Gedung pusat kegiatan mahasiswa tak seperti biasa. Beberapa orang terlihat dalam gedung yang terletak di Kampus Universitas Riau—UR— kawasan Gobah ini. Ia tak ramai dipenuhi mahasiswa seperti saat wisuda. Namun tak sesepi malam hari ketika tak ada kegiatan. Ia jadi tempat yang sakral hari itu. Tepat 23 Agustus 2014.

Karpet merah dibentang didekat podium. Spanduk berlatar ungu pun terpajang didinding. Tertulis Pengam-bilan Sumpah dan Pelantikan Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Periode 2014 – 2018. Bendera merah putih, bendera UR dan bendera Fakultas Hukum—FH— juga ada disisi karpet merah. Sebuah microphone tegak berada ditengah karpet merah.

Bicara gedung jadi tempat sakral, ini jadi tempat yang penting juga bagi sejarah FH. Disinilah pemimpin fakultas tersebut akan diambil sum-pahnya untuk memajukan fakultas. Disini Dodi Haryono dilantik oleh Rektor UR melalui Pembantu Rektor III, Rahmat MT. Usai pengam-bilan sumpah, Dodi ditetapkan sebagai Dekan FH.

Dodi terpilih sebagai Dekan Fakultas Hukum pada 12 Juli 2014. Setelah melalui rapat Senat FH, ia terpilih mengalahkan Rika Lestari. Saat itu, kedua orang ini ajukan diri sebagai Calon Dekan FH.

Pemilihan Dekan Definitif ini dilakukan oleh Senat FH setelah menerima surat dari Rektor UR pada 25 Juni 2014. Dengan perintah untuk laksanakan rapat pemilihan pimpinan fakultas ini.

Dari fhunri.ac.id, Rapat Senat Terbuka ini dilakukan di ruang N1 dan N2 FH. Dihadiri mahasiswa dan dosen, rangkaian acara dilaksanakan. Mulai dari penyampaian Visi dan Misi hingga tanya jawab. Sampai dengan tahap pemilihan, Dodi dinyatakan menang dengan 6 suara, sedangkan Rika raih 2 suara.

FH kini punya Dekan baru. Dalam Statuta UR dijelaskan bahwa Dekan merupakan pimpinan di fakultas untuk melaksanakan pendidikan akademik ataupun profesional. Dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Dekan selaku pimpinan tertinggi fakultas bertanggungjawab kepada Rektor UR. Segala tindakan untuk melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Juga membina tenaga pendidik, mahasiswa hingga tenaga administrasi. Dekan selaku pimpinan dari fakultas juga memiliki suara dalam Senat Universitas. Satu suara yang ia miliki mewakili fakultas dalam mengambil kebijakan di Universitas Riau.

LEWAT sebulan dodi dilantik sebagai dekan, sebuah surat datang dari Ombudsman RI. Surat ini menyoal laporan dari Hardi terkait pemberhentian se-mentara dirinya sebagai Dekan FH. (Lihat: Gonta Ganti SK buat Hardi). Yang dibahas, hak Hardi sebagai Dekan harus dikembalikan dan pemberhentian sementara dirinya harus dibatalkan oleh Rektor.

“Bagi kami persoalan ini sudah selesai,” ujar Mexsasai Indra, dosen Fakultas Hukum bagian Hukum Tata Negara. Ia

Senada dengan Mexsasai, Erdiansyah juga sampaikan hal tersebut. Menurutnya saat ini persoalan Hardi sudah menjadi masa lalu. Begitupun dengan Dodi Haryono, ia kini tengah memikirkan kegiatan-kegiatan yang dapat bermanfaat untuk fakultas.

Namun dengan datangnya surat dari Ombudsman ini, persoalan Hardi bisakah benar-benar dilupakan begitu saja? Bagaimana dengan surat peringatan dari kementrian?

“Seharusnya menteri me-manggil Rektor dulu,” ujar Mexsasai. Ia menanggapi soal surat peringatan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia—Kemendikbud RI— untuk mencabut SK Pemberhentian Sementara Hardi.

Ia menambahkan dalam hal ini, Mendikbud seharusnya tidak serta merta memberi perintah. Namun harus meminta keterangan dari Rektor terkait kebijakan yang diambil. “Jangan langsung dibilang Rektor sewenang-wenang,” ujarnya.

Namun Saifuddin Syukur, Dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, menilai tindakan yang diambil Kemendikbud sudah benar. Menurutnya harus ada aspek yuridis yang menjadi dasar untuk mengeluarkan sebuah kepu-tusan.

