Belajar Lingkungan dan Bencana Diempat Negara

Cerita mahasiswa berprestasi yang dapatkan ilmu di 4 negara berbeda. Bermodalkan keinginan belajar kuat, ia menggali ilmu menyoal kelola lingkungan serta penanggulangan bencana

Oleh Eko Permadi

BERBAGAI PERWAKILAN DARI NEGARA DI ASIA TENGGARA BERKUMPUL. Pada 2014 saat itu dipilih Malaysia jadi tuan rumah. Para peserta Young South East Asia Leadership—Program kepemimpinan yang diikuti pemuda-pemudi dari Asia Tenggara (Asean) dengan membuat konsep program yang bermanfaat untuk orang banyak—tengah berkumpul. Ada dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam dan Myanmar. Agendanya, membahas program yang dapat diterapkan lintas negara Asean.

“Kita sepakat buat Saver School.”

Saver school adalah program pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini. Dari pertemuan itu disepakati tema yang diberikan terkait pendidikan menghadapi bencana. “Saat terjadi bencana, anak-anak tidak boleh panik. Apalagi gurunya,” jelas perwakilan Indonesia yang ikuti program ini.

Ikuti program ini, menjadi kebanggaan bagi pria yang mewakili Indonesia tersebut. Pengalaman berharga yang ia dapatkan adalah dapat bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Ia senang sebab bisa berjabatan tangan dan menyapa orang nomor satu di Amerika tersebut.

“Saya senang sekali kita teriak ‘Obama, kemari, kemari’. Dia datang dan menyapa delegasi Indonesia,” ceritanya.

Ini bukan kali pertama ia mewakili Indonesia ke luar negeri. Namun sudah kali kelima dan ia berharap bisa mendapatkan kesempatan lainnya. Belajar diluar negeri dan menerapkannya di Indonesia, inilah keinginan Ahmad Anhar Syahputra.

 

ANHAR ALUMNI FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS RIAU. Siang itu, di bangku ruang tunggu Sekolah Menengah Pertama Santa Maria—di Jalan Ronggowarsito, Pekanbaru—Anhar ceritakan pengalamannya. Dengan duduk lesehan menyilangkan kaki, serta segelas air disebelah kiri, ia mengawali kisahnya.

Bermula dari sebuah seminar motivasi yang diselenggarakan oleh Unit Penelitan dan Pengembangan Bahasa disingkat UP2B UR. Kala itu, Afni Deswita sebagai pembicara. Ia cerita pengalaman pernah ikut program  pertukaran pelajar ke Amerika. Anhar yang jadi peserta kegiatan tersebut termotivasi. Kalau dia bisa kenapa saya tidak.

Pernyataan itu mendorong Anhar untuk bisa menjadi Afni selanjutnya. Namun ia hadapi masalah. Bahasa. Hal ini jadi kendala terbesar untuk dapat wujudkan keinginannya.  Pasalnya Anhar tak mahir berbahasa Inggris. Ia berasal dari keluarga sederhana. Tak miliki biaya cukup untuk peroleh bimbingan belajar bahasa di lembaga pendidikan swasta.

Tak patah arang, ia berusaha peroleh cara lain untuk bisa mahir berbahasa Inggris. Ia cari video tutorial—video berisikan langkah-langkah dan penjelasan—belajar bahasa Inggris yang mudah dan cepat di Youtube. Ia belajar sendiri.  “Tiga bulan pertama belajar, ingin nangis rasanya,” keluh Anhar sambil terdiam sejenak.

Semangat belajar kian menggebu-gebu. Ia datangi Rangga Rahadi Putra. Rangga— panggilannya—pendiri Agriculture English Club disingkat AEC. Ia merintis AEC bersama Anggi, Ajeng dan seorang dosen, Santi  sejak April 2010. Kata Rangga, AEC wujud nyata bagi mereka yang ingin keluar negeri. Komunitas ini berdiri dengan tujuan agar mahasiswa pertanian mahir bahasa Inggris. Anhar bergabung di dalamnya.

Kelasnya tiap Sabtu sore. Anhar ingin belajar lebih capat. Kadang mendatangi rumah rangga, ataupun sebaliknya. “Enam bulan saya gembleng terus Anhar,” kata Rangga. Aminda anggota AEC, katakan, mereka sering beri motivasi untuk belajar bahasa Inggris. “Kadang sambil bakar jagung kita belajar conversation,” celetuk Rangga.

