TAHUN 2016, kelembagaan mahasiswa harus rela berbagi anggaran. Pasalnya, Syafrial Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni menyisihkan sebagian dana kemahasiswaan untuk membangun gedung pertemuan. Nilainya sebesar Rp. 1,9 miliar dari total Rp 7 miliar anggaran kemahasiswaan. Dari situ, kelembagaan dapat bagian Rp 1,1 miliar. Sisanya untuk biaya almamater dan kegiatan kemahasiswaan.

Biaya membangun gedung pertemuan yang disebut di atas tidak cukup dalam satu tahap pembangunan. Syafrial akan terus menganggarkan tiap tahunnya hingga gedung tersebut selesai dibangun. Tidak hanya menghandalkan dana kemahasiswaan, Syafrial berencana akan menggandeng pihak ketiga untuk mempercepat penyelesaian gedung tersebut.

Wilingga, Reporter Bahana Mahasiswa, berbincang dengan Wakil Rektor yang sudah dua tahun menjabat ini. Ia memaparkan keinginan membangun fasilitas di kampus. Berikut petikannya.

Kenapa tahun ini prioritaskan pembangunan fasilitas?

Supaya uang tak habis begitu saja. Kita dari segi fasilitas sangat tertinggal, jadi kami arahkan dana ke pembangunan. Selama ini kemahasiswaan selalu dianggap menghabiskan uang buat acara beli nasi dan kue. Uangnya jadi ampas saja. Apalagi dengan sistem UKT, uang segitu masa tidak ada yang terlihat. Memang semuanya penting, dana untuk mahasiswa juga penting. Namun untuk kali ini kami utamakan pembangunan fasilitas.

Apa saja yang hendak dibangun?

Gedung pertemuan. Sebenarnya yang hendak dibangun itu banyak sekali. Mimpi saya besar, namun saya fokuskan untuk yang urgent dulu.

Kenapa gedung tersebut sangat urgent?

Kadang kita ingin buat acara besar, namun terhalang dengan gedung. UR akan terkenal juga kalau sering buat acara besar. Nah, fasilitas disini tak memungkinkan adanya acara besar. Kalau kita sebagai tuan rumah mengadakan kegiatan dengan peserta seribu orang tak mungkin kita suruh mereka berkemah di bumi perkemahan.

Dengan gedung tersebut saya juga berharap akan menambah pendapatan UR. Pendapatan kita itu hanya dari uang kuliah mahasiswa, selain itu tak ada.

Bagaimana bisa?

Gedungnya bisa disewakan. Kan jadinya uang juga.

Bukankah sekretariat kelembagaan juga urgent?

Semuanya penting. Sekarang itu saya rasa tarik menarik. Kegiatan mahasiswa sama pentingnya dengan sekretariat kelembagaan. Untuk sekretariat kelembagaan sudah saya bicarakan langsung dengan Rektor. Bahkan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sudah bertanya ke saya, kapan Pramuka dan Batra akan dipindah.

Saya tanya ke Rektor, boleh tidak membeli rumah yang sudah jadi untuk sekretariat kelembagaan. Kalau membangun dari awal, dua ratus juta juga gak kemana. Belum lagi tendernya, tentu harus pakai pengawas juga termasuk pajaknya juga.

Saya sedang memikirkan itu, mugkin saja dana tahun ini ada yang tidak terserap. Itulah nanti yang akan saya usahakan untuk sekretariat kelembagaan. Bahkan saya menginginkan gedung berlantai empat untuk kelembagaan. Disatukan semuanya. Kantor saya dilantai paling bawah, kalian diatas, supaya kita dekat.

Sulit untuk membangun sekarang. Bahkan kebijakan Jokowi tidak memperbolehkan pembangunan gedung. Untuk pemerintah daerah hanya diperbolehkan menyelesaikan gedung saja. Misalnya seperti gedung gasing, itu boleh untuk diselesaikan.

Bukankah gedung pertemuan yang direncanakan itu baru akan dimulai pembangunannya?

Ini saya berharap Pemerintah Provinsi bisa membantu. Jika alasannya kuat tak apa dibangun. Kita juga tidak punya gedung pertemuan. Alasan lain, kita bisa menggali sumber pendapatan dari situ.

Dengan adanya pembangunan gedung, dana kelembagaan terpangkas. Bagaimana dengan itu?

Saya tidak memangkas dana kelembagaan. Justru saya berbaik hati. Kalau memangkas, emang berapa dana kelembagaan yang saya pangkas? Apa dasarnya? Apa haknya? Apa aturannya? Ada gak ketentuannya? Ya gak ada kan?

Begini, saya punya uang segini mari kita bagi. Bahkan sejak saya menjabatlah dana itu saya tertibkan.

Tapi kelembagaan memotong kegiatan untuk menyesuaikan dana yang ada. Bagaimana?

Ya, kita cuma punya uang segitu. Kita tak punya gedung, kapan kita bangun lagi? Jika tetap pakai jalan yang sama, kita akan terus jalan ditempat. Tidak ada perubahan.

Berapa dana membangun gedung itu?

Saya anggarkan Rp 1,9 miliar. Namun sebenarnya gedung itu membutuhkan dana Rp 7 miliar.

Bagaimana kekurangannya?

Kita anggarkan tahun depan. Mungkin saya plot dana pembangunan gedung selanjutnya Rp 1 miliar. Jadi berangsur.

Sampai gedung itu selesai dibangun?

Iya, tentu bukan dana itu saja. Saya akan berusaha menggandeng pihak ketiga. Jika mau bantu ya biarkan saja dia yang melanjutkan.

Apa usaha untuk menggandeng pihak ketiga tersebut?

Kemarin saya bilang ke Rektor. Ingin meminjam dana bank untuk membangun fasilitas. Kalau boleh dalam aturan meminjam dana bank untuk menyelesaikan pembangunan fisik tentu akan saya pinjam.

Saya sedang mengusahakan itu, tapi belum ada jawaban. Yang tau tentang aturannya Wakil Rektor bidang Umum dan Perlengkapan. Saya sudah sampaikan dirapat terbatas.

Ini sudah pertengahan tahun, kenapa belum nampak pembangunan gedung pertemuannya?

Tanyalah ke Pejabat Pembuat Komitmen. Mereka yang urus semuanya. Saya sudah kasih anggaran dan buat Rencana Umum Pengadaan. Tidak ada campur tangan saya lagi.

Jika tak selesai tahun ini bagaimana?

Mau jadi atau tidak yang pentingkan sudah saya anggarkan. Kata Rektor uang itu tak akan hangus. Jadi ya, bisa digunakan untuk tahun depan. Kalau Rektor sudah bilang begitu ya, saya bisa tenang.

Banyak lagi yang ingin saya bangun. Tapi banyak yang ribut. Semuanya protes. Saya anggap biasa saja. Untuk mencapai perubahan memanglah sulit. Saya berharap kedepannya akan terasa manfaatnya.#