Hanya Sekali Beroperasi, Balai UNRI Sudah Tak Jalan Lagi

Empat sendok semen dituangkan ke lubang yang dalamnya tak sampai setinggi lutut orang dewasa itu. Disusul beberapa buah batu bata. Senin siang pertengahan November lalu, Rektor Aras Mulyadi meletakan pondasi awal pembangunan gedung Balai UNRI. Gedung akan dibangun di lahan milik Fakultas Pertanian, tepat di samping Unit Pelaksana Teknis Kebun Percobaan.

“Ini akan jadi pusat informasi. Sehingga jadi perantara jual beli,” ujar Aras saat memberi sambutan.

Balai UNRI merupakan wadah jual beli hasil produk sivitas akademika berbasis situs web. Laiknya marketplace pada umumnya pembeli dapat memilih produk-produk yang ditampilkan. Namun untuk menggunakannya, pelanggan mesti mengakses situs web balaiunri.com.

“Ke depan akan ada pengembangan ke versi android agar lebih mudah diakses,” jelas Surya Syahrani tim Teknologi Informasi balaiunri.com yang juga Kepala Subbagian Kemahasiswaan, Kerja sama, dan Alumni Fakultas Pertanian.

Surya ungkapkan, sekitar Rp7 jutan habis untuk pengembangan dan pemeliharaan situs web. Saat ini Balai hanya menjual 38 jenis produk dan olahan sektor pertanian saja. Namun ke depan kata Surya, Balai akan mengembangkan produk yang lainnya, seperti produk perikanan, makanan maupun jasa lainnya.

Nama Balai UNRI diusulkan oleh Sayfrinal yang juga Ketua Panitia Milad UNRI 2020 lalu. Balai dalam bahasa Melayu berarti pasar. Menurut Syafrinal, Balai UNRI bisa dijadikan wadah untuk belajar wirausaha bagi mahasiswa.

“Tergantung sama bidangnya masing-masing. Misal anak pertanian, ya belajar bagaimana berwirausaha bagi orang pertanian. Ada lagi misalnya orang perikanan, juga sesuai bidangnya,” jelas Dekan Fakultas Pertanian ini.

Dengan adanya Balai ini, Surya menilai akan jadi suatu keuntungan untuk warga kampus. Ketimbang UNRI bekerja sama dengan perusahaan marketplace nasional, seperti Bukalapak atau Lazada. Pertama, dari segi kualitas. Jika UNRI punya marketplace sendiri, maka kualitas produk akan lebih terjaga dan mudah dikontrol.

Pertimbangan kedua terkait harga yang masih bisa bersaing. Ia ungkapkan, di hari peluncuran banyak produk ditawarkan dengan potongan harga. Bahkan sampai 20 persen. Kepercayaan calon pembeli kepada UNRI jika punya marketplace sendiri juga jadi pertimbangan.

Di hari peluncuran saja, Balai UNRI mempu menggaet 35 transaksi penjualan dengan nominal Rp2,5 juta.

Namun sejak acara seremonial itu, Balai tak layani jual beli lagi. Produk-produk yang dipajang tak bisa dipesan. Sebabnya, kepengurusan Balai UNRI belum terbentuk.

“Sengaja kita kosongkan. Jika ada yang pesan, nanti tidak akan terlayani,” kata Surya.

Syafrinal membenarkan perkataan Surya. Saat ini, Ia baru akan mengajukan pembangunan gedung terlebih dahulu. Baginya Balai tak bisa beroperasi jika bangunan fisiknya belum ada. Ia pun targetkan pembangunan akan selesai pada tahun ini. Setelahnya barulah diajukan struktur kepengurusan untuk dibuatkan SK oleh rektor.

Minggu awal Februari lalu, Kru Bahana mengunjungi lokasi Balai. Belum tampak perkembangan pembangunan gedung. Beberapa batu bata sisa acara telah hilang, hanya beberapa yang tinggal. Warna merah bata pun tersamarkan oleh tanah yang menutupinya. Sisanya, hanya ada empat patok yang berhadapan dengan empat patok lagi. Rerumputan juga mulai tumbuh liar di sekitar lokasi itu.

Surya merasa lokasi pembangunan gedung kurang strategis. Karena letaknya jauh dari pusat keramaian kampus. Berbeda dengan Syafrinal, Ia cerita lokasi itu dipilih lantaran luas dan memadai. Sebab selain saung jual beli, Balai UNRI juga akan dikonsepkan seperti objek wisata.

“Strategis kan tidak harus keramaian. Kalau pembeli memetik sendiri, tentu ada kenikmatan tersendiri, kan,” kata Syafrinal saat dihubungi  awal Februari lalu.#Muhammad Rizkillah