Rangkaian acara sudah dirancang. Konsep lomba dipublikasi, peserta mulai mendaftar. Panitia mengecek dana untuk kegiatan. Proposal sudah diantar beberapa minggu sebelum acara, harapannya sudah ada kejelasan hari itu. “Ternyata dana tak turun dari rektorat,” cerita Arif, Wakil Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra atau UKM Batra.

Semua anggota panik. Kumpulkan uang yang ada, periksa uang kas. Ternyata tak cukup. Menahan malu, panitia hubungi seluruh peserta yang mendaftar, bilang acara dibatalkan. “Itu program kerja pengurus sebelumnya, pengurus kali ini tak ingin buat kegiatan itu,” ujar Arif.

Ini cerita dari UKM Batra yang gagal gelar lomba baca puisi peringati haul Soeman Hs, sastrawan dan tokoh pendidikan di Riau. Kegiatan dengan skala besar tak jadi terselenggara karena tak ada dana. Bagaimana dengan UKM lainnya?

Lain batra yang berhubungan dengan seni, lain pula UKM Olahraga. Menaungi kegiatan untuk kesehatan jasmani, tahun 2013 Andra ketua dari UKM ini buat gebrakan. “Kita buat Open Tournament Taekwondo,” ujarnya. Kegiatan dirancang terlaksana Mei, baru pertama di Universi-tas Riau, segala peralatan baru diperlukan. Mulai dari matras hingga pelindung kepala dan badan untuk bertanding. Tentunya biaya untuk lengkapi ini semua tak murah. Belum lagi untuk hadiah pemenang yang besar sampai biaya 40 wasit pertandingan. “Saya harus cari dana sekitar Rp 150 juta,” tutur Andra.

Proposal ia ajukan Februari, harapannya semakin cepat diajukan, semakin cepat dapat dana untuk kegiatan. Bolak balik rektorat ia jalani. “Waktu itu di acc—accord- ing, setujui— cuma Rp 3 juta, saya pikir buat apa, mending cari keluar,” ujar Andra.

Open Tornament yang ia gelar dihadiri peserta dari Jambi, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Melihat segala perlengkapan yang dibutuhkan hingga biaya yang digunakan, uang Rp 3 juta tak banyak membantu. Andra hubungi pihak luar yang bisa bantu dan akhirnya mendapat spon-sor. Kala itu ia juga mengadu ke pembina UKM ini. “Nggak tau gimana ceritanya, bantuan naik jadi Rp 5 juta. Dan akhirnya kita dapat Rp 20 juta. Saya jadi heran,” ceritanya. Namun bantuan dana dari rektorat tak tepat saat acara ia peroleh. “Berbulan- bulan setelah acara baru dapat,” jelasnya.

Ini untuk kegiatan yang diadakan UKM Olahraga. Ketika anggota UKM ini ikut partisipasi turnamen diluar Riau, ternyata tak juga dapat dukungan materil. “Kita sudah malas minta, dibuat proposal ntah kapan cairnya,” kesal Andra.

Saat itu turnamen taekwondo diadakan di Bukittinggi, Sumatera Barat, berlanjut ke Medan, Sumatera Utara. Masih tingkat daerah tetangga. Sampai di tingkat nasional di Jakarta hingga Internasional diikuti 25 negara di Yogyakarta juga tak ada campur tangan universitas. “Sudah malas. Kita cari dana sendiri aja dari luar,” ujar Andra.

 

Malas untuk buat proposal bantuan dana ini dirasakan Andra karena tak ada kejelasan soal pencairan dana di UR. Percuma untuk buat proposal tapi cairnya tak jelas kapan. Jika ingin bantuan dicairkan, mahasiswa punya kewajiban lain lagi. Buat laporan dan serahkan seluruh kwitansi terkait kegiatan. Setelah itu, tetap menantikan kabar apakah uangnya telah cair. Jika tak sabar, sering mengeceknya ke rektorat adalah alternatif lain.

“Ya semuanya akhirnya pakai biaya sendiri. Kawan-kawan ikut tanding catur dan bridge berangkat dulu pakai uang sendiri, berbulan-bulan kemudian baru dicairkan,” ujar Andra. Ia tetap menyayangkan, setelah mahasiswa selesaikan tanggung jawabnya buat laporan kenapa uang masih lama sekali dicairkan.

