Pagelaran pesta demokrasi mahasiswa FH memasuki babak baru. Muncul dualisme BEM dan DPM

Sepuluh hari jelang pergantian tahun ke 2021. Maryati Bachtiar Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan, Kerjasama dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Riau (FH UNRI) keluarkan surat nomor 11470/UN19.5.1.1.9/KM2020.

Surat itu berisi sikap pimpinan fakultas soal kegaduhan Pemilihan Raya (Pemira) FH yang bergulir sejak Oktober tahun lalu.  Berimbas munculnya dualisme lembaga eksekutif dan legislatif mahasiswa di fakultas yang baru saja rayakan hari jadi ke-19 tahunnya.

Dua poin yang disampaikan dalam surat itu: imbauan untuk tak melakukan aktivitas apapun, sebab Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UNRI belum disahkan.

Maryati juga mengimbau agar media sosial milik BEM dan DPM tak digunakan sebelum adanya perdamaian antara semua pihak terkait. Kedua imbauan berlaku hingga polemik selesai. Lebih jauh, Maryati tak mau angkat bicara sampai adanya perdamaian.

Tiga minggu berselang setelah surat itu terbit, tepat 13 januari Maryati gelar mediasi bagi kedua kubu. Keduanya masih sama-sama ngotot paling benar. Belum ada titik perdamaian.

“Keduanya sepakat menyerahkan seluruh keputusan diambil oleh fakultas,” kata Maryati lewat panggilan telepon, (14/1).

Maryati juga janjikan mengeluarkan keputusan minggu depan. Lantaran Ia mesti membahasnya bersama Dekan FH— Firdaus. Juga alasan fakultas tak punya panduan menetapkan dan mengesahkan BEM, DPM yang sesuai.

“kita tak punya penjamin putusan keluar tidak akan menimbulkan gonjang ganjing berikutnya,” tambah Maryati.

Dualisme BEM-DPM

Pagelaran pesta demokrasi ala mahasiswa di FH memasuki babak baru. Muncul BEM dan DPM tandingan.

Kubu pertama, Imam Aliani Putra dan Khoirul Basar. Mereka berdua ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur BEM FH versi Panitia Pemilihan Raya Fakultas (PPRF).

“Mereka terpilih secara aklamasi,” kata Wawan Rizwanda—Ketua Pelaksana PPRF Hukum.

Di kubu sebelah. Bangun Risael Ikhsan yang bertandem Min Amir Habib Pakpahan juga deklarasikan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Mahasiswa BEM FH Kabinet Reformasi Hukum.  Pasangan inilah yang digugurkan panitia Pemira.

Posisi ketua dan wakil ketua DPM di kubu ini, dijabat Surya Suhada dan M. Sadewa Rafie Aldiza.

Apa Sebenarnya yang Terjadi?

Tahapan Pemira dimulai 17 Maret 2020, untuk pendaftaran panitia. Baru sehari  masa pendaftaran, keluar surat edaran Rektor Aras Mulyadi. Perkuliahan tatap muka diliburkan. Beralih pembelajaran jarak jauh lantaran pagebluk Covid-19.

“Akhirnya panitia dibekukan kegiatannya,” kata Muhammad Gilang Pratama—Ketua Umum DPM FH UNRI periode 2019/2020.

Gilang adalah ketua Steering Committee (SC). Anggotanya pentolan DPM serta Ketua dan wakil ketua BEM. Mereka inilah yang menjadi penanggung jawab dan pengambil keputusan tertinggi penyelenggara Pemira—merujuk Peraturan Mahasiswa (Perma) Nomor 2 Tahun 2020 tentang perubahan Perma Nomor 1 tahun 2020 tentang Pemira FH UNRI.

Perma ini juga mengatur mekanisme pemilihan yang sebelumnya bersifat luar jaringan, diubah menjadi dalam jaringan atau daring.

Usai Perma itu disahkan, SC melanjutkan tahapan Pemira yang sempat tertunda. Struktur panitia kemudian disusun. Wawan Rizwanda sebagai Ketua PPRF dan Dwi Rahman Suhada jadi wakilnya. Sementara Sandi Prayogo jadi Ketua Panwas.

“Kami lanjutkan ke tahap sosialisasi,” kata Wawan kala ditemui awal November 2020 lalu di Masjid Akramunnas, Kampus UNRI Gobah.

Tahapan sosialisasi berlangsung tiga hari, 14 sampai 16 Oktober. Sosialisasi berupa penjelasan sekilas tentang Pemira daring. Didukung dengan animasi video yang disebar ke grup WhatsApp angkatan dan kelas.

