Selama pandemi sopir bus UNRI tak punya penghasilan tambahan. Biasanya mereka dapat uang rokok dari sewa bus kegiatan mahasiswa.
Oleh Tegar Pamungkas
Bus itu berwarna biru. Sisi kiri kanan badan bus tertempel stiker ‘Universitas Riau’. Pukul setengah empat sore, masih kurang beberapa menit. Bus belum beranjak dari parkiran di pelataran musala rektorat.
Setiap hari Senin sampai Jumat, pukul 7 pagi, bus ini berangkat dari Kampus UNRI Gobah di Jalan Pattimura menuju Kampus Binawidya Panam. Rata-rata penumpangnya adalah pegawai yang lokasi rumahnya tak terlalu jauh dari kampus Gobah. Sesekali ada juga mahasiswa maupun dosen yang ikut menumpang.
Sekitar pukul 15.30, tepatnya mengikut jam pulang para pegawai. Bus berangkat lagi ke Gobah. Di situlah bus yang dibeli UNRI tahun 2006 itu bertanggang. Esok pagi jalan lagi ke Kampus Binawidya. Begitu seterusnya.
Pintu depan bus telah terbuka. Di balik kursi kemudi tampak pria paruh baya asik memainkan gawai. Sebuah handsfree menempel di telinga kirinya. Untuk berjaga apabila ada yang memanggil masih terdengar di telinga kanannya.
“Masuk aja dek, lewat pintu sebelah,†sahut pria itu pada Kru Bahana, akhir April lalu. Ia masih menunggu beberapa pegawai yang akan pulang.
Musnih namanya. Sudah 34 tahun jadi sopir—kampus negeri pertama di Riau—UNRI. Tahun 1987, kali pertamanya bawa bus trayek sekitaran Kampus UNRI Gobah di Jalan Pattimura. Bus kapsul moncong mirip pesawat ia kemudikan. Era tahun 80-an, bus model ini memang nge-tren.
“Sekarang bus itu ada di depan Rusunawa,†jelas Musnih.
Ia cerita beberapa mobil operasional UNRI pernah dijajalnya. Di kampus Purnama, Musnih ditugasi jadi sopir mobil tangki air. Namun tak lama, lantaran aktivitas perkuliahan di kampus Dumai itu mulai menurun. Ia ditarik kembali ke Pekanbaru.
Kali ini ia jadi juru kemudi bus milik Faperika—kini FPK alias Fakultas Perikanan dan Kelautan. “Waktu itu fakultas punya bus sendiri. Seperti FKIP dan Faperika,†kenangnya.
Musnih tentu tak sendiri. Ada tujuh lagi sopir bus UNRI se angkatannya. Aris, Kasmir, Helmi, Sunardi, Tarmizi, Dedi, dan Haryono. Namun kini hanya tersisa empat orang yang masih aktif. Sisanya telah purna tugas.
Perlahan bus biru pun beranjak. Kini bergeser sekitar 20 meter ke arah Selatan. Berhenti tepat di pelataran gedung rektorat. Tak jauh dari pintu masuk gedung empat lantai itu.
Chetaak. Suara pintu terbuka. Seorang ibu dan anak perempuan masuk dari pintu belakang. Beberapa saat disusul seorang ibu-ibu berbaju biru seragam Korps Persatuan Pergawai Republik Indonesia.
Seketika suara-suara penumpang di belakang terdengar. Mereka saling lempar cerita sambil menunggu yang lainnya masuk ke bus.
“Pak, bu Lina udah pulang duluan,â€Â sahut salah satu dari mereka pada Musnih, isyaratkan taka da lagi penumpang yang ditunggu. Musnih menginjak pedal gas. Sore itu hanya empat penumpang yang ikut.
Pandemi Covid-19 memukul segala aktivitas penjuru negeri. Tak terkecuali bagi para sopir bus UNRI. Biasanya minimal dua bus setiap pagi selalu jalan. Kini hanya bus biru rute Gobah – Panam saja yang masih beroperasi.
Itupun penumpang bisa di hitung dengan jari. Sebabnya kampus menerapkan kerja dari rumah atau biasa dikenal work from home—WFH. Bagi juru mudi ini, ada tidaknya penumpang mereka tetap ke kantor. Sekadar isi absen dan menunggu perintah atasan.
“Pegawai ni ada pula kan WFH sama WFO [kerja di kantor] nya, jadi ya kalau pada WFH gak ada yang naik bus ini,†cerita Musnih. Meskipun semua bangku kosong ia tetap jalan.
Sedikit hal yang buat Musnih dan sopir lainnya lebih tenang, mereka tetap digaji seperti biasa. Tak ada pemotongan upah. Hanya saja uang sampingan yang berkurang.
Bila keadaan normal, mereka bisa dapat penghasilan tambahan dari kegiatan mahasiswa yang menyewa bus. Istilahnya untuk uang rokok.
“Sulitnya sekarang gak ada kegiatan mahasiswa. Jadi gak ada pemasukan tambahan. Biasanya ada lah sedikit uang rokoknya,†kata Musnih sembari tertawa kecil.
Rute terjauh yang pernah ditempuh, Musnih mengantarkan beberapa mahasiswa ikut kontes robot ke Lampung. Perjalanan itu memakan waktu sampai dua hari dua malam.
Habib—Kepala Sub bagian Rumah Tangga UNRI jelaskan, selama pagebluk ini tak ada pengurangan pegawai sopir. Dari lima bus yang ada,hanya tiga yang beroperasi. Satu bus biru rute Gobah-Panam. Bus kuning yang umumnya beroperasi di kampus Panam yangdibeli pada 2013 dan 2016 silam. Sisanya, dua bus dikandangkan dengan alasan peremajaan.
“Untuk pegawai tidak ada pengurangan, semua dibagi shift kerjanya,†ujar Habib.#