Di AEC, Anhar tak hanya belajar bahasa inggris. Komunitas ini beri materi tentang kemampuan komunikasi, pembuatan proposal, cara menulis esai, riwayat hidup dan berbagi informasi program internasional.

Lelaki yang kini bekerja sebagai guru di SMP Santa Maria itu lalu mencoba program internasional. Namun puluhan program menolaknya. “Mungkin Allah suruh kenali negeri sendiri dulu,” ungkap Anhar.

September 2011, Anhar ke Jawa Barat, mewakili Riau di ajang Indonesia Youth Camp. Sebuah seminar tentang kepribadian yang baik. Pembicaranya dari Kanada, Malaysia dan Australia. Di tengah seminar, ia dapat telepon masuk dalam kandidat Agriculture Student Simposium atau ASS di Malaysia.

Rekomendasi datang dari Ahmad Rifai, Wakil Dekan III Faperta ketika itu. Di simposium ini peserta diwajibkan mempresentasikan hasil penelitian tentang pertanian.  Bidang pendidikan, teknologi, agribisnis, perkebunan dan perikanan. Anhar sampaikan kalau ia tak punya bahan penelitian. Ahmad Rifai beri usul untuk mengangkat penelitian dosen.

Anhar lalu temui Fifi Puspita, meminta izin untuk mengangkat penelitiannya. Fifi Puspita Sekretaris Jurusan Agroteknologi kala itu. Fifi sepakat asal namanya tercantum. Menurut Fifi, penelitiannya tentang trichoalgae sudah dapat hak paten jadi tak bisa disalahgunakan. Trichoalgae berupa biopestisida dan pupuk hayati. Gunanya mengurangi pupuk kimia. Pupuk ini bisa digunakan ke semua tanaman dan berguna mempercepat hormon pertumbuhan.

Fifi tidak mempermasalahkan jika ia tak tampil. Menurutnya ini untuk mengharumkan nama UR juga. Fifi pun percaya dengan kemampuan Anhar bisa menjelaskan penelitian ini dalam bahasa inggris dengan baik.

Kerja kerasnnya terbayar. Ia mendapat kesempatan seperti Afni. Walau tak sampai ke Amerika, namun ia bisa mewakili Indonesia di tingkat dunia.

 

PENGALAMAN PERTAMA BELAJAR DILUAR NEGERI TERWUJUD PADA 2012. Anhar pergi ke Malaysia. Ia bersama 10 delegasi Indonesia lainnya yang juga ikuti ASS ini. Pria yang bercita-cita ingin lanjutkan pendidikannya di jenjang S2 ini mewakili Universitas Riau,  sisanya Institut Pertanian Bogor atau IPB. “Kuncinya tak mau kalah, walau bahasa inggris blepotan, whatever lah,” cetus Anhar.

Anhar sungguh takjub. Ia bertemu mahasiswa pertanian dari seluruh penjuru dunia. Selama di Malaysia, lelaki yang bercita-cita jadi guru ini berbicara gunakan bahasa inggris. Kecuali pada orang Malaysia, ia berbahasa Melayu.

Masih ditahun yang sama, Anhar berangkat ke Yogyakarta. Di Provinsi Daerah Istimewa itu Anhar ikuti pelatihan Model United Nation. Pelatihan bagaimana cara-cara bersidang di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Saat itu ia ditugaskan di Majelis Umum. Ia dapat materi perjuangkan masyarakat asli daerah Afghanistan. “Lawannya kelewat bagus. Yang sudah sering tampil debat internasional,” kenang Anhar.

Di 2012 itu juga Anhar kembali menginjakkan kaki diluar negeri. Negara kedua, Jepang. Ia ikuti Unesco Loocking by Disaster, kegiatan kepemudaan yang peduli  bencana.  Anhar menulis esai tentang peranan pemuda menangani banjir. Ia angkat banjir di kampung halamannya sendiri, Pasir Pangaraian, Rokan Hulu.

Senday tempat pertama yang dikunjungi rombongan. Kota ini terkena tsunami pada 2011. Selanjutnya rombongan menuju Tokyo. Anhar sempat panik, karena makanan di Ibu Kota Jepang ini mahal. “Untung bawa Super Bubur dari Indonesia,” ujarnya sambil tertawa.

Dua Minggu di Jepang, ia belajar jadi pemuda yang lebih aktif. Berorganisasi dan peduli tentang lingkungan sekitar. Is juga turun langsung ke lapangan, seperti penanaman pohon dan sosialisasi masyarakat sadar bencana.