Tahap berikutnya pendaftaran peserta Pemira mulai 17 hingga 22 Oktober.

“Ada tiga bakal calon yang mendaftar dan mengembalikan berkas,” kata Wawan.

Ketiga bakal calon: pasangan Imam Aliani Putra dan Khoirul Basar. Bangun Risael Ikhsan dan Amir Pakpahan. Terakhir Muklis Al Anam dan Sabrena Sukma.

Keesokan harinya  masuk tahap verifikasi berkas pertama. Verifikasi  ini berlangsung secara daring untuk memeriksa berkas masing-masing pendaftar.

Di tahap ini, Muklis dan Sabrena dinyatakan gugur. Lantaran pasangan ini tak mengutus perwakilan pada tahap verifikasi pertama. Panitia juga sudah kontak Muklis, namun tak ada balasan.

Mukhlis Al Anam inilah yang kemudian jadi ketua DPM FH dipihak Imam-Basar.

“DPM dipilih melalui Musyawarah Mahasiswa,” kata Wawan.

Verifikasi  tetap dilanjutkan untuk dua bakal calon tersisa. Berkas Imam-Basar pertama diperiksa. Panitia nyatakan berkas tak lengkap. Pas foto 3×4 berwarna sebanyak 2 lembar tak dilampirkan.

Begitu juga dengan Ikhsan dan Amir. Mereka  belum buat visi dan misi, pas foto 3×4 berwarna dan Kartu Hasil Studi legalisir juga belum mereka serahkan.

Sejak tahap ini, tim sukses Imam-Basar mulai permasalahkan surat keterangan aktif organisasi milik Amir. Lantaran surat itu dikeluarkan tahun 2019. Namun, ini disanggah Alvin. Tak ada permasalahan tentang tahun surat. Karena belum ada juga SOP yang mengatur waktu pengeluaran surat aktif ini.

Verifikasi tahap pertama pun usai. Panitia beri waktu 1×24 jam melengkapi kekurangan berkas yang disyaratkan.

Tak sampai berganti hari, kedua bakal calon sudah mengantarkan kelengkapan berkas.

Malam harinya, PPRF adakan rapat bersama SC dan Panwas membahas keabsahan berkas untuk dibawa ke verifikasi tahap dua . Pengecekan dilakukan dengan menanyakan langsung ke setiap  kelembagaan yang mengeluarkan surat aktif dua calon tersebut.

Alvin Julian Nanda yang saat itu masih Ketua BEM FH, benarkan surat organisasi anak buahnya. Imam sebagai Kepala Dinas Pengembangan Sumber Daya Manusia. Sementara Ikhsan anggota Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa.

Begitu juga pengurus Lembaga Studi Mahasiswa Islam Al-Mizan, membenarkan Khoirul Basar anggota aktif di lembaga dakwah kampus itu.

Terakhir, Amir Pakpahan yang melampirkan surat aktif sebagai kru magang di Unit Kegiatan Mahasiswa Bahana. Namun panitia menilai surat itu tak cukup, Amir mesti serahkan SK  kepengurusan yang melampirkan namanya. Ia diberi waktu melengkapi sebelum verifikasi berkas tahap dua dilaksanakan.

“Kami tak minta berkas asli, cukup lampirkan fotonya saja,” kata Wawan.

SK Penetapan Hasil Verifikasi Tahap II

Esoknya 24 Oktober verifikasi tahap dua. Panitia umumkan berkas Imam-Basar lengkap. Mereka bisa maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur mahasiswa.

Saat beralih ke pasangan Ikhsan-Amir, Haris Vivera salah satu tim pemenangan Imam -Basar memepermasalahkan surat aktif Amir di Bahana.  Bahkan ia juga menunjukkan SK kepengurusan Bahana periode Rizky Ramadhan—saat surat aktif dikeluarkan— kepada panitia.

“Kami heran, kenapa berkas itu justru di tangan timses, bukan panitia. Bahkan, berkas lain belum dicek dan langsung disela ke surat aktif,” cerita Ikhsan.

Syarat adanya surat aktif organisasi tercantum dalam Pasal 10 ayat 2 poin g Perma Nomor 1 tahun 2020 tentang Pemira FH UNRI. Berbunyi Calon Gubernur Mahasiswa dan Calon Wakil Gubernur Mahasiswa mempunyai pengalaman dan aktif organisasi internal kampus minimal tingkat Fakultas Hukum Universitas Riau dengan melampirkan surat keterangan dari pimpinan kelembagaan kemahasiswaan tersebut.

