Memasuki ruang kelas jurusan Bimbingan Konseling sambil menenteng peralatan ‘tempur’. Lelaki yang telah mengabdi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan disingkat FKIP Universitas Riau sejak 1987 ini bersiap mengajar mata kuliah komputer. Sekitar 50 mahasiswa mengikuti pelajaran.
Semua menantikan nomor ‘hoki’ pilihan dosennya tersebut. Mahasiswa dengan nomor yang disebut akan presentasikan hasil kerja. Teknik khusus terobosan Said Suhil Achmad ini terkadang buat mahasiswanya deg-deg ser. Hoki atau tidak, kembali kepada mahasiswa sendiri.
Said—sapaan akrabnya mengajar dengan sistem multimedia. Berbagai sarana pendukung dan aplikasi seperti website, jejaring sosial, video dan audio ia gunakan. Berbeda dengan dosen lain, ia tak memanggil mahasiswa dengan nama. Nomor ‘hoki’ jadi pengganti nama, dan angka ini ia beritahu diawal perkuliahan.
Seluruh data terkait mahasiswa tersimpan rapi dalam database miliknya. Data ini diinput saat pertemuan pertama dengan mahasiswa. “Mulai dari nama orangtua sampai alamatnya ada dalam komputer saya,†ujar Said.
Teknik ini ia pilih untuk melatih mahasiswa berani bicara serta ikuti perkembangan teknologi. Dengan pemilihan nomor secara acak, semuanya dapat kesempatan sama.
Said mengenang kejadian lucu saat awal ia terapkan teknik nomor ini pada mahasiswanya. Karena takut nomornya disebutkan, mahasiswa tersebut sampai menangis. “Saat nomornya saya sebut, mau tidak mau ya harus bicara,†ujar pria alumnus FKIP UR ini. Mahasiswa yang nomornya disebutkan harus bicara, jika tidak, ia harus rela keluar dari kelas. “Kalau mereka jawabnya tak bisa, ya nggak apa. Itu kan juga ngomong namanya,†tambah Said.
Cara ini juga jadi alternatif pemecahan masalah Said yang susah mengingat nama orang. Ia takkan takut nama mahasiswanya tertukar. Hanya dengan mengingat angka, ia bisa memberikan nilai kepada mahasiswa. Seluruh nama dan angka telah terdata, cukup buka laptop, maka seluruhnya tersedia.
Said biasakan mahasiswa gunakan multimedia untuk pembelajaran. Seperti presentasi tugas. Setiap mahasiswa buat powerpoint, dan jika ada penjelasan, maka cukup direkam dan diinput sesuai dengan slide nya. Semua teknik multimedia ini telah diajarkan Said kepada mahasiswa.
“Mereka tinggal praktekkan saja,†jelasnya, Baginya, multimedia itu komponen teks, animasi, grafik, gambar, audio dan video. Gabungkan semua jadi satu dalam power point maka semua sudah jelaskan.
Said juga terbiasa membawa peralatan sendiri seperti proyektor dan microphone dalam mengajar. Said tak pernah merasa kesulitan atau terbebani. “Kalau orang bilang pakai alat-alat begini jadi lambat belajarnya, menurut saya tidak,†ujar lelaki yang hobi fotografi ini.
Ia umpamakan dengan balap antara sepeda dayung dan motor. Sepeda bisa mulai duluan—ibarat proses belajar tanpa media— tapi motor yang mulai belakangan bisa dengan cepat sampai tujuan.
Terkait pengalaman unik saat mengajar, Said punya cerita. Pernah ia mengajar di ruang C5 Micro Teaching FKIP UR yang bersebelahan dengan kantornya. Karena
sibuk dan banyak kerjaan belum selesai, ia tetap berada di kantor. Namun perkuliahan tetap berjalan. Caranya, ia manfaatkan media berupa video live dihubungkan dengan televisi dalam ruangannya.
“Di ruang C5 ada kamera jadi bisa dihubungkan pakai antena. Kalau bell dalam ruangan saya bunyi, berarti ada mahasiswa yang keluar,†kata Said tertawa kecil.
Mahasiswa juga bisa mengetahui tugas dan ujian di Facebook dengan gunakanprogram dan pass-word. Jika waktu yang disediakan habis, secara otomatis program mati. Mahasiswapun dapat berkonsultasi via email ataupun chating di facebook dengan Said. “Saya gunakan online sudah sejak dulu sebelum UR gunakan online juga,â€katanya.
Dhiny Rahmanisa, mahasiswi jurusan BK FKIP UR menjelaskan pembelajaran dengan Said memanfaatkan teknologi yang tergolong
canggih. “Nilai bisa cepat keluar dan bisa dilihat oleh mahasiswa,†ujarnya. Terkait cara mengajar, walaupun teknik nomor tersebut membuat mahasiswanya gugup, Dhiny merasa senang karena Said juga senang bercanda saat mengajar. #