Untuk memulai kehidupan berumah tangga, banyak prosesi adat dan budaya yang harus dilalui mempelai, baik laki-laki maupun perempuan. Prosesi ini masih kerap dilakukan oleh masyarakat Melayu Tembilahan dalam upacara pernikahan.

Oleh Nirma Redisa

ROMBONGAN pengantin laki-laki berjalan beriringan menuju kediaman pengantin perempuan. Membawa tepak berisi sirih, kapur, gambir dan pinang serta beras kuning. Kompang—alat musik tradisional semacam rebana—ditabuh diiringi shalawat.

Tiba depan kediaman pengantin, pesilat dari kedua mempelai unjuk kemampuan. Tak lama setelah masing-masing mengeluarkan jurus, pengantian laki-laki beserta rombongan menuju pintu masuk. Di sini mereka masih tertahan.

Kain panjang membentang pintu, menghalang pengantin untuk masuk. Beras kuning ditabur.

Masing-masing mempelai harus berbalas pantun. Isinya jenaka. Mereka kadang tertawa. Kata Tengku Said Armizal, pantun yang diucapkan tidak khusus, mengikuti perkembangan zaman. Muak berbalas pantun, rombongan mempelai laki-laki harus memberikan uncang. Ini sebuah bungkusan yang isinya uang koin.

Tradisi semacam ini disebut masyarakat Melayu Tembilahan sebagai belawe atau penebus pintu. “Belawe ni semacam bekelaka, ade syarat pengantin laki-laki untuk masuk rumah pengantin perempuan,” tambah Siai. Siai nama panggilan Tengku Said Armizal.

Tengku Said Abdullah, tetua adat masyarakat Tembilahan, jelaskan, sejarah prosesi belawe bermakna perang raja untuk mendapatkan seorang putri. Silat melambangkan seorang panglima utusan raja. Taburan beras kuning sebagai tanda perang dimulai. Kain panjang yang dibentang menghalang pintu bermakna seorang hulu balang yang menghalangi raja.

Setelah melewati prosesi ini, barulah pengantian laki-laki diperbolehkan masuk. Namun tidak langsung duduk di sebelah mempelai perempuan. Adalagi pantun yang harus diucapkan. Ini disebut pantun buka kipas, karena muka pengantin perempuan ditutup dengan kipas.

Setelah semuanya berlangsung, barulah kedua mempelai diperbolehkan duduk bersanding di pelaminan.

Beginilah masyarakat Melayu Tembilahan memulai kehidupan baru dalam berumah tangga. Calon mempelai laki-laki dan perempuan harus mengikuti seluruh prosesi yang menjadi adat istiadat dalam pernikahan.

Kebiasaan ini dumulai dengan merisik.  Salah seorang pihak laki-laki diperintahkan untuk mencari tahu identitas seorang perempuan. Tujuannya untuk mengetahui status perempuan tersebut. Apakah masih sendiri atau sudah menikah. Bibit, bobot dan bebetnya juga harus diketahui. Informasi ini kemudian dilaporkan pada orangtua laki-laki.

Orang yang diperintahkan untuk merisik haruslah cukup umur, supaya mampu menilai baik dan buruknya.

Setelah mengetahui perempuan tersebut masih sendiri atau belum menikah, pihak laki-laki pun mengutus beberapa perwakilan mendatangi rumah keluarga perempuan. Hajat untuk meminang perempuan disampaikan dalam kedatangan ini.

“Untuk meminang perempuan, calon mempelai laki-laki tidak ikut. Yang datang hanya pihak keluarga sekitar tiga pasang saja,” jelas Tengku Said Abdullah.

Setelah kedua belah pihak sepakat, selanjutnya mengatur prosesi akad nikah. Masyakarat Melayu Tembilahan menyebutnya prosesi sekali naik. Artinya, pada malam akad nikah dilangsungkan juga  hanta belanje­―pemberian beberapa kebutuhan pribadi calon mempelai perempuan seperti alat make up, sandal, tas dan lainnya.

Ada juga yang melaksanakan akad nikah seminggu sesudah hanta belanje. “Keduanya boleh saja dilaksanakan dan tidak melanggar adat,” ujar Tengku Said Abdullah.

