Waktu Universitas Riau bangun kampus di Panam, tiap pagi dan sore pegawai dan mahasiswanya diangkut menggunakan bus. Kendaraan pribadi dan umum masih jarang saat itu.

Oleh Meila Dita Sukmana

BUS ini unik. Moncongnya seperti pesawat. Model ini sempat jadi tren era 80-an sampai 90-an. Orang-orang biasa menyebutnya bus kapsul. Bagian depan seperti ujung kapsul, bagian belakangnya datar.

Jendela depan bus, bagian atas, ada stiker UNRI. Di bawah moncongnya terdapat  lampu di kiri dan kanan. Letaknya agak menjorok ke dalam. Merek Mitsubishi tersemat diantara lampu itu.

Kedua sisi bus dilapisi kaca hitam dari depan hingga belakang. Tinggi jendela sekitar lengan atas orang dewasa. Bagian atasnya bisa digeser ke samping. Bila dibuka, angin pun masuk.

Untuk masuk ke dalam, bisa lewat pintu di sisi kanan serta dua pintu di sisi kiri tengah dan belakang. Bukan di bagian kiri depan seperti bus umum. Penumpang biasanya masuk lewat pintu di sisi kiri. Yang kanan khusus untuk pengemudi.

Dari jumlah bangku yang tersedia, bus ini mampu menampung 25 penumpang. Lima bangku berjejer di bagian belakang. Sepuluh di sini kanan, sepuluh lagi di sisi kiri. Di tengahnya ada lorong selebar badan orang dewasa. Biasanya penumpang berdiri di situ bila bangku tidak mencukupi.

Di langit-langit bus tampak dua buah lampu dan satu kipas angin. Ada besi sepanjang bus. Ia untuk pegangan bagi penumpang yang berdiri.

Bagian depan, di atas dashboard pengemudi, ada kipas angin kecil. Sampah bekas botol minuman, plastik makanan dan map yang sudah robek berserak di atasnya.

Bus tipe FE 114 ini dibuat dan dirakit pada 1990 dengan nomor rangka FE 114-05707. Nomor mesinnya 4D31C-0Y8443. Untuk menggerakkan mobil memakai mesin 3298 cc. Bus berplat merah BM 7037 AP ini menggunakan bahan bakar solar. Platnya sudah kadaluwarsa tiga tahun lalu, tepatnya April 2014.

Pada waktu Universitas Riau dipimpin Profesor Bosman Saleh, bus ini dibeli seorang pensiunan Dinas Pendidikan bernama Abdul Karim Said dari PT. Krama Yudha Tiga Berlian, distributor resmi kendaraan Mitsubishi di Indonesia.

Rustam Kepala Sub Bagian Barang Milik Negara Universitas Riau (Kasubag BMN UR), mengatakan, Abdul Karim Said saat itu Ketua Persatuan Orangtua Mahasiswa UR.

“Bus dibeli menggunakan dana Potma atas nama Pak Abdul, karena ia ketuanya. Kemudian bus dihibahkan ke UR. Gunanya untuk mengangkut mahasiswa dari Kampus Gobah ke Kampus Panam,” jelas Rustam.

Saat UR memindahkan sebagian perkuliahan di Panam atau HR Subrantas, sebagian mahasiswa belum memiliki kendaraan pribadi untuk ke kampus. Tak hanya itu, pegawai kampus juga diangkut menggunakan bus ini.

ADALAH Tarmizi, pengemudi bus sejak awal dimiliki oleh universitas. Mulai Senin hingga Jumat ia selalu standby dipagi dan sore.

Pukul 07.00, ia dan bus sudah menunggu di Kampus Gobah. Awal mulanya beroperasi, mahasiswa dan pegawai harus bayar untuk dapatkan karcis naik bus. Setelahnya, lebih kurang setengah jam bus akan tiba di Kampus Panam.

Penumpangnya diturunkan langsung dimasing-masing tempat tujuan. Bila hendak kembali ke Gobah, bus menunggu hingga pukul 5 sore depan rektorat.

Selain rutinitas antar jemput pegawai dan mahasiswa, terkadang Tarmizi juga beroperasi di hari libur. Bahkan ke luar kota. “Paling jauh ke Bali. Itu ­awal-awal bus dioperasikan,” kenang Tarmizi.

Namun, seiring pertumbuhan jumlah kendaraan dan hampir tiap orang memilikinya, mahasiswa tak lagi menggunakan bus ini. Sebagian pegawai pun begitu. Terkadang kursi masih ada yang kosong bila bus ini mengangkut pegawai dari Kampus Gobah ke Kampus Panam. Begitu juga sebaliknya.

Kini, bus sudah jarang dipakai. Modelnya sudah ketinggalan zaman. Bagian luarnya ada retakan, terutama jendela depan. Kemudinya berdenyit bila diputar. Bus ini tak memiliki air conditioner,  jadi bikin penumpang kepanasan.

“Umurnya sudah tua. Tak bisa dipakai untuk jarak jauh,” sebut Bakhtiar Kasubag Rumah Tangga UR.

Terakhir kali bus ini dipakai mengangkut mahasiswa Kuliah Kerja Nyata ke Peranap, Indragiri Hulu, Juli kemarin.

Sebenarnya, sejak 2015, bus ini sudah tidak beroperasi lagi. Untuk mengangkut pegawai dari Gobah ke Panam menggunakan bus baru. Warna biru dan ber ac. Untuk mengangkut mahasiswa dalam kampus, UR memiliki tiga unit bus. Bila mahasiswa membludak nunggu antrean di halte dalam kampus,  bus ini kadang juga dipakai.

Rustam katakan, ada rencana bus ini akan dilelang. “Umur bus sudah tua dan biaya perawatannya mahal. Tapi waktu untuk dilelang belum ditentukan.”

Senada dengan itu, Bakhtiar juga mengatakan, aset berupa mobil itu ada masanya. “Jika sudah berumur lima belas sampai dua puluh tahun biasanya akan dilelang. Tak ada yang diabadikan karena biaya perawatannnya mahal.”

Sudah 26 tahun usia bus sejak dibeli. Sekarang, tempat istirahat terakhirnya di parkiran dekat mushola samping Rektorat UR. Tanpa atap, terpapar sinar matahari dan basah bila kena hujan. Debu pun sudah menempel di luar dan bagian dalamnya.

“Bus sudah jarang dipakai, sudah tua. Saya pun sudah tua. Kalau tak ada yang makai, ya beginilah.  Saya nongkrong di Rektorat,” ujar Tarmizi, sembari menghembuskan asap rokok dari mulutnya.*