Sejak duduk dibangku sekolah sudah hobi menulis. Mengirim tulisannya dibeberapa majalah namun tak dimuat. Hasratnya tercapai saat bergabung di Bahana. Kini ia memilih profesi sebagai dosen.
Oleh Agus Alfinanda
SEORANG PRIA MENGHENTIKAN  SEPEDA MOTORNYA DI TEPI JALAN, tepat depan kampus Universitas Negeri Padang—UNP—pukul delapan malam, 13 November 2015. Memakai jaket dan celana hitam. “Yuk, kita cari tempat duduk dulu,†sapanya pada Eko, Wila dan Agus—kru Bahana Mahasiswa. Ia menuju warung makan sate, lima menit berjalan kaki.
Lelaki itu bernama Winbakhtiarnur. Dosen Psikologi Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri atau IAIN Imam Bonjol Padang. Win jadi dosen di ranah Minang sejak 2010 setelah mengikuti seleksi calon dosen pada Desember 2009. Pernah mengajar Akuntansi di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau.
Win juga pernah menjadi dosen dibeberapa sekolah tinggi di Pekanbaru: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi atau STIE Pelita Indonesia, STIE Darma Putra, dan STIE Persada Bunda. Hanya dua semester Win mengajar di sini.
Awal mula Win jadi dosen saat berkunjung ke rumah Mulia Sofiadi. Mereka teman semasa kuliah di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau. Mulia Sofiadi lah yang mengajak Win jadi dosen.
“Saya sempat ragu memilih profesi dosen lantaran masih terbiasa dengan kerja swasta. Juga belum yakin mengajar mahasiswa,†kata Win. Win lalu meminta saran ke teman dan keluarga. Dari sini tekatnya bulat. “Tak pernah membayangkan menjadi PNS.†Win justru pernah bercita-cita menjadi pegawai bank, lantaran terkesan dengan seragam pegawai bank beserta dasinya. Win tertawa mengingat ini.
WIN lahir di Patah Parang Indragiri Hilir, 27 Maret 39 tahun silam. Usia lima tahun, pindah ke Taluk Kuantan, tanah kelahiran ayah nya. Dua tahun kemudian ia masuk Sekolah Dasar 040. Melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri Kari, Kuantan Tengah dan menamatkan diri di SMEA Taluk Kuantan Jurusan Akuntansi. “Awalnya saya mau masuk SMA, tapi teman-teman ngajak ke situ,†kenangnya. Win dirayu, setelah tamat dari SMEA akan cepat dapat kerja.
Dua tahun sebelum Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, Win resmi menjadi mahasiswa Universitas Riau lewat jalur masuk Penelusuran Bibit Unggul Daerah disingkat PBUD. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi jadi pilihan.
Diawal semester, Win sudah berkecimpung diorganisasi kemahasiswaan kampus. Bahana Mahasiswa Universitas Riau, Lembaga Pers Mahasiswa jadi wadah pertama mengembangkan diri. Win hendak menyalurkan hobi menulisnya. “Saat itu mahasiswa baru sering dapat Surat Kabar Kampus Bahana.â€
Menulis sudah menjadi hobinya sejak kecil, terutama menulis cerpen. Minat ini muncul setelah membaca cerpen karya Heri Hendriyana Haris. Penulis ini dikenal dengan nama pena Gol A Gong. Ketika menempuh pendidikan menengah pertama, Win sudah mulai mencoba mengirim cerpen. Ceritanya tentang remaja. Ia mengirimnya ke majalah Hai dan Gadis melalui alamat sekolah. “Satu pun tak ada yang dimuat. semua balik lagi,†kenang Win.
Ketika Bahana membuka kesempatan menerima anggota baru, Win mendaftar bersama Endang, teman satu jurusannya. Mereka berangkat ke Sekretariat Bahana di kampus UR Gobah. “Kami naik bus kampus,†kata Win.
Win masih ingat awal-awal bergabung di Bahana. Diajarkan membaca, memahami tulisan-tulisan di Bahana, diajari unsur 5W plus 1H serta latihan fotografi. Materi ini kerap diajarkan Bahana ketika melaksanakan Diklat Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Dasar. Pelatihan singkat ini proses awal untuk bergabung di Bahana.