“Dalam ayat itu berbunyi berpengalaman dan aktif, artinya sah saja jika panitia meminta SK sebagai bukti keaktifan peserta,” ucap Gilang.

Wawan juga telepon Rizky Ramadhan—Pemimpin Umum Bahana yang mengeluarkan surat aktif Amir. Rizky katakan surat itu dicetak tahun 2019 lalu. Saat itu, Amir minta keterangan aktif sebagai reporter magang di Bahana untuk syarat maju jadi anggota DPM UNRI.

Sebagai reporter magang, nama Amir memang tak tercantum dalam SK. Magang adalah tahap awal usai mengikuti Diklat Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Dasar. Waktu magang juga tak dibatasi. Pengangkatan sebagai reporter tetap bergantung pada penilaian selama berproses.

Amir lalu terpilih sebagai anggota DPM UNRI periode 2019/2020 secara aklamasi.

“Bahkan setingkat universitas saja, surat itu sah oleh UU Pemira. Artinya, fakultas menyimpang dari aturan yang konsideren,” sanggah Amir.

Gayung tak bersambut. Panitia tetap bersikukuh menggugurkan pencalonan Ikhsan-Amir. Hal ini menyulut amarah para pendukung Ikhsan-Amir yang berada di luar Sekretaria BEM–tempat pelaksanaan verifikasi tahap dua.

Massa merangsuk masuk ke ruangan dengan mendobrak pintu belakang. Kericuhan tak terelakan. Adu mulut antara panitia dan massa pendukung buat keadaan semakin kisruh.

Suasana di Sabtu sore itu masih memanas, sesaat Maryati datang. Akhirnya ia putuskan Pemira FH ditunda. Semua sepakat.

Malam pasca kericuhan, Panitia agendakan rapat.“ SC putuskan Pemira tetap dilanjutkan,” kata Wawan.

Gilang menambahkan, penundaan hanya boleh dilakukan jika terdapat kendala yang menyebabkan proses Pemira terhambat. Gilang dan anggota SC lainnya juga tak sepakat ada campur tangan dekanat. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Statuta UNRI dan sudah termasuk intervensi.

Di pihak sebelah, Ikhsan tak masalah jika melibatkan pimpinan fakultas. Selain  sebagai pemangku kebijakan, Ikhsan menilai Maryati paham hukum dan penafsirannya perlu dipertimbangkan. Ditambah lagi, ia merasa Panitia dan SC mengkhianati keputusan Maryati  menunda Pemira.

Di tengah polemik yang masih berlangsung dan permintaan menunda jalannya Pemira. PPRF tetap lanjutkan tahapan Pemira sesuai perintah SC. Pada 27 Oktober, uji kelayakan dan kepatutan terhadap Imam-Basar sebagai calon tunggal. Di hari itu pula, panitia menetapkan keduanya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Mahasiswa FH UNRI periode 2020/2021 secara aklamasi.

Menurut Imam, ia terpilih secara sah. Tidak ada dualisme kepemimpinan di BEM dan DPM.

“Semua rangkaian sesuai dengan aturan yang berlaku dan diakui legalitasnya,” kata Imam singkat melalui pesan Whatsapp.

Adu Tafsir Surat Organisasi Hingga Mahalnya Biaya Pencalonan

Tiga hari pasca kericuhan ditahap verifikasi dua, dekanat buatkan rapat pimpinan. Mexsasai Indra, Hayatul Ismi dan Maryati. Mereka  wakil dekan I,II dan III. Mengundang PPRF, Panwas, SC dan kedua paslon beserta timsesnya.

Pada forum itu, pimpinan menilai tak ada masalah pada surat aktif Amir. Justru menyarankan panitia melanjutkan ke tahap pemungutan suara atau mengulang tahapan Pemira.

Tak puas dengan pernyataan itu, seluruh panitia memilih keluar meninggalkan ruangan.

Beberapa hari setelah pertemuan, muncul aksi menolak Pemira aklamasi oleh pendukung Ikhsan-Amir. Mereka membawa 524 kartu mahasiswa FH. Aksi ini berujung penyegelan dan vandalisme di Sekretariat BEM.

“Kami akui memang massa kami melakukan vandalisme tapi itu tak sesuai dengan briefing yang kami lakukan sebelum aksi,” sanggah Ikhsan.

“Tapi kami sudah hapus tulisan yang di papan tulis dan sudah membeli wallpaper dengan motif yang sama sebagai tanggung jawab,” imbuh Amir.

