebun milik orang lain sesame penjual nenas yang mencapai hingga 4 hektar,†ungkap Nursiam menimpal pembicaraan suaminya. Biasanya keluarga ini sekali panen mencapai 3 ribu buah nenas. Pernah juga 6 ribu buah.
Melihat potensi yang dimiliki daerah ini, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) melakukan pembinaan terhadap petani nenas yang tergabung dalam kelompok tani sebagai pengusaha home industri. Setelah dibina selama lebih kurang dua bulan dan memiliki keterampilan dalam mengolah nenas menjadi keripik, para pengusaha yang dulunya petani tersebut mengolah sendiri bahan mentahnya.
Usaha ini awalnya selain dibantu oleh BPTP dalam pembinaan dan peminjaman mesin pengolahannya, juga dibantu oleh Bank BPR Sarimadu, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, dan BPI. “Saya sungguh tidak menyangka punya usaha ini,†ucap pria yang mengaku tak menamatkan sekolah dasar ini.
Sebuah prestasi yang cukup diacungi jempol berkat kegigihannya dalam berusaha. Ia kini menjadi pengusaha home industri yang cukup dikenal hingga di Jakarta. “Dan bisa membiayai anak-anak menyelesaikan studi di perguruan tinggi.â€
“Usaha ini juga tidak lepas dari bantuan media yang mempromosikannya,†ujarnya. Riau Pos, Trans TV, SCTV adalah media-media yang pernah memprofilkan usaha ini. Selain itu berkat usaha ini pula, pihak Sekolah Menengah Kejuruan di Rokan Hulu melakukan kerja sama dalam bentuk magang bagi siswa-siswanya. Selain itu, informasi mengenai usaha ini bisa diakses melalui internet.
Soal penghasilan, satu bungkus keripik ukuran 150 gram bisa untung 2 ribu. Apalagi pesanan kian membludak. “Kami tidak hanya membungkus dengan plastik malah ada yang dibungkus dengan kotak yang dipesan dari Jakarta,†paparnya.
Usaha home industri yang dijalani tidak hanya mengolah nenas, tapi juga durian dan nangka yang dijadikan keripik. Untuk proses pengolahannya ia membutuhkan waktu lebih kurang tiga jam. Disamping itu mereka juga mengolah nenas menjadi dodol.*