Usai akad diucap, beberapa prosesi adat lainnya pun harus dilalui. Kedua mempelai ditepung tawar. Peralatannya berupa inai yang dianggap sebagai penolak bala. Beras basuh. Beras ini bermakna membersihkan yang keruh dalam diri manusia. Dengan kata lain, manusia harus mengambil sisi positif  dalam hidup.

Ada lagi beras kuning, beras yang diwarnai dengan kunyit. Beras ini melambangkan kemakmuran. Selain itu, tepung tawar juga dihiasi dengan bunga rampai sebagai lambang pewangi dalam satu majelis. Terkahir air pecung— air yang dicampur dengan bedak putih— bermakna pengsucian hati.

Tepung tawar dilakukan oleh kedua belah pihak pengantian dengan jumlah ganjil. Orang terakhir yang melakukan tepung tawar akan memimpin doa, berdiri dihadapan kedua mempelai. Syair dan barzanji mengiringi prosesi tepung tawar.

Syair merupakan kesenian lisan yang berisi nasihat kehidupan dan petatah petitih kepada kedua mempelai. Barzanji juga seni lisan yang isinya cerita bernuansa Islam. Barzanji sendiri banyak digunakan di kampung. Ini dilantunkan saat pengantin masuk ke kamar untuk mengganti pakaian.

Setelah didoakan, pengantin laki-laki dan perempaun mendatangi kedua orangtua dan pihak keluarga meminta doa restu. Suasana terasa haru ditambah lantunan syair.

Siai menjelaskan, lima peralatan dalam tepung tawar wajib ada. “Kalau kurang akan terjadi sesuatu. Lima peralatan yang dipakai menyamai rukun Islam, yang berjumlah lima.”

Selain itu, dalam prosesi tepung tawar juga tersedia tabak, satu wadah yang berisi nasi pulut disusun bertingkat. Beberapa manggar beserta telor rebus ditusuk ke tabak yang sudah diisi nasi. Telor dibagikan pada orang yang melakukan tepung tawar.  Tabak bermakna sebagai perekat kasih sayang.

Tingkatan susunan nasi dalam tabak disesuaikan dengan status. Jika anak raja, nasi disusun lima tingkat. Kalau masyarakat biasa kurang dua tingkat. Tabak diletakkan di sebelah kanan pelaminan. Tangga pelaminan pun disesuaikan dengan status. Tujuh anak tangga untuk keturunan raja, lima untuk masyarakat biasa.

PESTA pernikahan dalam masyarakat Melayu Tembilahan juga tidak terlepas dari adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat. Makanan yang kerap disajikan berupa kue asidah, amansari, hantu sukme dan bolu berendam.

Pesta dilaksanakan di rumah mempelai wanita. Biasanya dimulai pukul sepuluh sampai pukul dua.

Meski begitu, ada dua prosesi yang sekarang jarang dilakukan. Yakni, inai curi dan mandi taman. Tengku Syarifah Latifah mengatakan, inai curi dilaksanakan sebelum prosesi ijab kabul dan tepung tawar.

Prosesi inai curi bermaksud memakaikan inai pada kedua calon pengantin dengan iringan beberapa lagu. Diantaranya lagu salam pembukaan, inai dan salam perpisahan. Lagu ini bercengkok Melayu.

Inai atau daun pacar yang juga kerap disebut Henna, adalah tumbuhan yang biasa digunakan perempuan untuk menghias kuku. Selain untuk mewarnai tangan dan kaki, inai juga berguna untuk mengobati luka ringan seperti kulit tergores dan sebagainya.

Dalam masyarakat Melayu Tembilahan, juga dikenal istilah memingit calon pengantin. Pingitan adalah, proses dimana kedua calon mempelai dilarang untuk bertemu dalam kurun waktu yang ditentukan.

Ini bertujuan untuk menimbulkan rasa rindu dari kedua calon mempelai, agar dihari pernikahan terlihat penuh kasih sayang. Yang paling penting adalah, untuk menjaga keduanya dari godaan apabila sedang berduaan, hingga bertemu di pelaminan.*