GEDUNG fakultas ekonomi universitas riau pagi itu ramai. Tidak seperti biasa, mahasiswa berkerumun disekitar papan pengumuman samping ruang komputerisasi. Seluruh perhatian mereka tersedot ke lembaran kertas yang dipampang. Mencari nama masing-masing dihamparan beratus-ratus kata. Yang sudah menemukan namanya keluar dari kerumunan. Ada berwajah datar, bingung bahkan menangis.

“Waktu itu banyak yang perempuan langsung nangis keluar dari kerumunan setelah tahu namanya ada di kelompok 5,” ujar Yusuf Reyhan, Ketua Bidang Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi atau BEM FE ini. Ia mendengar mahasiswi tersebut mengatakan dengan kondisi seperti ini sepertinya takkan kuliah lagi.

Tak senang dengan apa yang tertulis dilembaran itu, mahasiswa langsung menariknya dari papan pengumuman dan merobeknya. “Datang kesana sekitar setengah sembilan, kertas-kertasnya sudah berserakan di lantai,” ujar Qowiy Alhaq, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi atau HMJ IE ini.

Melihat kondisi tersebut, kelembagaan di FE segera ambil sikap.

PEMBERLAKUAN uang kuliah tunggal di ur tak mulus. Sistem ini bukanlah hal baru bagi Perguruan Tinggi Negeri atau PTN di Indonesia. Namun pertama kali berlaku di UR, tetap membuat mahasiswa sontak kaget. Gelombang penolakan dimulai begitu sistem ini diberlakukan. Aksi besar diawali oleh BEM UR bersama kelembagaan meminta transparansi perhitungan biaya. Namun permintaan tak terealisasi.(Baca: Sibuk Perkara UKT)

Gelombang penolakan terus berlanjut sejak dikeluarkannya kelompok UKT mahasiswa di fakultas. Kelembagaan mahasiswa segera bergerak mengadvokasi masalah ini dan memnta penjelasan ke pihak dekanat.

Awal Desember 2013, FE yang memulai aksi. Satu hari sebelumnya pengumuman kelompok UKT telah dilansir. Persoalan yang dituntut ialah ditiadakannya kelompok 1 dan 2 di fakultas pencetak ekonom ini. Yang ada hanya kelompok tiga hingga lima. Padahal diwaktu sosialisasi, pihak rektorat diwakili Zulfikar Djauhari, Kepala Bidang Kerjasama Pengembangan, menyatakan ada lima kelompok UKT.

Setelah diumumkannya kelompok UKT di FE, menemui pihak dekanat untuk meminta penjelasan jadi tindakan segera yang dilakukan. Salah satunya Yusuf. Ia segera menemui Vince, Pembantu Dekan atau PD II FE, dan menanyakan ketiadaan kelompok 1 dan 2.

“Ada 900 data yang masuk sama kita, semua sama datanya. Makanya kita buat kesepakatan mulai dari golongan 3,” ucap Yusuf meniru perkataan Vince. Hal serupa juga yang dikatakan Syapsan PD III FE. “Masa dari 900 data yang dikumpul sama semua, jadi nampak kontrol dari fakultas selama ini tidak ada,” keluh Yusuf.

Lain halnya dengan Qowiy, ia bergerak ke rektorat untuk menemui Yanuar, Pembantu Rektor atau PR II UR. minta penjelasan perbedaan di FE. Sayang, usahanya tak berhasil, Yanuar tak ada di tempat. Kembali dari rektorat, ia beserta ketua HMJ dan kelembagaan lainnya di FE segera membahas tindakan menyikapi persoalan ini. Disepakati Senin, 2 Desember mereka adakan aksi.

Dihari yang ditentukan, massa dari jurusan Ilmu Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi berkumpul didepan gedung C FE. Berbagai atribut aksi dibuat. Ada yang menulis keluhan di karton yang nantinya akan mereka perlihatkan ke pihak dekanat dan rektorat. Ada pula ikat kepala dan spanduk bekas. Kesemuanya ditulisi tuntutan dan keluhan mahasiswa.

Hari dimana aksi berlangsung, seluruh mahasiswa FE diminta terlibat. Akhirnya dilakukan sweeping ke ruang perkuliahan. Ditemukan di ruangan C7 ada proses perkuliahan. Sekitar 20 perwakilan dari massa meminta mahasiswa diizinkan keluar, namun tak ada respon. Massa lain berdatangan hingga mencapai 100 orang dan berdiri didepan pintu. “Ayo hitung sampai 50, kalau tidak keluar, kami masuk kedalam,” ujar salah satu mahasiswa. Akhirnya mahasiswa diizinkan keluar.

