HARI itu 2 Desember 2013, suasana berbeda terlihat didaerah senapelan. Ujung jembatan bercat kuning ini ditutup dan akan dibuka lima bulan kedepan. Alasannya, terdapat lengkungan ditengah jembatan yang menghubungkan daerah Rumbai dengan Pekanbaru tersebut. Tentunya jika tetap digunakan dapat membahayakan pengguna jalur penghubung dengan ukuran 11 x 520 meter ini.

Penutupan dilakukan selama pemeriksaan dan perbaikan jembatan. Padahal menurut rancangan awal, jembatan ini akan bertahan hingga 50 tahun kedepan. Sejak diresmikan pada 3 Desember 2011 oleh Gubernur Riau saat itu Rusli Zainal. Sayangnya rencana tak berjalan sesuai yang diperhitungkan.

Suasana kontras terlihat sekali. Biasanya jembatan ini ramai dilewati orang-orang yang berkendara dari Rumbai menuju Pekanbaru. “Sejak ditutup, disini jadi agak sepi,” ujar Ujang, warga yang bermukim didekat jembatan. Sedangkan di jembatan, walau ada larangan untuk umum melintas atau berada di jembatan, anak-anak yang berada disekitar wilayah itu tak peduli dan bermain disana.

JEMBATAN Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah, begitulah nama jembatan ke tiga yang membentang Sungai Siak ini. Sultan Muhammad Ali ialah raja ke 5 Kerajaan Siak Sri Indrapura dengan nama kecil, Tengku Muhammad Ali. Putra dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah—raja keempat Kerajaan Siak Sri Indrapura—hanya mengabdi dalam waktu singkat. Dua tahun. Kondisi kesehatan yang menghentikan perjalanannya memimpin di Kerajaan melayu ini.

Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah merupakan sulung dari pernikahan Tengku Alamuddin Syah dengan Puan Khatijah. Lima saudara lainnya ialah Tengku Akil, Tengku Embong Badariah, Tengku Hawi, Tengku Sukma dan Tengku Mas Ayu. Sedangkan sebagai pasangan hidup, ia menikahi sepupunya Tengku Mandak binti Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzammar Syah.

Dalam masa kepemimpinannya, Tengku Muhammad Ali banyak meneruskan keinginan ayahandanya yang terhenti. Sang ayah memegang tahta dari 1761 hingga 1766. Banyak yang dilakukan raja keempat ini, diantaranya memindahkan pemerintahan kerajaan dari Mempura dihulu Sungai Siak ke Senapelan. Kemudian jadikan pusat kerajaan baru ini sebagai pekan pusat bandar dagang yang ramai. “Memindahkan kerajaan itu dimasa Tengku Alamuddin, dan mengembangkan Senapelan saat itu baru Tengku Muhammad Ali,” kata Tennas Effendi, Budayawan Riau.

Dalam buku Sejarah Riau terbitan 1998 karya Muchtar Lutfi bersama timnya dijelaskan setelah Senapelan jadi ibukota kerajaan Siak, perdagangan jadi semakin ramai. Tengku Alamuddin mendirikan sebuah pekan pada akhir 1762, dikenal dengan nama Bandar Pekan— kini disebut Pekanbaru.

Ia memperbesar bandar perdagangan dengan membuka jalan penghubung sehingga memudahkan akses dari Senapelan ke daerah lain. Terutama daerah penghasil lada, gambir, rotan, damar, kayu dan lainnya. Akses tersebut berupa jalan yang membentang dari Selatan ke Barat. Dari Teratak Buluh, Buluh Cina sampai ke Bangkinang dan Rantau Berangin.

Peningkatan keamanan dengan menumpas perampok dan penyamunpun ia lakukan. Sayang ia wafat pada 1766 dan dimakamkan di Kampung Bukit—di area Mesjid Raya Pekanbaru sekarang. Almarhum diberi gelar Marhum Bukit.

Pemerintahan kerajaan dilanjutkan Tengku Muhammad Ali. Menurut buku Sejarah Kerajaan Siak karya O.K Nizami Jamil, Tengku Muhammad Ali hanya fokus pada pusat perdagangan. Pekan yang mulanya sepi jadi ramai kembali karena banyak suku berdatangan ke pekan untuk melakukan transaksi perdagangan. Jadilah sebuah pekan baru yang terus ramai kegiatan perdagangannya.

Ketika ia wafat, gelar Marhum Pekan diberikan karena jasanya mendirikan kota Pekanbaru. Ia juga dimakamkan didekat ayahnya. Pemerintahan kemudian dilanjutkan Sultan Ismail, adik Sultan Muhammad Ali.

“INI bentuk penghargaan dan penghormatan. Karena Sultan Muhammad Ali telah berhasil kembangkan perdagangan di Kota Pekanbaru,” ujar Azaly Djohan, mantan Ketua Lembaga Adat Melayu Riau. Ketika ia jadi Ketua LAM pembahasan soal nama jembatan dilakukan. LAM mengusulkan nama raja kelima ini dan diterima.

“Kita ingin jembatan ketiga ini didedikasikan untuk tokoh yang berjasa kembangkan Pekanbaru,” tambah Azaly. Menurutnya Sultan Muhammad Ali seorang pedagang pertama yang berhasil berniaga dan mengembangkannya di Bumi Lancang Kuning.#