Demokrasi, Antikorupsi, dan Peran Generasi Muda

Foto: thetimesweekly.com

Organisasi nirlaba Freedom House mencatat, indeks kebebasan Indonesia rentang 2017 hingga 2020 mengalami degradasi atau penurunan. Variabel yang ditinjau terkait dengan fungsi pemerintahan, transparansi, supremasi hukum, pluralisme, serta kebebasan berekspresi dan berkreasi.

Wana Alamsyah mendefinisikan demokrasi sebagai kedaulatan di tangan rakyat dengan memberikan kepercayaan kepada wakilnya melalui pemihan umum. Ketika kekuasaan dimonopoli oleh segelintir kelompok dengan memberikan kewenangan yang sangat besar, korupsi berpotensi besar terjadi. Ia merupakan Staf Divisi Investigasi Indonesian Corruption Watch.

Dalam buku How Democracies Die yang ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, demokrasi bisa ‘mati’ bukan dengan pemimpin yang otoriter. Akan tetapi, demokrasi dapat ‘dibunuh’ dengan mekanisme yang prosedural.

Buku karya dua Ilmuan Politik Harvard University ini menulis, salah satu parameter sebab matinya demokrasi ialah pemerintah yang sering merubah undang-undang. Perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi kata Wana menunjukkan bahwa pemerintah menggunakan prosedur yang ada untuk mematikan demokrasi secara perlahan.

Melalui diskusi bertajuk Antikorupsi sebagai Gerakan Bersama dalam Mengawal Demokrasi ini, Wana sampaikan bahwa paradigma pemberantasan korupsi tidak hanya fokus pada individu. Kekuasaan juga menjadi poin penting di dalamnya.

“Ketika pemberantasan korupsi terinternalisasi oleh individu namun sistemnya buruk, individu akan sulit untuk memberantas korupsi,” ujarnya.

Di sinilah Wana menilai pentingnya peran generasi muda dalam mengantarkan Indonesia lebih baik. Generasi muda biasa dianggap fleksibel, bergerak dengan cepat, inovatif dan kreatif. Hal inilah yang membuat generasi muda disebut sebagai agent of change atau agen perubahan.

Gerakan #ReformasiDikorupsi disebut Wana sebagai momentum kebangkitan generasi muda. Aksi demonstrasi terjadi hampir di seluruh penjuru Indonesia. Aksi ini didukung oleh banyak pihak. Mulai dari aktivis, tokoh intelektual, sampai tokoh publik.

Media sosial juga berperan dalam aksi ini. keberadaannya cukup dekat dengan generasi muda dan cukup populer di Indonesia. Sehingga, media sosial dapat menyebarkan gerakan menjadi semakin luas.

Wana menambahkan, cara membangun gerakan antikorupsi dapat dimulai dengan melihat ke sekitar. Memperkirakan hal apa yang berpotensi untuk dilakukan interverensi terhadap perubahan sosial.

”Sehingga, kata-kata yang kita sampaikan dan tindakan yang dilakukan sudah sejalan.”

Reporter: Aisyah Khairunnisa’

Editor: Annisa Febiola