Adu tafsir surat aktif organisasi di Pemira FH bukanlah yang pertama terjadi. Ini mengulang cerita lama 2018 silam. Yang bermuara pada Perma buatan DPM fakultas sebagai acuan jalannya Pemira.

Kala itu pencalonan  Indra Lukman Siregar dan Dwi Murniati digagalkan oleh PPRF. Lantaran Indra tak punya surat aktif organisasi. Ia hanya bawa SK Kepengurusan BEM UNRI semasa  Abdul Khair. Pada Kabinet Inspirasi itu, ia menjabat sebagai staff Dirjen Kajian Strategi dan Taktik dibawah Kementerian Sosial dan Politik.

Baca: lempar tanggung jawab surat Indra di Pemira FH

Imam juga bukan orang baru di Pemira FH. Ia saat itu menjabat wakil Ketua  PPRF, punya andil menggugurkan pencalonan Indra-Dwi.

Tak dinyana, Amir yang dulunya ketua pemenangan Indra-Dwi, justru mengulang nasib serupa. Bedanya kali ini, Amir punya surat aktif organisasi tapi namanya tak masuk dalam SK.

Peliknya Perma soal Pemira ini tak hanya sebatas soal surat aktif saja. Ini juga menyangkut besarnya biaya yang mesti dikeluarkan calon peserta. Betapa tidak, untuk mendaftar sebagai  bakal calon saja, ada 16 persyaratan yang mesti dipenuhi.

Persyaratan Peserta Pemira FH UNRI

Dari 16 syarat itu, tujuh persyaratan harus membubuhkan materai enam ribu. Khusus surat keterangan sehat mesti dikeluarkan oleh ahli jiwa untuk jaminan kesehatan jasmani dan rohani.

Amir Pakpahan buka-bukaan soal uang yang dikeluarkannya untuk maju jadi calon wakil gubernur.

“Kami membuat surat ini [keterangan sehat] di RSJ Tampan sebesar 250 ribu rupiah,” kata Amir Pakpahan.

Merujuk keterangan Amir, satu pasang calon mesti merogoh kocek sampai Rp500 ribu hanya untuk mengurus surat sehat saja.

Belum lagi 14 persyaratan yang mesti ditempel materai 6000. Bila dihitung harga materai di pasaran Rp7 ribu, satu paslon harus gelontorkan uang Rp98 ribu. Dari perhitungan itu saja, minimal satu paslon harus sediakan setengah juta lebih hanya untuk jadi bakal calon. Perkiraan biaya ini belum masuk  cetak foto dan beberapa persyaratan lainnya.

Dosen Hukum Tata Negara UNRI, Zainul Akmal menilai biaya yang dikeluarkan sebagai peserta Pemira ini terlalu besar bagi kalangan mahasiswa.

“Itu sudah cukup untuk membayar uang kos dua bulan atau makan seminggu lebih,” kata Dosen FH UNRI ini.

Ia juga menilai penggunaan materai sebagai persyaratan tak substantif. Lantaran materai bukan penjamin keabsahan hukum suatu dokumen. Melainkan hanya sebagai pajak yang dibebankan negara untuk dokumen-dokumen tertentu.

Zainul juga menganggap surat kesehatan—salah satu syarat pencalonan—lebih baik ditiadakan. Selain mahal, UNRI punya Pusat Konseling Mahasiswa yang bisa dimanfaatkan tanpa dipungut biaya.

“Cukup dengan melampirkan surat keterangan aktif kuliah saja. Karena yang tak sehat kejiwaannya tak mungkin berstatus mahasiswa aktif,” jelasnya.

Sejatinya PPRF telah menjalin kerjasama dengan Kelompok Studi Linux. Yang akan mengurusi aplikasi Electronic  Voting (E-voting) pada pemungutan suara Pemira FH. Aplikasi yang disediakan KSL dibandrol Rp3 juta.

Panitia juga sudah bersiap bayar panjar setengahnya saat KSL mulai memasukkan data pemilih. Tak dinyana PPRF tetapkan calon tunggal. Aplikasi pun urung digunakan.

“Kami sudah siap 80 persen untuk pemilihan. Terhambat di pembuatan proposal dan tanda tangan DPM,” jelas Wawan yang kini Kepala Dinas Sosial Politik BEM Imam-Basar.

Reporter: Reva Dina Asri, Juanito Stevanus

Penulis: Reva Dina Asri

Editor : Annisa Febiola