Massa terkumpul, sekitar pukul 11.00 mulai bergerak ke depan dekanat FE. Dengan mobil pickup yang mengangkut sound system teriakan-teriakan lantang mulai dilancarkan. Massa yang ikut serta di belakang mobil ikut berseru. “Fekonnya satu, UKTnya mahal.”

Sampai didepan dekanat, mereka segera berorasi. Pegawai dekanat ikut memperhatikan dari dalam. Suara teriakan diluar menggema di ruangan tersebut. Vince dan Syapsan keluar dan menanggapi aksi mahasiswa. Tuntutan mereka ialah meminta transparansi anggaran serta penjelasan ketiadaannya kelompok 1 dan 2. Padahal melihat keadaan mahasiswa, seharusnya ada yang memenuhi kriteria kelompok 1 dan 2.

Terkait tuntutan massa, Vince menyatakan memang ada seharusnya mahasiswa di kelompok 1 dan 2. Ini berdasarkan laporan dari Ketua HMJ. Ia sampaikan keputusan ini akan dipertimbangkan lagi, dan meminta kerjasama dengan pihak HMJ untuk evaluasi data UKT di lapangan. Vince mengakui kominikasinya dengan kelembagaan kurang perihal UKT ini. “Waktunya mendesak, jadi tak sempat komunikasi,” ujarnya.

Ketika diwawancarai kru Bahana Mahasiswa, Suryadi dan Jeffri Vince menjawab bahwa itu sudah ditetapkan. “Nggak usah ditanyakan lagi,” jawabnya enteng sambil tertawa kecil. Saat ditanyai apa dasar keputusan itu, hasil rapat pimpinan fakultas jadi jawaban. “Kita sepakat mulai dari kelompok 3.” Ia jelaskan bahwa penetapan dimulai dari golongan 3 adalah keputusan semua Pembantu Dekan melihat data UKT yang diterima. “Pak Dekan ketika itu sedang sakit, jadi pengambilan keputusan ini diambil alih,” jelasnya

Setelah mendengar penjelasan Vince, massa merasa tak puas dan melanjutkan aksi ke rektorat. Yanuar menyambut aksi mahasiswa ini dan menyatakan setelah dilakukan komunikasi dengan pihak fakultas akan dilakukan perubahan. “Kita minta kerjasama dengan kelembagaan mahasiswa buat evaluasi. Dan segera di revisi surat keputusan Rektor,” ujar Yanuar.

Janji tinggal janji, pernyataan Vince dan Yanuar untuk melibatkan ketua kelembagaan evaluasi data mahasiswa di lapangan tak terealisasi. Qowiy menyayangkan hal ini. “Padahal janjinya kemarin begitu.”

 

BERSELANG tiga hari setelah aksi mahasiswa FE, mahasiswa Fakultas Perikanan atau Faperika menyusul. Aksi dilakukan didepan parkiran motor Faperika. Tuntutannya, adanya transparansi anggaran dan tepat sasaran kelompok UKT.

Aksi mereka ditanggapi Bunari, Dekan Faperika. Setiap pertanyaan yang diajukan dijawab oleh pimpinan fakultas ini. “Kalau mau membicarakan rincian. Kita perlu komunikasi dengan Rektorat. Kita belum bisa tentukan kapan waktunya,” jelas Bunari didampingi semua Pembantu Dekan.

Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, mahasiswa angkatan 2013 menulis pernyataan keberatan soal kelompok UKT yang ditetapkan. Salah satu tuntutannya menyoal besaran kelompok 1 dan 2 yang 5%, agar dapat diperbesar lagi. Rata-rata yang membuat surat pernyataan adalah mahasiswa gologan 4 dan 5. Kumpulan pernyataan langsung ditangani oleh BEM FKIP dan disampaikan ke pimpinan fakultas agar segera ditanggapi.

Fakultas Teknik lakukan hal unik soal keberatan mahasiswa diberlakukannya UKT. Disana mahasiswa membuat poster dengan gambar tokoh kesukaan lengkap dengan kata-kata penolakan UKT. Dari pantauan Jeffri, kru Bahana, gambar kreasi mahasiswa langsung ditempel disetiap majalah dinding yang ada di gedung dekanat.

Di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, BEM mengakomodir diadakannya diskusi langsung dengan mahasiswa 2013 yang dibagi tiap jurusan. Mereka ditanyain di ruangan audiotorium, mengenai kelengkapan dan keabsahan data yang dikumpul di dekanat sebelum pengelompokan UKT keluar.

Mahasiswa tetap pada permintaan agar adanya transparansi anggaran. Seperti yang diungkapkan Wanda Koordinator aksi massa Faperika, “Kita tuntut transparansi anggaran tiap Kelompok UKT. Jangan seperti beli kucing dalam karung. Tak tahu untuk apa yang dibayar selama ini.”#