Pulau Jemur merupakan pulau terluar Indonesia.  Letaknya di Kecamatan Pasir Limau kapas, Rokan Hilir, masuk dalam gugus Kepulauan Aruah yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Pulau ini menjadi salah satu tempat Marine Science Diving Club (MSDC) Universitas Riau lakukan penelitian, tepatnya awal April lalu. Dalam waktu lima hari tim melakukan pendataan tentang kecerahan air, jenis ikan hingga habitat penyu hijau.

Dalam penelitiannya mengukur kualitas air di tiga stasiun tim mendapat data bahwa perairan Pulau Jemur hanya memiliki kecerahan 1,5 meter secara vertikal. Artinya jarak pandang saat menyelam tak terlalu jauh.

Sementara  kecerahan air untuk terumbu karang bisa lebih 7 meter. “Kalau di Sumatera Barat malah bisa 20 meter,” kata Hasbi Tawa ketua pelaksana dalam pemaparan hasil ekspedisi pada Rabu (9/10) di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau.

Selain itu, di pulau yang tak berpenduduk tersebut, MSDC juga mengidentifikasi berbagai jenis ikan karang. Mereka mendapati ada 11 jenis. Ikan yang melimpah di tiga stasiun dengan jumlah mencapai 1300 didominasi jenis Neopomacentrus Azysron.

Kemudian tim ekspedisi melakukan monitoring penyu hijau, hewan yang  habitatnya di Pulau Jemur terancam punah. Ini akibat dari perburuan telur penyu marak terjadi.

MSDC melakukan tagging  atau penandaan pada lima penyu yang naik kedarat. Dibantu oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, tagging dipasang sebelah kanan dan kiri penyu. Gunanya bila salah satu tagging lepas masih ada yang tersisa.

Dari data yang dipaparkan, pada tahun 2017 jumlah telur penyu  sekitar 432 butir. Sedangkan di 2018, sekitar 4987 butir dan 2019 sekitar 992 butir.

Hasbi menuturkan, mereka beruntung, saat turun kemarin melihat langsung penyu hijau bertelur. Tahun ini, masa bertelur penyu jatuh di awal April.  “Biasanya bisa bergeser  sampai dua bulan lagi,” cerita Hasbi.

Transportasi menuju Pulau Jemur diakui Hasbi tidak mudah. Butuh sepuluh jam perjalanan air bila ditempuh dari Bagang Siapi-api, Ibukota kabupaten Rokan Hilir. Namun, jika dari Panipahan hanya butuh waktu tempuh tiga jam.

“Kapal yang murah berangkat dari Bagan, itu cuma pakai mesin dompeng jadi lambat,” katanya.

Di Pulau Jemur, mereka tinggal bersama dua anggota TNI AL dan anggota Navigasi Dumai yang bertugas disana. Selain itu, tak ada lagi yang mendiami pulau yang direncanakan sebagai wilayah konservasi itu.

Berdasarkan hasil di lapangan, MSDC merumuskan beberapa rekomendasi. Diantaranya penambahan sarana dan prasarana untuk konservasi penyu hijau. Seperti pembuatan bak untuk penangkaran penyu, mesin penyedot air untuk memindahkan air laut ke bak penampungan.

Perbaikan transportasi, tenaga listrik dan jaringan telekomunikasi juga diusulkan. Sebab saat ini belum ada alat komunikasi selain pemancar radio milik TNI AL. Tim juga merekomendasikan pada titik stasiun 1 dan 2 untuk dijadikan zona inti atau perlindungan. Sementara di statisun 3 untuk zona pemanfaatan.

Saat ini, MSDC tengah menyiapkan laporan kegiatan ekpedisi Pulau Jemur dalam bentuk buku. “Tim kami sendiri yang menyusun. Sudah hampir selesai,” ujar Hasbi.

 

Penulis : Dicky Pangindra

Editor : Ambar Alyanada