Panitia Pemilihan Raya menetapkan Ishlahul Fikri dan Arsad Alansyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau (FPK UNRI), Senin siang (30/11).

Ishlahul ialah mahasiswa jurusan Ilmu Kelautan dan Arsad dari Sosial Ekonomi Perikanan.

Acara penetapan keduanya disiarakan melalui siaran langsung di Instagram @pprfpk2020. Jadwal penetapan yang mestinya pukul 1 siang sempat molor 1,5 jam. Pun, tak sampai sepuluh orang yang mengikuti siaran ini.

Sosialisasi Pemira telah dilakukan pada 10 hingga 15 November. Pendaftaran bakal calon pun dibuka sehari setelahnya dan ditutup pada 24 November. Usai pendaftaran ditutup, bakal calon yang mendaftar hanya satu pasang. Tahapan berlanjut ke verifikasi berkas keesokan harinya.

Uji kelayakan pun dilakukan untuk pasangan Ishlahul dan Arsad. Beberapa tahapan seperti kampanye, masa tenang, dan pemungutan suara urung dilakukan, sebab hanya ada satu pasang calon. Alhasil, Pemira FPK aklamasi.

Harun Roziqin Ketua Panitia Pemilihan Raya Fakultas (PPRF) FPK katakan hanya ada satu pasangan calon yang mendaftar.

“Kan yang daftar cuma satu, ya aklamasi,” ujarnya.

Berita acara penetapan ditandatangani oleh Ketua PPRF, tim pemenangan calon, Ketua Panitia Pengawas, Gubernur Mahasiswa FPK, dan Ketua Badan Legislatif Mahasiswa.

Sofyan Husein Siregar Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FPK turut hadir dalam penetapan. Ia menilai Pemira telah dilakukan secara legal. Ia berharap pasangan terpilih dapat membangun komunikasi yang baik. Tak hanya itu, namun juga mau menerima dan memberikan aspirasi mahasiswa.

“Perlu kita bangun kembali bahwa FPK adalah fakultas yang hebat,” tutup Sofyan.

Mekanisme Pemilihan Raya atau Pemira mulanya direncanakan secara musyawarah. Keputusan ini diambil atas kesepakatan enam dari sembilan kelembagaan mahasiswa di lingkungan FPK.

Tiga kelembagaan lain menolak dengan alasan mekanisme pembentukan dan penetapan Peraturan Mahasiswa (Perma) tentang Pemira ini tumpang tindih dan tidak sesuai aturan.

Ketiganya yakni Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Himpunan Mahasiswa Akuakultur dan Pusat Kegiatan Rohani Islam.

Mekanisme musyawarah dilakukan melalui tiga orang perwakilan dari setiap kelembagaan jurusan. Hal ini tertuang dalam Pasal 7 Perma tentang Pemira.

“Ini tidak bisa menjamin apakah kelembagaan itu benar-benar merupakan representatif dari mahasiswa jurusannya,” kata Nano Rizki Syahfutra Wakil Bupati MSP.

Namun, Raihan Gubernur Mahasiswa FPK berkelit. Ia katakan Pemira secara musyawarah sesuai Pedoman Umum Organisasi Kelembagaan dan Perma yang telah disepakati kelembagaan fakultas.

“Tiga kelembagaan memang menyatakan tidak setuju dengan Perma. Tapi tetap mendukung jalannya Pemira,” katanya.

Kru Bahana mencoba mengonfirmasi terkait mekanisme Pemira secara musyawarah kepada Harun, hasilnya nihil. PPRF enggan memberi tahu dengan alasan bahwa telah ada kesepakatan untuk tidak membicarakan informasi internal FPK terkait Pemira ke khalayak luar.

“Ini kan rumah kami, kenapa orang lain harus ikut mengurusi. Dan ini keputusan dari kelembagaan. Kalau mau tanya lebih lanjut, silakan saja tanya ke SC [Steering Committee],” tukas Harun.

Reporter: Firlia Nouratama

Editor: Annisa Febiola