Empat Langkah Ombudsman Mengawal Pelayanan Publik

“Ombudsman hadir untuk melakukan pengawasan pelayanan publik menuju clean government dan good governance.” ucap Auradian Marta, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Riau.

Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 37 tahun 2008, Ombudsman merupakan Lembaga Negara yang berwenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, atau perseorangan. Di mana, sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Auradian mengatakan, salah satu indikator keberhasilan desentralisasi dan otonomi daerah adalah pelayanan publik. Di dalam refomasi birokrasi, pelayanan publik merupakan bagian yang ingin dicapai. Namun menurutnya, pelayanan yang ditemukan di lapangan sering kali jauh dari harapan.

Ia lanjutkan bahwa fakta tesebut dapat dilihat dari standar pelayanan minimal yang dimiliki instansi pemerintahan. Seperti Standar Operasional Prosedur, dasar hukum, waktu, biaya, hingga mekanisme yang menyusahkan masyarakat.

Auradian membagi kontribusi Ombudsman menjadi empat klasifikasi. Pertama, soal pencegahan. Ombudsman Riau telah melakukan berbagai langkah dengan melakukan survei terkait tingkat kepatuhan. Lembaga pelayanan publik ini merangkum hasil survei kepatuhan yang sudah dibuat pada 2019.

Riau terdiri atas 12 kabupaten dan kota. Setelah dilakukan penilaian, sembilan di antaranya dinilai sudah menerapkan kepatuhan yang tinggi. Sedangkan tiga lagi mendapat penilaian kepatuhan sedang.

Langkah selanjutnya adalah pengelolaan laporan pengaduan. Beberapa asisten pun dibagi dalam hal ini. Kepala asisten di bagian pengaduan menjadi awal dari penerimaan laporan. Lebih lanjut, Ombudsman juga bisa lakukan investigasi terhadap dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik. Bentuk maladminsitasi tersebut seperti penundaan berlarut saat memberikan pelayanan, diskriminasi, tidak kompeten. Akibatnya, pelayanan yang diberikan tak sesuai.

Ombudsman Perwakilan Riau sajikan data laporan masyarakat Riau dari 108 orang pelapor. Substansi tertinggi diperoleh dari bidang pendidikan, dengan total 24 pengaduan. Data tersebut diperkuat dengan survei oleh Ombudsman RI. Hasilnya, Riau dapatkan skor 0,37902 dengan kategori maladministrasi sedang.

Langkah ketiga adalah kontribusi di dalam pengawasan. Mekanismenya adalah mulai dari cara yang biasa, manual atau online. Ombudsman telah merancang Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional- Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) yang terbit pada 2020.

Dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan laporan, Ombudsman RI terus mendorong unit pengaduan di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Riau untuk bisa terintegrasi dengan sistem LAPOR.

“Sebagai bukti bahwa komitmen dari pemerintah dan Ombudsman dalam mengawasi kualitas pelayanan publik,” jelas Auradian.

Langkah terakhir adalah rekomendasi. Rekomendasi tersebut bisa saja diberikan kepada lembaga legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai penampung aspirasi masyarakat. Bisa pula diberikan kepada pembuat regulasi dan presiden. Syaratnya, tidak ada saran perbaikan yang dilakukan oleh terlapor.

“Jadi, Ombudsman ada upaya dalam melakukan perbaikan,” pungkas Auradian pada diskusi bertajuk 21 Tahun Ombudsman Mengawal Pelayanan Publik (10/3).

Reporter: Andi Yulia Rahma

Editor: Annisa Febiola