Mengurai jejak pucuk pimpinan, UNRI hingga kini sudah miliki enam orang rektor. Masing-masing periode punya cerita sendiri tiap helatan pilrek.

Oleh Febrina Wulandari

Kampus Universitas Riau (UNRI) sudah terbilang matang secara usia. Tepat 1 Oktober lalu, sudah 59 tahun menyuguhi pembelajaran bagi mahasiswa dari beragam fakultas. Sepanjang usia itu, pergantian pimpinan sudah terjadi delapan kali. 

Jauh sebelum mengenal sistem rektor, UNRI pakai sistem presidium. Kaharuddin Nasution dan Arifin Achmad adalah presidium pertama dan kedua. Mereka kala itu tengah menjabat sebagai Gubernur Riau. Dulu, main tunjuk saja. Iklim demokrasi belum terasa di kampus ini. Hingga akhirnya UNRI punya rektor definitif pertama, Muchtar Lutfi. 

Kini, UNRI sudah punya landasan dan dasar yang kuat. Peraturan dari pemerintah sudah mengikatnya. 

Peraturan pemilihan rektor (pilrek) tak banyak berubah sedari berlakunya sistem rektor. Hawa demokrasi lebih hidup, meskipun tak melibatkan seluruh warga kampus. Kemenangan bergantung pada suara anggota Senat dan perwakilan kementerian. Komposisinya masing-masing 65 persen anggota senat dan 35 persen.

Jika mengurai jejak pucuk pimpinan, UNRI hingga kini sudah miliki enam rektor. Setiap periode punya cerita sendiri tiap helatan pilrek. Bahana Mahasiswa sajikan kilas balik tiga tempo terakhir. 

Tarik mundur ke tahun 2018. Desember tanggal 10 akan menentukan siapa menggantikan Aras Mulyadi empat tahun ke depan. Aras nyatanya belum puas duduk di bangku kerjanya itu. Ia kembali maju, berharap dua periode. Namun, Aras tak dapat tersisihkan oleh dua rivalnya, Deni Efizon dan Zulkarnain. 

Pria kelahiran Kuantan Singingi ini menggondol 68 suara. Deni menyusul dengan 11 suara. Terakhir Zulkarnain hanya dapat satu suara. 

Jalan panjang hingga Aras duduk dua periode tak instan dan mulus. Maju mundur jadwal pemilihan jadi bumbu pelengkap. Alhasil, berbagai polemik pun muncul. Pertama, pemilihan yang awalnya dijadwalkan 11 Juli tertunda. Usut punya usut, proses penelusuran rekam jejak calon rektor oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) belum rampung. 

Habis pula waktu sebulan menanti. Akhirnya datang kabar baik dari ibukota. Sekretaris Jenderal Dikti kala itu—Ainun Naim—kabarkan bahwa pilrek dapat dilaksanakan pada 16 Agustus.  

Lagi-lagi UNRI harus menelan kekecewaan. Dua hari sebelum pemilihan, tepatnya 14 Agustus, Ari Hendrarto Saleh selaku Kepala Biro Sumberdaya Manusia bilang pilrek jangan dilaksanakan dahulu. Tak ada alasan yang jelas. Padahal, belum genap sehari Iwantono pulang dari Jakarta guna menjemput surat resmi pelaksanaan pilrek. 

Waswas mulai melanda. Mengingat masa jabatan Aras akan tamat pada 9 September. Permenristekdikti No.19 Tahun 2017 Pasal 9 Ayat 1 mengatur bahwa pilrek harus dilaksanakan paling lambat dua minggu sebelum masa jabatan berakhir. Artinya, pemilihan harus berlangsung paling tidak pada Jumat, 24 Agustus. Sebab, Sabtu dan Minggu bukan hari kerja.

Kekosongan masih berlanjut sampai 9 September. Hari itu, Aras sudah tak masuk kantor lagi. UNRI yang saat itu tak bertuan bikin bingung seluruh civitas akademika. Pekerjaan di rektorat terbengkalai, sebab tak ada yang bisa berikan perintah. Mulai dari terkendala pencairan anggaran, remunerasi yang tak bisa dibayarkan, hingga administrasi yang perlu diteken rektor. 

Kesempatan ini jadi momen bagi PT Hasrat Tata Jaya untuk mengeksekusi lahan sengketa di kampus Panam. 

Tiga hari kapal UNRI berlayar tanpa nakhoda. Teka teki siapa yang akan mengisi kekosongan akhirnya terjawab. Kemenristekdikti resmi menunjuk Agus Indarjo sebagai Pelaksana Tugas Rektor. Ia sendiri tengah menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti sejak 2015. Latar belakangnya sama dengan Aras, bidang perikanan.