Beralih ke UKM Koperasi Mahasiswa atau Kopma. Ladangnya mahasiswa melatih jiwa berwirausaha. Sampai saat ini Kopma belum banyak buat kegiatan. “Mahasiswa juga bertanya sebenarnya kegiatan Kopma ini apa,” cerita Muhammad Zulkarnain, Ketua Kopma.

Kopma dulunya bertempat di kampus UR Gobah, ada minimarket yang dijadikan mahasiswa untuk tempat berbelanja. Namun setelah kebakaran pada 27 Sep-tember 2010, menghanguskan aset Kopma berupa bangunan dan isinya, UKM ini pindah ke Stadion Mini Kampus UR Panam.

Pindah ke pusat kegiatan mahasiswa di Panam, tak buat Kopma banyak berkegiatan. Pasalnya sama dengan UKM sebelumnya. Tak ada dana.

Sebenarnya Kopma untuk berkegiatan punya dana tetap berupa simpanan pokok yang dibayar seluruh mahasiswa baru saat awal masuk UR. Nominalnya Rp 5 ribu perorang. Sehingga dengan membayar simpanan pokok, seluruh mahasiswa UR adalah anggota pasif Kopma.

“Tapi uang itu tidak pernah kami peroleh dari rektorat,” ujar Zul. Ia cerita pernah menanyakan soal dana ini ke Rahmat, PR III, jawaban yang ia dapat, uangnya ada di Bendahara Universitas. Ia tanya ke Bendahara, jawabannya uang berada di rekening PR III. “Kami jadi diopor-opor, padahal yang dibutuhkan cuma kejelasan,” sesal Zul.

Ia menyadari telah terjadi miss komunikasi antara pengurus Kopma sebelumnya dengan rektorat. “Kalau laporan keuangannya sudah beres dan kegiatannya jelas akan kita kasih uangnya. Ada kok,” ujar Rahmat menanggapi soal simpanan pokok.

Bagi zul, yang penting saat ini adalah dibuatkannya tempat untuk transaksi antara pengurus Kopma dengan mahasiswa. “Kita maunya dibuatkan mini marketlah. Jual kebutuhan sehari-hari. Jadi mahasiswa bisa belanja disana, ngutangpun nggak masalah,” ujar Zul.

Menurutnya, inilah guna koperasi bagi mahasiswa. Soal hutang, sebelum meninggalkan universitas, seluruh mahasiswa akan urus surat bebas Kopma. Isinya menyatakan mahasiswa bersangkutan tak memiliki hutang di Kopma. Disinilah jika mahasiswa memiliki hutang, harus melunasinya.

Tak ada simpanan pokok yang diperoleh, darimana Kopma buat kegiatan? “Kita manfaatkan uang bebas Kopma yang sudah terkumpul,” ujar Zul. Setiap mahasiswa urus surat bebas Kopma harus bayar Rp 5 ribu. Uang inilah yang diputar pengurus Kopma buat kantin tenda dekat jembatan kupu-kupu. Menjual makanan ringan dan jus buah.

“Kami butuh kejelasan supaya bisa berkegiatan,” tutur Zul lagi. Ia cerita kejadian saat ia hadapi persepsi mahasiswa dan dosen terhadap Kopma. “Kita dianggap punya banyak uang, padahal nyatanya nggak. Malah dicap sebagai ladang tempat korupsi, sedih saya,” tambahnya.

Saat itu ia antarkan surat rekomendasi anggota dari tiap fakultas sebagai pengurus Kopma. Pergantian pengurus, Zul dapat saran agar pengurus Kopma utusan tiap-tiap fakultas 2 orang. Surat ia antar. “Kalau mau belajar korupsi, belajarlah di Kopma,” Zul meniru ucapan salah satu PD III saat ia antarkan surat.

Menilik persoalan UKM dibidang keagamaan ternyata juga sama. Bagi Junaidi, Ketua UKM Ar-Royyan, administrasi yang rumit membuat pusing. “Itu kalau kwitansinya juga bisa diterima,” papar Junaidi.

