30 Desember 2009. Sekitar 1000 masyarakat dari berbagai desa di Meranti datangi Kantor Bupati. Mereka menolak rencana operasional PT. RAPP di Pulau padang. Bupati Syamsuar mendukung masyarakat untuk menolak kehadiran PT. RAPP di Pulau Padang. Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Meranti mengirim surat ke Walhi, WWF, Jikalahari, Greenpeace mohon dukungan penolakan IUPHHK HT PT SRL, PT LUM, dan PT RAPP di meranti.

10 Februari 2010. Warga Pulau Padang dan beberapa LSM datangi kantor Kementrian Kehutanan di Jakarta menuntut tinjau ulang SK 327 tahun 2009. Mereka juga datangi Kantor PT RAPP menutut hal yang sama.

12 Februari 2010. Perwakilan masyarakat temui Instiawati Ayus, anggota DPD RI asal Riau seta anggota DPR RI Komisi IV meminta tinjau ulang SK 327.

6 Maret 2010. Warga Pulau Padang datangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri menuntut hal yang sama.

26 Juli 2010. Masyarakat Merbau sebanyak 350-an orang datangi Kantor DPRD Meranti menuntut peng- hentian operasional dan cabut izin HTI PT. SRL, PT. LUM dan PT. RAPP. Ketua DPRD Meranti mendukung aksi warga dan berjanji turun ke lapangan.

19 Agustus 2010. Sebanyak 700 orang masyarakat kembali datangi Kantor DPRD Meranti menuntut hal yang sama.

11 Oktober 2010. Merespon SK gubernur tentang izin pembuatan koridor, masyarakat Pulau Padang dan Rangsang datangi Kantor Bupati menuntut penghentian operasional PT. SRL dan pencabutan izin PT. RAPP di Pulau Padang. Mereka dialog dengan Wakil Bupati dan Bupati minta keluarkan surat penolakan SK Gubernur.

13 Desember 2010. Istighotsah di Masjid Raya Teluk Belitung. Istighotsah dipimpin KH. Mas’ud, K.H. Ahmadi, Ustad Sudarman, Ustad Yakup, kepala desa dan anggota DPRD Meranti.

15 Desember 2010. Seminar terbuka bertema Dampak HTI terhadap Lingkungan dan Kehidupan Masyarakat. Beberapa input dari seminar tersebut: areal konsesi RAPP berada pada areal tumpang tindih. Dibukanya kanal akan sebabkan intrusi air masin ke darat. Kekeringan lahan.

3 Januari 2011. Masyarakat menuntut camat mencabut surat yang dikirim ke kepala Desa Tanjung Padang dan menggagalkan rencana sosialisasi RAPP di Tanjung Padang. Sosialisasi berujung pada pemasukan alat berat Ke Pulau Padang.

4 Januari 2011. Masyarakat memblokir acara sosialisasi RAPP di Dusun Suka Jadi Desa Tanjung Padang dan menggagalkan sosialisasi tersebut.

20 Januari 2011. Masyarakat Pulau Padang berangkat pada malam hari dengan kapal pompong memblokir masuknya alat berat di Dusun Sungai Hiu Desa Tanjung Padang.

1 Februari 2011. Masyarakat Pulau Padang datangi Kantor Bupati Meranti. Mereka menuntut pencabutan izin RAPP dengan menyerahkan petisi. Mereka diterima Asisten I Setdakab Meranti, Ikhwani. Mereka bertahan sampai tanggal 2 Februari menanti kedatangan Bupati Meranti.

22 Februari 2011. PPRM dan Ampel mendirikan posko di depan DPRD Riau menuntut pemerintah mencabut SK 327 tahun 2009

28 Maret 2011. Sekitar seribu lebih warga Pulau padang datangi Kantor Bupati Meranti melakukan aksi stempel darah sebagai wujud perlawanan terhadap masuknya alat berat RAPP ke Pulau Padang. Mereka diterima Wakil Bupati dan disampaikan Bupati tak ber- wenang menarik mundur eskavator tersebut

29 Maret 2011. Aslin Putra (22 tahun), Zulkifli (23 tahun), Solihudin (20 tahun), M. Abdu (24 tahun), Mahfuzah (19 tahun), Retno Purnamasari (21 tahun) melakukan mogok makan di posko PPRM dan Ampel. Tuntutannya cabut SK 327 dan sahkan Pansus HTI.