Sepulang dari Jepang, ia diwajibkan mengabdikan diri pada masyarakat. Didirikannya Indonesia Student Security. Komunitas ini beri penyuluhan ke sekolah. Materinya mengenali bencana dan bagaimana menyelamatkan diri saat terjadi bencana. Targetnya anak-anak usia dini.

Anhar semakin tertarik dengan isu bencana dan lingkungan. Pada 2012 juga, ia ke Thailand lebih dari dua Minggu. Negara ketiga yang ia datangi. Anhar mengikuti Unesco Youth Peace Ambassador. Di sana ia presentasi tentang kebencanaan. Karena kemampuannya, ia jadi duta Unesco untuk bidang kebencanaan.

Karena semakin hobi dengan isu bencana, pada 2013 Anhar sampai di negeri Paman Sam, Amerika. Satu bulan di sana, ia belajar tentang bencana dan lingkungan. Hawai tempat pertama ia berkelana. “Dulu hanya bisa nonton Jurassic Park, sekarang saya dilokasi syutingnya,” kenang Anhar.

Di Hawai Anhar belajar pengolahan sampah ramah lingkungan. Kata Anhar, sampah disana didaur ulang oleh sebuah perusahaan. Anhar beri contoh, botol itu ditulis pajak kebersihan satu dollar. Artinya, pembeli turut membayar perusahaan untuk daur ulang botol.

Dua Minggu lamanya belajar teori dan terjun ke lapangan di Hawai, perjalanan dilanjutkan ke Colorado.

Di puncak pegunungan Rockie, Gunung Elbert Colorado, Anhar belajar manajemen hutan. Sebab,  hutan negara bagian ini pernah terbakar. Karena manajemennya bagus, api tak sampai merembet jauh. “Saya diajak mengitari pegunungan itu. Indah sekali,” ujarnya. Di Colorado, rombongan menginap di Colorado of University.

Pengelolaan sampah di tempat ini juga bagus. Warga sudah bisa memilah sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik di kemas kembali, dijual ke perusahaan untuk didaur ulang. Ada juga pemanfaatan energi matahari. Setiap rumah dan kantor dipasang panel surya. Pemerintah setempat gencar buat program itu. Ditambah dengan kesadaran masyarakat akan hemat energi. Satu minggu di Colorado rombongan beranjak ke Washington DC.

Rombongan hanya tiga hari di Ibu Kota Amerika Serikat tersebut. Agendanya hanya presentasi hasil yang didapatkan selama studi dan penyampaian rencana kedepan didepan pejabat tinggi Amerika. Anhar menyempatkan diri mengunjungi White House dan Pentagon, markas Departemen Pertahanan Amerika. “Tak boleh berhenti, nanti ditembak.”

Pulang dari Amerika, ia dirikan Aloha Disaster and Environment Club.

Komunitas yang peduli terhadap bencana dan lingkungan. Komunitas ini didanai beberapa bulan oleh Amerika. Programnya Coffee Break with Disaster, kunjungan ke sekolah yang ada di Pekanbaru dan pengenalan bencana. “Kalau sudah kenal kan pasti ingin tahu,” kata pria kelahiran 23 Maret 1989 ini.

Nur Jamaliah, anggota Aloha jelaskan, kalau terjadi bencana, komunitas berperan agar korban bencana terutama anak-anak tidak trauma. Biasa disebut trauma hiling. Program rutin komunitas ini memberikan motivasi pada anak-anak tiap akhir pekan. mereka juga buat seminar-seminar tentang bencana dan lingkungan.

Dari Anhar, Jamaliah dapat motivasi. “Insya Allah November ini ke Bangladesh,” ujar Jamaliah.

 

GRAMEDIA, SALAH SATU TOKO BUKU BESAR DI PEKANBARU.  Memasuki lantai dua gedung yang berlokasi di Jalan Sudirman ini, pengunjung dapat melihat banyak jajaran buku. Baik yang ditata di meja dengan label Best Seller atau tersusun rapi di rak buku.

Satu diantara banyaknya judul buku yang ditawarkan, terselip satu buku berjudul Yuk Keliling Dunia Gratis Melalui Program Internasional.  Isinya bercerita pengalaman seseorang keliling dunia sambil menimba ilmu dengan waktu yang terbatas. Semua itu diperoleh tanpa biaya pribadi.

Ya, buku itu mengisahkan perjalanan Anhar selama belajar di luar negeri. Menurut rekannya, Jamaliah, Anhar haruslah menceritakan pengalamannya tersebut agar dapat memotivasi orang lain.#