Sebuah panggilan masuk ke gawai Adel Zamri Ketua Senat, 29 September. Tak lain dari kementerian. Kabar baik ia terima, pemilihan akan dilangsungkan pada 5 atau 6 Desember. 

Adel pun menunggu surat resmi mendarat di tangannya. Namun, sampai 2 Desember, belum nampak hilalnya. Tak mau menunggu terlalu lama, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ini berinisiatif terbang ke Jakarta dan menjemput sendiri. 

Ia temui staf Kemenristekdikti sehari setelah kedatangannya. Pada hari yang sama, Adel sudah dapat jawaban dalam bentuk selembar surat. Isinya memberitahukan pilrek bisa dimulai 5 Desember jika proses rekam jejak sudah rampung.

Sehari usai pulang ke Pekanbaru, Adel langsungkan rapat senat tertutup.  Namun, kementerian mungkir janji. Sampai pada hari yang sudah dijanjikan, mereka tak kunjung datang. Adel hanya menerima sebuah surat via WhatsApp yang berbunyi pilrek ditunda.

Bagai menanam padi, tumbuh ilalang. Realita tak selaras dengan angan. Penundaan ketiga kalinya terjadi. Panitia masih belum mengetahui alasan pihak kementerian menundanya. 

Berkali-kali dibuat patah hati, akhirnya pilrek benar-benar terjadi. Jumat sore, 7 Desember, surat undangan sidang senat dilayangkan untuk memilih rektor. Pemungutan suara resmi dilakukan pada Senin, 10 Desember. Adel memimpin sidang senat pukul 12 siang. Lagi-lagi, Aras Mulyadi unggul.

Surut lagi empat tahun, pemilihan di tahun 2014 yang dimenangkan Aras Mulyadi untuk pertama kali.  Ada tiga kandidat yang maju. Aras Mulyadi, Ali Yusri, dan Yanuar. Saat itu, Muhammad Nur menjadi Ketua Komisi Pilrek (red:  Ketua Panitia Pemilihan Rektor).

Semuanya berjalan mulus sebagaimana pilrek pada umumnya. Mulai dari pendaftaran hingga puncaknya, hari pemilihan. Pada 20 Mei, Kementerian Hukum dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa UNRI gelar debat calon rektor. Keduanya juga adu visi misi dan tebar janji program kerja di lobi rektorat. 

Proses pemilihan memakan waktu lima bulan. Mulai dari pembentukan panitia pada 27 Februari. Lenjut ke tahap sosialisasi pada hari pertama bulan Maret. Lima hari berikutnya, panitia diskusikan jadwal pemungutan suara. 

Pembahasan tata tertib memakan waktu yang lama, sekitar sebulan. Baru rampung pada 10 April. Bakal calon dijaring selama lima hari, terhitung dari 11 sampai 26 April. Hingga pucuknya yang ditunggu-tunggu pada 9 Juni 2014, pilot UNRI akan segera berganti. 

Hari itu, lantai empat rektorat jadi tempat berjalannya pemilihan. Emakan waktu sampai dua jam, pukul 9 pagi sampai 11 siang. Seluruh anggota senat hadir, ada 74 orang. Tambah 40 orang dari kementerian. 

Pemilihan berlangsung dengan sistem coblos. Panitia menyediakan dua bilik suara. Seluruh suara dinyatakan sah. Aras unggul dengan 54 suara, hanya selisih 7 suara dengan Yanuar. Sedang Yusri bawa pulang 11 suara. 

Isyandi yang mengetuai panitia dan Syafri Harto sekretaris panitia umumkan rektor terpilih periode 2014 sampai 2018. Tak banyak warna kala pilrek periode ini. 

Kejadian di 2018 juga terjadi pada 2018. Pesta demokrasi pilrek tak pula mulus, ditunda beberapa kali. Tak banyak catatan mengapa pemilihan sampai ditunda. Saat itu, M. Nur Mustafa menjadi Ketua Komisi Pilrek (red:  Ketua Panitia Pemilihan Rektor).

Empat bakal calon rektor berebut kursi nomor satu. Mereka adalah Yohannes, Zulkarnaeni, Firdaus LN, dan Ashaluddin jalil—petahana rektor. 

Usai bertarung merebut suara, sang petahana Ashaluddin Jalil menangguk 49 dari total 60 suara. Yohannes dan Firdaus berturut-turut memperoleh 10 dan 1 suara. Sementara Zulkarnain nihil dukungan. Guru besar bidang Sosiologi Perkotaan itu kembali jadi orang nomor wahid di kampus biru langit sampai 2014.