30 Maret 2011. Ihsan (29 tahun) ikut serta mogok makan di posko PPRM dan Ampel dengan tuntutan sama.

14 April 2011. 46 perwakilan masyarakat Pulau Padang be- rangkat ke Jakarta. Rencana melakukan aksi jahit mulut namun urung.

20 April 2011. Warga datangi Kementrian Kehutanan tapi tak direspon.

Aksi penunjukan KTP. Ini dilakukan karena sering warga Pulau Padang yang menolak HTI RAPP dituduh bukan warga asli.
Aksi penunjukan KTP. Ini dilakukan karena sering warga Pulau Padang yang menolak HTI RAPP dituduh bukan warga asli.

21 April 2011. Warga kembali datangi Kementerian Kehutanan. Mereka bertemu Hadi Daryanto (Setjen Kemenhut RI), Imam santoso (Ditjen Kemenhut), Bedjo Santoso (Dir. Bina Pengem- bangan Hutan Tanaman), Kabiro Hukum Kemenhut, Staf Ahli Kemenhut, Ali Tahir dan beberapa pejabat Kemenhut lainnya. Masyarakat mendesak agar Kemenhut meminta RAPP menarik mundur alat berat dari Pulau Padang. Pihak Kemenhut bilang akan mendengar penjelasan pemerintah daerah dan berjanji memanggil Bupati Meranti ke Jakarta untuk membahas persoalan tersebut.

25 April 2011. Petani Pulau Padang lakukan aksi mogok makan massal di pintu masuk Kemenhut. Lantas Kemenhut keluarkan surat pemanggilan Bupati Meranti agar datang ke Jakarta tanggal 28 April 2011. Malam hari mereka diusir Satpol PP dengan alasan jam unjuk rasa sudah berakhir.

26 April 2011. Komnas HAM menerima pengaduan masyarakat Pulau Padang soal keberatan terbitnya SK 327. Masyarakat juga minta agar Komnas HAM menyediakan tempat bagi mereka untuk melanjutkan aksi mogok makan. Komnas HAM memberi tempat dan mengeluarkan rekomendasi peng- hentian operasional HTI di Pulau Padang.

27 April 2011. Masyarakat datangi KPK dan mengadukan ada dugaan korupsi dalam pemberian izin pengelolaan tanah kepada PT RAPP. Mereka juga datangi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) serta Kedutaan Besar Norwegia di Jakarta.

28 April 2011. Masyarakat kembali melakukan aksi mogok makan di Kantor Kemenhut. Bupati Meranti yang dijanjikan hadir tak kunjung tiba. Namun sekitar pukul 14.00 mereka diizinkan masuk menemui Bupati dan Menhut. Dalam pertemuan tersebut Menhut menyangsikan warga yang menuntut pencabutan SK 327 adalah asli warga Pulau Padang. Menhut nyatakan Pulau Padang tak berpenghuni.

11 Mei 2011. Tujuh wakil petani Pulau Padang datangi Mabes Polri untuk mengadukan pernyataan Menhut tersebut.

30 Mei 2011. Warga Pulau Padang melakukan aksi penghentian operasional RAPP di lokasi operasional Desa Tanjung Padang karena surat rekomendasi Komnas HAM tidak diindahkan.

30 Mei 2011. Malam harinya, setelah massa aksi pulang ke desa masing-masing, terjadi pembakaran 2 alat berat dan 2 camp RAPP. Akibat peristiwa tersebut warga desa diburu aparat. Zainal sempat ditangkap, namun dibebaskan.

1 Juni 2011. Terjadi kriminalisasi terhadap warga Pulau Padang pasca eskavator dan camp RAPP dibakar. Heri (25 tahun) ditangkap polisi, Nazlan (20 tahun) dan Mazlin (18 tahun) belum diketahui keberadaannya.

9 Juni 2011. Pagi dini hari, sekitar jam 04.00, pasukan keamanan menggunakan 1 kapal Dinas dari Polres Bengkalis mendatangi beberapa warga desa Lukit dan menculik 3 orang. Solehan (34 tahun) Dalail (54 tahun) dan Yahya (45 tahun). Namun dibebaskan setelah ada perlawanan dari warga.

29 Juni 2011. Petani Pulau Padang gelar rapat akbar di lapangan sepak bola Desa Mengkirau. Rapat dilakukan dalam rangka mensosialisasikan hasil klarifikasi Polda Riau terkait penculikan dan penangkapan paksa 3 orang petani Pulau Padang.