Selama berkegiatan pengurus UKM ini punya solusi. “Kami sudah biasa bakul infak dan kas pengurus. Diluar mesjid juga ada warung kecil untuk pemasukan.” Satu kegiatan besar yang berhasil diadakan adalah Musabaqah Tilawatil Quran atau MTQ tingkat UR dimana pemenangnya dikirim ke Padang untuk bertanding dengan jawara dari tiap daerah. “Ini kita kerjasama dengan pihak UR. Dari Ar-Royyan jadi panitianya,” jelas Junaidi.

Kesulitan dana memaksa para pengurus harus merogoh saku sendiri untuk tutupi kekurangan dana. Seperti yang dialami UKM Korps Sukarelawan Palang Merah indonesia atau KSR PMI. Rentang Oktober mereka hendak buat diklat untuk perekrutan pengurus baru. Dana dibutuhkan sekitar Rp 6 juta. “Kami harus kumpulkan uang dari senior, anggota lama dan baru. Kurang memang, tapi daripada nggak ada uang, udah kapok ngutang,” ujar Karin, Sekretaris PMI.

Budi selaku Ketua KSR PMI cerita soal kegiatan mereka terkendala karena kurang dana. Sekitar Juni KSR PMI adakan kegiatan besar berupa khitanan masal kerjasama dengan Rumah Sakit Pendidikan UR. Target mereka, ada 50 anak akan disunat. “Diluar dugaan yang datang 80 orang, kewalahan kita sampai pukul 3 sore,” ujar Budi.

Namun yang buat khawatir adalah dana sampai kegiatan terlaksana tak ada dari UR. Budi sempat mengadu soal ini kepada senior. Solusinya mereka dibantu senior minta bantuan sponsor dari Bank Riau dan Sari roti. Meminjam sana sini juga jadi alternatif.

Kenapa belum dapat dana bantuannya, Budi jelaskan bahwa saat ia minta penjelasan, uang dapat diberikan kalau ada kwitansi. Selesai acara seluruh kwitansi ia laporkan kepada bagian urusi keuangan untuk mahasiswa. “Dananya baru ada November,” ujar Karin.

Budi menyesalkan soal rumitnya pencairan dana kegiatan kelembagaan. Baginya, bagaimana kelembagaan mau membuat kegiatan jika mendapatkan bantuan dana saja susah. “Jadinya nggak ada uang, nggak ada kegiatan,” keluhnya. Para pengurus menyumbang untuk adakan kegiatan sesekali bisa saja, tapi jika terus menerus, ini tidak bisa. “Kita disinikan juga belum kerja, tapi belajar. Uang juga dikirimi dari orangtua di kampung,” tambahnya.

Cerita senada juga diutarakan UKM Pramuka. Tak ada dana, mereka buat kegiatan seadanya. Pramuka hendak adakan Temu Karya Nasional. Dana yang dibutuhkan Rp 50 juta, proposal mereka ajukan dan akhirnya di acc Rp 6 juta. “Sisanya kita cari sendiri,” ujar Ahmad yamin Pulungan.

Ia keluhkan soal dana untuk kegiatan kelembagaan. “Cairnya susah, nanti tidak penuh sesuai yang diajukan. Kenapalah dananya ditahan, padahal untuk kita-kita jugakan,” sesalnya.

Bagi Yamin, tak adanya dana, tak buat Pramuka berdiam diri. Mereka tetap mengadakan perekrutan anggota serta bakti masyarakat. Kegiatan bakti sosial yang mereka adakan biasanya gotong royong di desa-desa sekitar Pekanbaru atau kemarin disekitar Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara V atau PTPN V. “Ya pandai -pandai cari dana,” ujarnya.

Hari H sebelum acara sudah mulai dekat, namun dana untuk kegiatan masih belum juga ada. Ivandi Riski, Ketua UKM Batra bingung, harus dapat dana dari mana. Namun beruntung PD 3 FKIP bersedia membantu untuk masalah dana. “Ya kalau kita punya masalah selalu Pak Syafrial yang bantu kami,” ujar Ivan.

Syafrial menjadi pembina UKM Batra periode 2013-2014. Dengan jadinya Syafrial sebagai pembina, UKM Batra sedikit lega soal dana. “Alhamdulillah Pak Syafrial mau membantu kalau kami kurang dana,” syukur Ivan. Batra dapat malaikat penolong untuk buat kegiatan. Bagaimana dengan UKM lainnya?#