Kesetaraan dan Inklusivitas dalam Kepemimpinan

“Kesetaraan dan inklusivitas sangat penting dan diletakkan dalam kerangka demokrasi,” ucap Ketua Cakra Wikara Indonesia, Anna Margret dalam diskusi bertajuk Equality and inclusivity in Leadership, pada Senin (18/10).

Menurut Anna, tidak adanya kesempatan yang diberikan, membuat para perempuan dan penyandang disabilitas tak turut andil dalam berbagai aspek. Misalnya pengembangan dan pembangunan demokrasi di Indonesia.

Hemat Anna, tingkat kekerabatan laki-laki lebih disorot dibandingkan perempuan. Perekrutan perempuan dalam dunia politik dikaitkan dengan ras dan agama.

Pukul 3 sore, Amy Jesscia pandu acara yang diselenggarakan Indonesian Youth Diplomacy bersama Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

Diah Pitaloka–Wakil Ketua Komisi VIII juga Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia jelaskan, leadership harus dimiliki oleh semua orang. Baik itu laki-laki maupun perempuan. Bagi Diah, kepemimpinan juga merupakan kerangka dan prinsip demokrasi.

Menurutnya, konsep persamaan dan inklusivitas bisa dijadikan prinsip dalam kehidupan sehari-hari.

Dilain sisi, Chintia Octenta dari Community Head Koneksi Indonesia Inklusif sampaikan pendapatnya. Katanya, equality dan inclusivity dalam kepemimpinan akan menyadarkan bahwa indonesia memiliki keadaan yang berbeda-beda. Tak hanya menyoal kesetaraan dan inklusivitas sebagai penyandang disabilitas saja. Akan tetapi lebih kepada kesempatan mereka mengembangkan diri.

Ketua Delegasi Indonesia untuk Arab Saudi, Rahayu Saraswati tambahkan, keikutsertaan perempuan dan penyandang disabilitas disebabkan beberapa faktor. Salah satunya karena maraknya kasus yang terjadi. Hal ini membuat mereka terjebak pada aktivitas kepemimpinan yang terbatas.

Lebih lanjut, untuk mewujudkan penyaluran dana dan anggaran bagi perempuan dan penyandang disabilitas, Rahayu adakan Program Kesejahteraan Harapan yang diberikan kepada ibu-ibu Indonesia.

“Generasi baru harus terus disadari bahwa inklusivitas harus dipertahankan. Perlu adanya gerakan sosial di masyarakat,” tutup Rahayu.

Penulis : Novita Andrian

Editor: Febrina Wulandari