20 Juli 2011. Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Kepulauan Meranti (KPPRKM) mendesak dibentuk tim TPF guna menyelidiki kasus Pulau Padang. Meminta RAPP menghentikan semua operasional di lapangan sampai ada keputusan bersama dari semua pihak. Mendesak RAPP, Pemda Meranti dan Polres Bengkalis bertanggung jawab atas kematian 1 orang operator alat berat akibat pembiaran konflik berkepanjangan.

29 Agustus 2011. Warga Pulau Padang untuk kesekian kalinya kembali mendatangi Kantor Bupati Meranti menuntut pencabutan SK 327.

30 Oktober 2011. 79 warga Pulau Padang berangkat dari pelabuhan Desa Lukit menuju Pekanbaru. Mereka mendirikan posko di Kantor DPRD Propinsi Riau.

1 November 2011. 5 orang dari 79 orang melakukan aksi jahit mulut di Masjid Komplek DPRD Propinsi Riau. Meraka adalah M. Riduan, Sulatra, Sapridin, Khusaini dan Sohim. Aksi jahit mulut dilakukan guna mendesak para pengambil kebijakan agar mendengar aspirasi masyarakat Pulau Padang.

4 November 2011. Empat dari lima peserta jahit mulut bersama 70-an warga Pulau Padang melakukan aksi Ke Kantor Gubernur Riau. Menuntut Gubernur bertanggung jawab terhadap operasioanal RAPP di Pulau Padang. Kemudian mereka datangi Radio Republik Indonesia (RRI) Pekanbaru menyiarkan penolakan operasional RAPP. Pukul 14.00 perwakilan warga Pulau Padang berdialog dengan Pejabat Pemprov Riau di Kantor Gubernur. Hasilnya Pemprov berjanji akan turun ke lapangan. Jika ditemukan tumpang tindih lahan, akan dikeluarkan reko- mendasi pencabutan izin operasioanl RAPP di Pulau Padang.

13 Desember 2011. 400-an warga Pulau Padang berkumpul di Masjid Raya Desa Bagan Melibur dalam rangka melepas 82 peserta aksi jahit mulut ke Jakarta.

14 Desember 2011. Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang sebanyak 70 orang berangkat ke Jakarta dari Pekanbaru. Mereka lakukan aksi protes berupa jahit mulut di depan kantor DPR RI guna menuntut penghentian operasional RAPP di Pulau Padang.

16 Desember 2011. Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) tiba di Jakarta. Sampai di Jakarta langsung aksi ke Gedung Manggala Wanabakti Kemenhut Jalan Gatot Subroto. Mereka disambut perwakilan Menhut dan berjanji tuntutan masya- rakat akan ditindak lanjuti. Akan dibuat surat kepada Bupati Kepulauan Meranti untuk menerbitkan rekomendasi pencabutan HTI atas nama PT RAPP. Akan dibuat surat kepada kepala dinas Kehutanan Propinsi Riau untuk tidak menerbitkan RKT atas nama perusahaan PT RAPP.

20 Desember 2011. Delapan warga Pulau Padang melakukan aksi jahit mulut tanpa tim medis dengan menusukkan jarum secara sendiri-sendiri. Kedelapan orang tersebut: Masri, Tamsur, M. Busro, Yahya HS, Junaidi, Muslim, Sutoto dan Purwati.

21 Desember 2011. Penambahan 10 peserta aksi jahit mulut warga Pulau Padang yang dibantu tim medis. Kesepuluh orang tersebut adalah Sidiq Hasanuddin (35 tahun), M. Nurhadi (26), Jumaini (31), Zuwin (31), Syafrudin (35), Budiyono (31), Kasmawi (36), Joni Setiawan (33), Abdullah (27), dan Husaini 46).

22Desember 2011. Aksi jahit mulut bertambah 10 orang lagi menjadi 28 orang.

22 Desember 2011. Warga Pulau Padang yang melakukan aksi jahit mulut di Jakarta melakukan demo di Depan Istana Negara. Saat demo sedang berlangsung 7 dari 28 warga Pulau Padang yang melakukan aksi jahit mulut dilarikan ke RSCM karena kondisinya makin memburuk. Ketujuh orang itu: Jumaini (30), Sulatra (37), Misri (65), Muslim (64), Purwati (47), Yahya (54), dan Mustofa (30).

