“Puisi itu luapan emosi hati dan ekspresi imajinasi,” tegas Muhammad Ade Putra, Penggagas Berita Esok Hari.
Menurutnya, puisi adalah wadah untuk mengajukan ide dan pemikiran, serta mengampanyekan apa saja yang sedang terjadi di bumi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Gubahan dalam bahasanya dipilih dan ditata secara cermat. Hal ini mempertajam kesadaran orang akan pengalaman. Tak lupa membangkitan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.
Muhammad Ade Putra adalah mahasiswa Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada. Ia mulai menulis puisi sejak umur 9 tahun. Selain aktif dalam berorganisasi, Ade memiliki presetasi di bidang sastra.
Di antaranya peraih Anugerah Kebudayaan pada 2017 kategori anak dan remaja dari Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Juara 1 lomba menulis puisi se-Indonesia bertema Cinta Tanah Air pada 2016, dan masih banyak lagi.
Kata Ade, Indonesia memiliki banyak penyair berbakat yang tersebar di seluruh negeri. Salah satu contoh sastra yang melekat pada bangsa ini adalah kalimat Sumpah Pemuda oleh Muhammad Yamin. Ada juga lagu-lagu wajib nasional yang merupakan hasil sastra yang ditulis para sastrawan.
Puisi yang dapat membangun bangsa adalah puisi yang berisi tentang kritik. Baik itu tentang sosial, lingkungan, toleransi, dan dukungan kepada Indonesia. Di sesi diskusi, Ade sempat memperlihatkan hasil karya puisinya yang dibuat dan dimuat ke media.
Ade berbagi pengalamannya ketika mengunjungi suku Talang Mamak. Perjalanan tersebut memunculkan inspirasi dalam membuat karya.
“Dengan bersosialisasi kita dapat dengan mudah mendapatkan inspirasi untuk menulis, dari pengalaman itulah tulisan bisa dikembangkan.”
Diskusi ini diselenggarakan oleh Sanggar Seni 412 bertajuk Nasionalis dan Kebudayaan dalam Pandangan Puisi Indonesia pada Minggu (25/10). Dibuka pukul 09.30 oleh Deny Setiawan selaku Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan, Kerjasama, dan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Sekitar 106 peserta dari mahasiswa Universitas Riau dan umum turut bergabung.
Dikutip dari tulisan M. Farid Hermawan, ada tujuh karakter yang harus dimiliki pemuda Indonesia demi kemajuan bangsa. Di antaranya mengutamakan aksi daripada adu opini, asah bakat dan kreativitasmu dan buang sifat malas. Lalu bentuk jiwa sosial tinggi, memiliki kegemaran membaca, pekerja keras dan disiplin, dan cinta damai.
Hal ini sejalan dengan satra dapat membentuk karakter muda Indonesia. Jika pemuda Indonesia memiliki karakter ini, tentu saja sastra dan Bangsa Indonesia dapat lebih maju.
Terakhir, untuk mengasah bakat dan kreativitas kesastraan adalah dengan rajin membaca, berjiwa sosial tinggi, dan cinta damai. Selain itu pupuk rasa percaya diri dengan tulisan yang telah dibuat.
“Jika kita memiliki karya yang telah dibuat, maka percaya dirilah dengan karya tersebut. Jangan takut untuk dikritik, dengan kritikan kita dapat memperbaiki kesalahan kita. Carilah komunitas atau lingkungan yang dapat mendukung kemauan kita,” tutup Ade.
Penulis : Denisa Nur Aulia
Editor  : Firlia Nouratama