Ekspedisi Susur Sungai Kampar yang dilakukan Mapala Humendala Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau memasuki hari ketiga. Kali ini, tim ekspedisi mengarungi sungai hingga ke Desa Tanjung.
Di Desa Tanjung, Kecamatan Kampar Hulu, terdapat lahan konservasi World Wildlife Fund (WWF) seluas 82 hektare. Lahan itu milik warga dan tanah adat yang dulunya masih ditanami gambir. WWF lalu membentuk program reboisasi lahan dan pemeliharaan sungai.
Pada Oktober 2017, WWF bersama perangkat Desa Tanjung dan lembaga swadaya masyarakat adakan survei guna menentukan tanaman yang cocok dengan kondisi tanah. “Setelah itu, lahan ini disahkan untuk program penghijauan pada awal 2018,” kata Sutomi, Kepala Desa Tanjung.
Setelah sah, setahun kemudian barulah lahan tersebut diolah. Lahan baru dibuka menjelang akhir tahun 2018, sehingga rerata tanaman yang tumbuh di lahan reboisasi WWF masih terbilang muda.
Muharlis, Ketua Kelompok Tani Kampung Sawah memiliki 2,5 hektar lahan di wilayah binaan WWF. Lahan itu ia tanami bibit durian, umur tanamannya masih 6 bulan. Di dekat lahan itu pula ia punya kebun pribadi seluas 1 hektar dan ditanami bibit jeruk yang kini berumur 2 tahun.
Bibit pemberian WWF yang disediakan untuk lahan binaan 82 hektar masih belum ditanami semua. Sebagian bibit itu ada yang ditanam petani ke lahan pribadi. Namun Muharlis mengatakan bahwa nanti petani tetap akan mengganti bibit tersebut untuk ditanami di lahan konservasi. Tak hanya bibit, WWF juga menyediakan pupuk.
Muhammad Iqbal, perwakilan dari local community organizer atau putra daerah bertugas mengelola sekaligus memantau petani di wilayah binaan WWF. Petani sekitar dibantu pembiayaan Rp500 ribu per hektar untuk upah buka jalur atau pembersihan, serta Rp250 ribu untuk biaya penanaman.
Ada 54 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Kampung Sawah yang kini dibina WWF Indonesia, “Tujuannya selain menjaga lingkungan juga untuk mengajarkan masyarakat berwirausaha,” jelas Iqbal.
Selain reboisasi, WWF Indonesia juga fokus untuk pemeliharaan sungai kampar. Hal ini karena Sungai Kampar rentan tercemar oleh aktivitas manusia. Selama tim ekspedisi menyusuri sungai, beberapa tambang pasir dan batu sungai masih dijumpai, baik yang sudah ditutup maupun yang masih aktif.
Berdasarkan aturan adat dan tradisi, Tengku Said Hidayat, Camat Koto Kampar Hulu mengaku telah membuat aturan tak tertulis tentang larangan menangkap ikan dan melakukan pertambangan di beberapa wilayah sungai. Beberapa kawasan sungai yang sudah mulai tutup pertambangannya adalah sungai di kawasan Desa Sibiruang dan di Bandur Picak.
“Peraturan ini hanya sekedar himbauan pada masyarakat bahwa ini sudah tradisi, adat, dan dari niniak mamak terdahulu, alasannya agar ikan dan lingkungannya tetap terjaga dengan baik.” ujar Tengku Said.
Reporter: Humaira Salsabila
Penulis: Humaira Salsabila
Editor: Rizky Ramadhan