DUA mahasiswa menghadap sebuah papan berbentuk perahu dengan tujuh lubang kecil sejajar dan dua lubang besar diujungnya. Emi mengoper satu per satu biji dalam genggamannya ke setiap lubang. Sedangkan Faisal memandangi papan, menanti giliran.

Permainan ini disebut congkak, salah satu permainan tradisional yang banyak mengandung konsep matematika. Sebelum permainan dimulai, semua lubang kecil harus diisi biji dengan jumlah sama banyak. Bermain congkak mengajarkan kita untuk jujur serta taat akan aturan yang ada.

Congkak menjadi salah satu inspirasi Yenita Roza dalam melakukan penelitian. Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau Jurusan Matematika ini ingin mengenalkan kembali permainan tradisonal lewat pelajaran matematika. “Bagaimana konsep matematika bisa dipahami sambil bermain dan ada nilai karakternya,” kata Yenita.

Lengkapnya Yenita meneliti Analisis Pemikiran Matematika pada Permainan Tradisional dan Tradisi Rakyat Daerah Riau untuk Pengembangan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika Realistik. Penelitian tersebut mendapat support dana Strategi Nasional (Stranas) pada tahun 2011 dan 2013. “Endingnya akan dibuat buku untuk guru matematika di sekolah,” ujarnya.

 

SEMUA ini bermula dari tuntutan pemerintah melalui Dinas Pendidikan Nasional soal pendidikan berkarakter. Kurikulum 2013 mewajibkan semua mata pelajaran harus menerapkannya, tak terkecuali matematika. Yenita lantas berpikir nilai karakter pada matematika bisa diimplementasikan pada permainan tradisional.

Yenita bersama timnya, Titi Solfitri dan Syarifah Nur Siregar mulai turun ke daerah pada Mei 2012. Ada tiga lokasi yang dipilih: Siak, Pekanbaru dan Kampar. Siak mewakili daerah yang masih kental tradisi. Pekanbaru dinilai sebagai daerah perkotaan yang permainan tradisionalnya mulai hilang. “Sedangkan Kampar merupakan daerah perbatasan kota dan kabupaten. Jadi bisa mewakili daerah lainnya,” jelas Yenita.

Dari hasil jelajah, mereka putuskan ada tujuh permainan tradisional yang cukup besar kaitannya dengan pelajaran matematika. Selain congkak yang sudah dijelaskan di atas, permainan lainnya yakni besimbang.

Besimbang banyak dimainkan di daerah pantai dengan alat bantu kulit kerang. Cara bermainnya, kulit kerang akan dilambung. Saat kulit kerang berada di atas, pemain harus sigap mengambil kulit kerang lain yang ada di lantai. Begitu seterusnya, diambil satu per satu hingga kulit kerang terambil semua.

Para pemain besimbang duduk melingkar dengan jarak sama. Yenita menuliskan dalam penelitiannya, jarak ini menerapkan konsep lingkaran dalam ilmu matematika. Selain itu, konsep perhitungan—tambah-kurang-kali-bagi—juga ada dalam permainan ini. Nilai karakternya demokratis, jujur, cerdas, cermat dan tepat terutama dalam mengambil kulit kerang di lantai.

Selain besimbang, guli atau kelereng juga menerapkan konsep lingkaran. Para pemain dituntut bisa mengukur jarak yang tepat sehingga guli yang dilentikkan tepat masuk ke lubang berbentuk lingkaran.

Konsep bangun datar diterapkan Yenita melalui permainan galah. Ia biasa dimainkan dalam regu. Akan dibuat garis berbentuk bangun datar seperti persegi, persegi panjang atau segitiga. Regu yang bertahan akan menjaga garis lapangan agar regu penyerang tak bisa lewat. Regu bertahan berusaha menyentuh penyerang agar bisa menang. Sedangkan penyerang berusaha melewati garis depan hingga belakang dan kembali lagi ke depan. Jika berhasil tak tersentuh, mereka menang. Permainan ini mengajarkan kita untuk sabar, jujur, gigih dan menerima kekalahan.

Permainan tradisional ligu juga menerapkan konsep bangun datar. Permainan ini menggunakan tempurung kelapa yang belum terlalu tua serta sebilah bambu untuk memukul ligu. Cara bermainnya, pemain harus bisa menjatuhkan ligu lawan yang tertancap di tanah dengan melemparnya dengan sebilah bambu. Bila berhasil, ia menang. Ligu bisa dibentuk menjadi apa saja sesuai keinginan pemain. Kreatif, terampil, cerdas, dan ketelitian diperlukan dalam permainan ini.

Satu permainan tradisional lagi yang menerapkan konsep bangun datar yakni rimau. Permainannya mirip dengan catur. Biasanya digunakan media papan yang digores membentuk petak-petak seperti papan catur. Petak-petak tersebut diisi bebatuan kecil. Permainan ini mengajarkan menghitung peluang. Jika satu batu dipindahkan, berapa besar peluang bisa menang. Perlu kecerdasan serta kekreatifan tinggi dalam bermain rimau.

Begitu pula pada permainan setatak. Area bermain dengan bentuk persegi, trapesium maupun lingkaran mengajarkan materi bangun datar.

 

YENITA ROZA copySELAIN permainan tradisional, Yenita Roza juga membidik beberapa tradisi daerah yang menerapkan konsep matematika. Malamang misalnya. Makanan asal Kampar ini dimasukkan ke dalam bambu yang dilapisi daun pisang. Konsep matematikanya menyangkut luas daun pisang yang harus digunakan. Selain itu, “Berapa liter beras yang harus diisi ke bambu serta perbandingan banyaknya beras dan santan yang diperlukan,” jelas Yenita.

Lampu Colok adalah tradisi lainnya dalam penelitian Yenita Roza. Konsep matematika diperlukan dalam merangkai lampu colok membentuk sebuah bangun yang diinginkan.

Kendala waktu jadi persoalan tersendiri bagi Yenita untuk melakukan penelitian terkait tradisi masyarakat. Ia harus menunggu event besar, baik untuk Malamang maupun Lampu Cokok. Tradisi Lampu Colok bisa diamati Yenita melalui event Lomba Minggu Budaya di Siak. Sedangkan Malamang dilihatnya saat ada pernikahan seorang tetua di Kampar.

 

YENITA Roza berharap hasil penelitiannya bisa merubah pendapat anak-anak soal matematika. Ia juga ingin anak-anak tak melupakan permainan tradisional. “Anak sekarang mainnya komputer, games atau nongkrong dengan teman-teman. Padahal permainan tradisional asik juga,” ujarnya.

Ia coba mewujudkan asanya melalui penelitian ini. Suatu kali Yenita turut mengajarkan anak-anak SDN 018 Teluk Kenidai Kampar bermain setatak. Di setiap kotak diberi satuan uang. Anak-anak diajarkan pelajaran mata uang.

Kegiatan tersebut membuat guru-guru menjadi sadar ternyata pelajaran matematika bisa diterapkan melalui permainan tradisional. Dengan begitu, keinginan Yenita mengajarkan konsep matematika melalui permainan tradisional sekaligus melestarikan permainan tradisional yang kian langka menjadi kenyataan. #