27 Desember 2011. Pagi hari warga Pulau Padang dari berbagai desa menduduki Kantor Bupati Kepulauan Meranti dengan segala perlengkapan memasak, beras, kuali, panci, tenda. Massa menolak berdialog, namun massa secara resmi menyerahkan pernyataan sikap tuntutan masyarakat kepada Bupati Meranti yang diterima Asisten I H. Nuriman. Aksi pendudukan berlangsung hingga 5 hari 4 malam.

28 Desember 2011. Massa menduduki kantor Bupati Meranti mendatangi kantor DPRD Meranti. Tuntutan sama, menghentikan operasional RAPP di Pulau Padang. Sikap DPRD jelas, kata Fauzi Hasan. DPRD Meranti sudah melayangkan surat ke Menhut untuk meminta peninjauan ulang atas izin RAPP di Pulau Padang.

29 Desember 2011. Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang keluarkan mosi tidak percaya kepada anggota DPR RI asal Riau. Mosi diberikan karena pernyataan anggota DPR tersebut yang mengatakan sebagian masyarakat Pulau Padang mendukung keberadaan HTI RAPP di Pulau Padang. Warga juga gelar Shalat Isya berjamaah di jalan raya, sholat hajat, istighotsah akbar dan wirid yasin yang dipimpin tokoh agama dari berbagai desa.

30 Desember 2011. Purwati dilarikan ke rumah sakit karena gangguan lambung besar saat melakukan aksi jahit mulut. Warga juga datangi Kemenhut sampaikan penolakan pada Tim Mediasi. Di Selat Panjang, perwakilan massa sebanyak 10 orang berdialog dengan Bupati di dalam kantor. Hasilnya Bupati Meranti bersama 3 perwakilan warga akan datang ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan.

1 Januari 2012. Sebanyak 27 dari 28 masyarakat yang melakukan aksi jahit mulut di Jakarta melepaskan jahitannya karena alasan medis. Mulut sudah banyak yang bernanah dan asupan makanan kurang selama aksi jahit mulut. Yahya tak bersedia melepas jahitan mulutnya. Hingga kini ia masih menjalankan aksi jahit mulut di depan Gedung DPR RI.

4 Januari 2012. Sekitar pukul 16.00 Bupati Meranti bersama pihak Kementerian Kehutanan adakan pertemuan di aula kantor Kecamatan Merbau untuk sosialisasi surat penghentian sementara operasional RAPP di Pulau Padang yang dikeluarkan Kemenhut 3 Januari 2012. Warga menolak sosialisasi tersebut dan meminta Bupati untuk segera ke Jakarta menemui Menhut.

5 Januari 2012. Warga Pulau Padang 90-an orang yang berada di Jakarta datangi Kemenhut untuk pertemuan denga Bupati dan Menteri Kehutanan. Namun hanya 20 orang yang diperkenankan masuk beserta Anggota DPD RI asal Riau Instiawati Ayus. Pertemuan menghasilkan: tanggal 6 Januari 2012 diadakan pertemuan dengan Bupati Meranti dan Menteri Kehutanan beserta masyarakat Pulau Padang; Kemenhut siap mengeluarkan surat revisi SK 327 jika Bupati Meranti merekomendasikan pencabutan tersebut.

6 Januari 2012. Warga Pulau Padang mendatangi Kemenhut. Menhut minta hanya tiga orang yang boleh masuk. Massa tidak bersedia. Mereka bersikeras yang masuk harus tetap 20 orang seperti pertemuan tanggal 5 Januari 2012. Pertemuan batal.

16 Januari 2012. Warga Pulau Padang berencana menduduki kantor Bupati untuk menjemput rekomendasi revisi SK 327. Namun di pelabuhan sekitar 500 orang menghadang mereka. Khawatir terjadi bentrok sesama warga, warga Pulau Padang yang dari kampung menggunakan pompong balik lagi ke kampung mereka. Aksi dibatalkan.

18 Januari 2012. Petugas keamanan DPR/MPR akan membubarkan tenda massa Pulau Padang di depan Gedung DPR RI. Warga sudah mempersiapkan tabung gas dan bambu runcing untuk melawan petugas keamanan. Pembubaran tenda tak jadi dilakukan.

26 Januari 2012. Muhammad Riduan, seorang perwakilan warga diterima Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha. Secara kebetulan ada Menhut Zulkifli Hasan di Istana Negara. Menhut tetap nyatakan revisi akan dikeluarkan bila ada rekomendasi Bupati Meranti.#

*Tulisan pernah dimuat di Majalah Bahana Mahasiswa Akhir Tahun 2011