Lima Januari tahun empat sembilan petaka menerpa
Rengatku, Rengatmu, Rengat kita semua
Bersimbah darah negeri ini, memerah air
Aliran Indragiri, darah luka pedih
Putera-puteri negeri, yang menemui
Yang Esa karena Agresi…

DEMIKIAN syair lagu perjuangan yang diciptakan untuk mengenang para pejuang di Negeri Indragiri Hulu dalam mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajahan Belanda. Indragiri Hulu merupakan salah satu kabupaten di Riau, dibanjiri oleh darah merah para pejuang saat itu. Tahun 1949 merupakan penyerangan Belanda secara besar-besaran ke berbagai daerah di Riau. Terutama daerah-daerah selatan Riau, seperti Rengat, Tembilahan, dan kota kecil lainnya.

Aliran sungai Indragiri (Batang Kuantan) di Rengat, berubah seketika menjadi kuburan mayat pejuang yang berusaha mempertahankan negerinya dari orang-orang penjajah. Tubuh mereka mengapung menutupi permukaan sungai. Mengharukan. Hati bagai teriris sembilu, mengenang peristiwa yang sangat menyedihkan itu. Nyawa tak berharga lagi. Tidak perduli apakah itu pejuang ataupun rakyat biasa. Semuanya ‘dibantai’ secara keji.

Peristiwa itu sangat tragis dan susah dilupakan. Apalagi bila melihat tugu 5 Januari yang berdiri kokoh tepat di pinggir sungai indragiri. Tugu yang memang dipersembahkan untuk mereka yang telah mendahului kita. Puluhan nama tentara dan rakyat yang tewas pada peristiwa itu, terpampang jelas di tugu tersebut. Semua tahu, sebenarnya bukan itu harapan dari perjuangan yang mereka berikan. Namun tiada lagi yang dapat diberikan untuk mereka yang telah memberikan indah dan nyamannya kehidupan sekarang, selain do’a yang ikhlas serta bangunan tugu untuk dapat dikenang sepanjang masa.

Bulan Januari, peristiwa berdarah yang telah membuat banjir air mata. Saat itu, 2 Januari 1949, Kota Rengat yang merupakan ibu kota kabupaten indragiri hulu, menjadi incaran utama pasukan belanda. Sehingga pasukan yang dikirim Belandapun relatif besar dibandingkan dengan pasukan belanda yang dikirim ke daerah lain.

Besarnya pasukan yang dikirim, disebabkan oleh perkiraan mereka tentang kuatnya pertahannan Indragiri, adanya kilang senjata di beberapa daerah dan beberapa intelligen mereka bahwa kekuatan TNI di Rengat melebihi daerah lain di Riau. Tampaknya perkiraan mereka tak membawa keberuntungan kepada pejuang Indragiri. Malah membuat kewalahan yang tak dapat mereka atasi.

Sebelum dapat menduduki kota Rengat, Belanda telah memgadakan pengintaian terlebih dahulu dari udara. Hal ini sudah dimulai sejak 2 Januari 1949. Pengintaian yang dilakukan tidak hanya Rengat, Air Molek, Lirik dan Taluk Kuantan. Ketiga kota tersebut menjadi incaran peluru yang ditembak dari udara. Selain melumpuhkan daerah itu, Belanda juga berusaha meluluhlantakkan daerah pintu masuk menuju rengat. Pengintaian ini berlangsung hingga 4 Januari 1949.

Upaya mereka melumpuhkan kota dan daerah pintu masuk Rengat membawa hasil. Rengat diserang habis-habisan oleh Belanda. Hari itu, 5 Januari 1949, matahari belum lagi tinggi, namun dua pesawat Mus-tang Belanda telah muncul dari arah tenggara Rengat. Suara Mustang meraung-raung mengiringi teriakan penduduk tak berdosa yang terkena serangan tembakan dan lemparan granat. Serangan serupa juga terjadi di Air Molek dan Taluk Kuantan secara bergantian.

Serangan dadakan ini berlangsung hingga sang surya hampir mencapai puncaknya. Ternyata itu belum selesai, setelah tembakan dan lemparan granat, muncul lagi tujuh buah pesawat Dakota yang membawa ribuan pasukan. Pesawat Dakota berputar-putar mengelilingi kota mencari sasaran untuk menerjunkan pasukannya. Sementara Dakota menerjunkan pasukan, payung baret hijau , pesawat mustang mulai lagi memuntahkan tembakan hingga menyapu habis benteng-benteng TNI sepanjang sungai Indragiri dan Markas Batalyon.
Ketika pasukan Belanda mendarat, terjadilah gempuran hebat dari pejuang Indragiri. Terntara, rakyat, dan polisi saling bahu-membahu melawan pasukan belanda. Korban berjatuhan dikedua belah pihak. Lebih kurang 2.000 orang indragiri menjadi keganasan peluru yang membabi buta. Serangan pasukan Belanda dari udara menghantam rumah-rumah penduduk sehingga rakyat tidak sempat menyingkir, karena letak kota Rengat yang tidak memungkinkan untuk mengadakan perlindungan, disana sini hanyalah bentangan sawah dan rawa.

Dari sekian banyak korban yang jatuh, kebanyakan yang menjadi sasaran peluru musuh adalah rakyat. Di antara pejabat dan anggota TNI yang gugur ialah Bupati Tulus (Ayah kandung pujangga Chairil Anwar), Wedana Abdul Wahab, Kepala Polisi Korengkeng, Wakil Kepala Polisi Kosen dan pejabat lainnya.

Peristiwa 5 Januari, betul-betul serangan yang penuh dengan kekejaman dan kebiadaban. Rakyat dan tentara tak dipermasalahkan.
Semua diperlakukan sama dan diberondong tanpa kenal ampun. Akhirnya sore hari, Rengat dapat dikuasai sepenuhnya oleh belanda. Hal ini disebabkan oleh besarnya pasukan belanda serta serangan mereka dari berbagai penjuru.

Rasa haru dan sedih menjadi satu melihat teman, orang tua, istri, suami serta anak yang bergelimpangan tak bernyawa di jalanan. Lebih parah lagi, semua rakyat dikumpulkan, lalu disuruh mengangkat korban-korban yang berserakan di dalam kota, kemudian saudara-saudara mereka yang menjadi korban peristiwa menggenaskan itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Indragiri.

Pasukan Belanda mulai berdatangan di Kota Rengat untuk memperkuat daerah yang telah berhasil dikuasainya. Selain itu operasi pembersihan terhadap anggota TNI yang tertangkap diakhiri dengan peluru maut Belanda lalu dibuang ke sungai yang menjadi saksi bisu.

Tugu lima januari hanya dapat dilihat dan mengingatkan peristiwa pedih itu. Sungai Indragiri tidak bisa berbicara banyak. Airnya mengalir seperti biasa, tenang tanpa riak yang kuat. Dan disanalah terkubur para pahlawan yang berjuang mempertahankan negeri dari ancaman penjajah. Walau saat itu, Belanda berhasil juga menguasai negeri mereka yang tercinta.
Lima januari tragedi yang pedih
Lima januari di negeri ini
Lima januarai bersimbah darah bumi ini
Lima januari banjir darah Rengat kami…

Yuslenita Muda/Antoni, dari berbagai sumber

Edisi November-Desember 1996