Win senang bergabung di Bahana. Hal ini dirasakannya saat pertama kali tulisannya dimuat di koran Bahana. Katanya, walaupun sekilas berita dia sudah senang. Win juga pernah menulis feature tentang Silat Pangean. Bela diri ini berkembang di tanah kelahiran orangtua Win—Taluk Kuantan. Yang paling menyenangkan baginya saat menulis di rubrik laporan utama. Di Bahana, rubrik ini bercerita soal kasus. Kala itu Univeristas Riau sedang menyelenggarakan pemilihan Rektor. Muchtar Ahmad terpilih.
Selama menjadi kru Bahana, Win terkesan rasa kekeluargaan di Bahana. Tidur sama-sama, kegiatan tak ada uang, diada-adakan. Ada sama dimakan, tak ada sama ditahan.  “Saya sudah rasakan. Itulah yang membentuk karakter setiap kru Bahana.â€
Keluarga Win selalu mendukung bergabung di Bahana. Ia mengingat pesan orang tua, asal jangan rusuh saja.
Win pernah mengenyam Diklat Jurnalistik Tingkat Lanjut. Ini pendidikan jurnalistik yang umum dilakukan pers mahasiswa di Indonesia. Pesertanya senasional. Bahana mengutusnya bersama Muhammad Hanshardi ke Universitas Mercubuana Jakarta— Hanshardi pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Bahana. Uang kas Bahana disisihkan untuk keberangkatan mereka.
Mereka juga meminta bantuan alumni untuk meringankan ongkos keberangkatan. Seorang alumni lalu memfasilitasi keberangkatan mereka menggunakan bus Giri Indah. “Naiknya dari Arengka,†jelas Win.
Setelah mengikuti pelatihan, mereka kembali menemui alumni Bahana yang berada di Jakarta. Dengan bus kota mereka mendatangi kantor tempat alumni tersebut bekerja. Alhasil, Azmi Rozali Fatwa dan Bahtiar membantu kepulangan mereka ke Pekanbaru. Azmi kala itu sebagai wartawan di satu majalah mingguan, sedangkan Bahtiar sebagai Pemimpin Redaksi di stasiun televisi ANTV. Mereka sempat diajak melihat news room ANTV dan melihat kerja para reporter.
WIN HANYA TIGA SETENGAH TAHUN DI BAHANA. Ia mundur lantaran bekerja di media komersil. Pada 1999 bekerja di Warta UR—media humas Universitas Riau. Satu tahun kemudian pindah di Majalah Madani. Tak lama majalah ini tutup. Terkahir Win bekerja di tabloid mingguan Serantau.
Saat masih mahasiswa, Win pernah bekerja di beberapa tempat. Tahun 2000 menjadi kepala personalia PT. Murini Timber, anak perusahaan Indah Kiat yang berkantor di Perawang. Win masuk kantor tiga kali dalam seminggu dan hanya sampai tengah hari. “Karena saya masih mahasiswa.†Win tak bertahan lama dengan pekerjaannya. Alasannya tidak menikmati pekerjaan tersebut.
Win lalu bekerja sebagai karyawan kontrak di Koperasi Karyawan Sucofindo tahun 2002, sampai akhirnya menamatkan kuliah pada 2003. Pendidikan magister selanjutnya ia tempuh di Universiti Kebangsaan Malaysia. Mengambil Jurusan Psikologi, konsentrasi bidang Psikologi Industri. Karena berbeda dengan pendidikan semasa strata satu, Win menjalani penyetaraan pendidikan selama setahun.
Tahun 2006 Win diterima bekerja di Western Union Kuala Lumpur. Kuliahnya sempat terganggu. Tesis tak kunjung direvisi sampai akhirnya terlambat mendaftar wisuda. Oktober 2008 Win baru menamatkan pendidikan magisternya. Pertengahan 2009, ia kembali ke Pekanbaru. Win pindah wilayah kerja ke regional Sumatera Bagian Tengah. Hanya beberapa bulan, lantaran tak mau bekerja dengan sistem kontrak.
Setelah itu, Win tidak kembali ke dunia tulis menulisnya alias menjadi wartawan. Dari sini Win justru memulai profesi barunya sebagai dosen. Dari profesi ini pula Win menikah dengan Liesma Maywarni Siregar pada 2015, dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Perempuan yang ia kenal saat melanjutkan pendidikan di Malaysia.#