LEISA merupakan alternatif usaha pertanian yang ramah lingkungan. Memanfaatkan sumber daya lokal sehingga mampu menekan biaya produksi petani.

Oleh Malini

Tim dari beberapa dosen Fakultas Pertanian  Universitas Riau lakukan pembinaan untuk pengembangan produksi pertanian di Desa Langsat Permai. Pembinaan ini memperkenalkan sistem Low Eksternal Input Sustainable Agricultire (LEISA) kepada petani.

Sistem LEISA, seperti yang tertulis dalam jurnal penelitian tim, merupakan suatu acuan pertanian untuk mengoptimalkan pemanfaatan suberdaya lokal, dengan kombinasi komponen usaha tani yang sinergistik serta pemanfaatan input luar sebagai pelengkap untuk meningkatkan efektivitas sumberdaya dan meminimalkan kerusakan lingkungan.

Dengan begitu tim  yang terdiri dari Hapsoh, wawan, Desita Salbiah, Arnis En Yulia, dan Isna Rahma Dini ini memperkenalkan cara memanfaatkan pegolahan pupuk organik dan pengendalian hama pada tanaman pertanian menggunakan sistem LEISA ini.

Hapsoh, ketua tim katakan, masyarakat Desa Langsat Permai masih menggunakan pestisida kimia secara berlebihan. Akibatnya petani harus keluarkan biaya produksi yang besar.

“Di desa ini, mereka terlalu banyak memakai input luar, seperti pupuk yang banyak dan pestisida, kalau untuk cabe kan agak berbahaya, karna langsung kita makan,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian ini.

Cabe, padi dan jagung adalah yang dominan ditanam petani setempat. Sehingga penelitian oleh tim fokus pada ketiga tanaman tersebut.

Tim mengambil isolat atau unsur dari ketiga tanaman. Juga membuat demonstrasi plot (demplot) atau bisa disebut dengan lahan percontohan yang diambil dari sebagian kecil lahan milik masing-masing petani. Tujuannya agar bisa melihat hasil dari objek yang didemonstrasikan. Kegiatan demplot ini harapannya akan menjadi gambaran petani untuk dapat menerapkan sistem LEISA pada pertanian selanjutnya.

Ukuran demplot untuk tanaman padi adalah sebesar 200 meter persegi, sedangkan cabai dan jagung masing-masing sebesar 605 meter persegi.

Pada lahan demplot, tim berinisiatif untuk menginovasikan hasil penelitian tim pengabdian tentang teknologi mikroba, yaitu upaya mengurangi penggunaan pupuk anorganik, ditambahkan dengan pupuk hayati berbasis limbah organik memanfaatkan bakteri selulotik.

 

“Jadi kami demonstrasikan dalam bentuk demplot. Petroganik (pupuk organik) dikurangi dan disubsitusikan dengan pupuk kimia  50 persen, kita mengurangi input luar ini,” kata Hapsoh.

Penggunaan pestisida dan unsur hara juga disiasati dengan mengganti beberapa persen pestisida nabati yang dibuat berbahan dasar tanaman lokal.

Jadi ada tiga cara baru yang tim sampaikan kepada petani desa. Pertama, pemberian pupuk organik, pestisida organik dan agens hayati cendawan entomopatogen Beauveroa bassiana Vuill hasil penelitian tim pengabdian.

Zat organik, menurut Hapsoh dapat menekan pengeluaran dengan bekurangnya penggunaan pestisida dan insektisida, sehingga sektor ekonomi juga meningkat.

“Hal yang ingin diperbaiki yaitu agar hasil pertanian berkualitas dan tetap terjaga kesehatan terhadap produsen maupun konsumen, untuk tahun ini kami masih memanfaatkan gulma yang ada disitu sebagai pupuk,” lanjutnya.

Petani belum termotivasi untuk memperbaiki lingkungan penanaman, sehingga menggunakan pestisida kimia yang dibeli di perusahaan sekitar masih menjadi solusi utama.

“Kami inginnya desa itu menjadi ramah lingkungan dan berkelanjutan, baik pupuk anorganik maupun zat kimia dikurangi dan menggunakan agen hayati maupun pestisida nabati.”

Kedepannya, tim nya rencanakan akan menanam tumbuhan lainnya seperti sirsak, pepaya, dan sebagainya.

Penerapan sistem LEISA untuk pertanian di desa yang terletak di Kecamatan Bunga Raya Kabupaten Siak ini merupakan pengabdian lanjutan. Sebelumnya Hapsoh katakan sudah pernah melakukan program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) pada 2016 dengan memperkanalkan pembuatan kompos. Ketika itu juga dibangun rumah kompos dan pemberian sapi beserta kandangnya.

Selanjutnya tahun 2017 hingga 2019, Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) tentang sistem canal blocking.  Sistem ini membuat petani tidak khawatir kekurangan air untuk pengembangan pertanian.

“Dari pengamatan kami, mereka udah aman tuh menggunakan canal blocking, yang sebelumnya kekurangan air kalau musim kemarau sudah bisa terbantu dengan sistem ini,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian ini.

Kemudian tahun 2020, dilanjutkan dengan memperkenalkan sistem LEISA ini oleh Hapsoh dan tim. Program ini merupakan program desa binaan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) menggunakan Dana Isian Penggunaan Anggaran Universitas Riau. Pembinaan rencananya akan dijalankan hingga tiga tahun kedepan.

“Memang desa ini menjadi desa binaan Universitas Riau,” tutup Hapsoh.#