Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru adakan konferensi pers, mengevaluasi gugatan terkait kabut asap akibat Karhutla 2015 lalu. Dengan tajuk Koalisi Riau Melawan Asap dan tagline #MasihMelawanAsap, konferensi berlangsung di Kedai Kopi Jikalahari Jumat (20/9) lalu.
Berangkat dari penanganan kasus Kebakaran Hutan dan Lahan atau Karhutla pada 2015, yang sudah terjadi mulai 1997. Empat orang mewakili masyarakat menggugat Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Kesehatan, Kepala Badan Pertanahan Nasional, serta Gubernur Riau pada 2016.
Keempatnya adalah Al Azhar selaku Ketua Lembaga Adat Melayu Riau, Riko Kurniawan Direktur Walhi, Koordinator Rumah Budaya Sikukeluang serta Woro Supartinah Koordinator Jikalahari.
Gugatan didaftarkan secara resmi ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dilansir dari www.riauonline.co.id, keempat penggugat mendatangi sidang bersama belasan tim kuasa hukum. Terkait alasan penggugatan, Indra Jaya, koordinator tim kuasa hukum penggugat menyebut bahwa keenam lembaga negara tersebut tak merespon pemberitahuan gugatan dalam enam puluh hari.
Keempatnya meminta Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru menunjuk majelis hakim yang bersertifikat lingkungan untuk turun.
Gugatan berujung pada perdamaian dengan beberapa kesepakatan, diantaranya:
- Adanya komitmen dari para penggugat untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan melalui tindakan-tindakan penerbitan kebijakan guna menyelesaikan masalah asap yang terjadi di Provinsi Riau, kewajiban konstitusional dan tanggung jawab selaku penyelenggara negara berusaha secara maksimal agar masalah karhutla tidak terulang lagi.
- Menyelesaikan aturan pelaksana dengan mengalokasikan penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD
- Ada fasilitas unit kesehatan paru di rumah
- Ada melakukan pengamatan ISPU jika ISPU sudah melebihi 400
- Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar
- Membuat tempat evakuasi jika ISPU sudah melebihi 400 bersama dengan dinas kesehatan
- Menyediakan posko darurat dipelabuhan laut, Bandar udara, penyediaan rumah-rumah oksigen
- Gurbernur wajib menggembangkan sistem informasi karhutla penggunaan yang ada di Provinsi Riau
- Gurbernur membebaskan biaya pengobatan bagi warga/masyarakat terkena dampak kabut asap
Kesepakatan ditandatangani pada 24 Mei 2016. Wajib dijalankan setelah 6 bulan setelah ditandatangani.
Menurut Aditya Bagus Santoso, Direktur LBH Pekanbaru, sampai saat ini belum ada satupun pelayanan yang diberikan oleh Gubernur Riau. Adapun Posko darurat tidak memadai. Untuk biaya pengobatan memang diberikan, tetapi untuk rawat inapnya belum ada. Pun, lokasi terjadinya Karhutla belum dievakuasi.
“Misalnya kalau kita kena asap, kita tidak bisa bersembunyi dari asap. Itu sama saja sebagai formalitas dan belum maksimal.â€
Lebih lanjut, ia juga mencatat beberapa daerah di Pekanbaru sendiri sudah banyak posko pengobatan. Lain halnya dengan Indragiri Hulu yang hanya memiliki beberapa posko.
Selain membuat posko pengobatan beserta bantuan kesehatan, pemerintah membentuk suatu badan restorasi gambut.
Terhitung sejak kesepakatan itu ditandatangani, didapatlah kesimpulan. Jika Indeks Standar Pencemar Udara atau ISPU melampaui 300 psi, sekolah akan diliburkan. Karena tak bisa bertatap muka di kelas, pemerintah menyiapkan modul-modul pendidikan untuk dipelajari di rumah. Juga akan mendirikan posko-posko kesehatan gratis.
Riko Kurniawan berpendapat jika keputusan ini dijalankan dan diimplementasikan, pastinya pemerintah tidak akan segagap ini. Apalagi semenjak 16 dan 17 September lalu ISPU melebihi 500 psi.
“Pemerintah memiliki komitmen untuk menilai seberapa parah kabut asap.â€
Yang menjadi indikator komitmen Pemerintah Provinsi Riau adalah titik panas atau hotspot. Hasil pantauan titik panas pada 2019 menunjukkan:
- Terpantau ada 7.462 hostpot dengan tingkat kepercayaan lebih dari 70% atau dipastikan titik api di Riau
- 767 hostpot berada di dalam konsesi Hutan Tanaman Industri atau HTI. Dimana 1.175 diantaranya adalah fire spot
- 223 hostpot dan 102 diantaranya adalah fire spot di dalam konsesi Hak Guna Usaha atau HGU.
Dalam hal ini penggugat memberikan teguran kepada pemerintah. Untuk segera melaksanakan isi dari kesepakatan.
Reporter; Nadyatul Hasanah
Editor: Annisa Febiola