“Disini tidak ada aspek pidananyakan,” ujar Saifuddin. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/ Pemberhentian Sementara PNS. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, untuk kepen-tingan peradilan seorang PNS yang didakwa telah mela-kukan suatu pelanggaran jabatan/ kejahatan dan berhubungan dengan itu pihak berwajib mengenakan taha-nan sementara, mulai sejak ditahan harus diberhentikan sementara.

Menurutnya jika sebuah SK pemberhentian itu dikeluarkan tanpa alasan dan dasar yang jelas akan berdampak buruk. “Itu yang bisa dikatakan arbitrary atau sewenang-wenang. Bisa jadi SKnya cacat hukum,” ujar Saifuddin. Ia tekankan ketika sebuah SK tidak memenuhi syarat, maka bisa dikatakan SK cacat hukum.

“Semuanya kembali ke pengambil kebijakan,” tambah Saifuddin. Ia me-nambahkan jika nantinya Rektor tetap tidak menjalankan perintah dari Men-dikbud, maka jalur peng-adilanlah yang bisa ditempuh. “Ya digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara,” ujarnya.

Namun dalam hal ini jika membahas tidak dijalan-kannya perintah dari Kemendikbud, Saifuddin menyatakan putusan ada di menteri. Husnu Abadi yang juga dosen HTN FH UIR menyatakan ada kebijakan yang bisa diterapkan oleh menteri. “Seperti kebijakan fiskal untuk menekan agar perintah dijalankan,” ujar Husnu. Ia memberikan contoh bisa jadi dalam bentuk pemotongan anggaran.

SEHARI sebelum dodi dilantik, tim dari inspektorat jenderal datang. Tim ini merupakan tim investigasi yang ditugaskan Kemendikbud RI untuk memeriksa keberatan yang diajukan Hardi. Hal ini terkait pemberhentian sementara dirinya sebagai Dekan FH berdasarkan SK Nomor 1106/UN.19/KP/2014.

Tim yang turun akan mengecek fakta dengan mengkonf irmasi berbagai pihak. Mulai dari dosen dan pegawai di FH, mahasiswa hingga Rektor. Mengkla-rifikasi pokok permasalahan yang terjadi di FH.

Pada 23 Agustus, tim datang mengunjungi Fakultas Hu-kum. Dan setibanya disana, mereka menyaksikan pelantikan Dodi Haryono. “Padahal mereka itu tim yang memeriksa keberatan pem-berhentian saya, tapi sampai disini malah lihat sudah ada yang menggantikan saya,” ujar Hardi.

Tim saat itu hanya mengambil foto dan mengkonf irmasi bahwa pemeriksaan akan dilakukan pada Senin, 25 Agustus 2014.

Pada waktu yang ditentukan dosen, pegawai dan maha-siswa turut hadir. “Ada beberapa dosen dan mahasiswa yang menjawab per-tanyaan dari tim,” ujar Rido Trisandi Rambe. Ia jelaskan Ledy Diana, Maria Maya Lestari, Mukhlis, Mexsasai Indra dan Firdaus merupakan dosen yang turut hadir saat itu. Mereka menjelaskan hal yang terjadi terkait kebijakan yang diambil Hardi. Mulai dari pemilihan Kabag hingga Pembantu Dekan FH. “Ya mereka tidak sepakatlah dengan tindakan yang diambil Dekan,” tambahnya.

Namun tak semua dosen hadir pada pemeriksaan hari itu. Dosen-dosen yang tak ikut dalam aksi demo menurunkan dekan belum dimintai keterangan. “Ya waktu itu kita beritahu bahwa belum semua dosen yang dimintai keterangan,” ujar Abdul Ghafur. Akhirnya pemeri-ksaan kedua dilakukan pada Selasa. Dosen yang hadir diantaranya Ghafur, Gusliana, Maryati, Riska, Mardalena, Dasrol dan Ikhsan.

Sama dengan yang sebelumnya, mereka juga dimintai keterangan terkait aksi yang dilakukan dosen. Selain itu juga meminta penjelasan terkait pemilihan Pembantu Dekan. “Saat itu kita diperiksa bersama. Jadi apa pertanyaannya kita jawab,” jelas Ghafur.

Tim dari Inspektorat Jenderal tersebut mengumpulkan bukti-bukti yang ada. Namun hingga kini hasil dari penelusuran tim belum keluar.

“PERUBAHAN kebijakan malah akan memper-panjang persoalan,” ujar Mexsasai. Ia menanggapi bagaimana nantinya jika ada perubahan kebijakan terkait Dekan FH. Menurutnya perubahan kebijakan dilakukan oleh pihak yang berwenang akan membuat fakultas menjadi tidak stabil.

Ia menambahkan bahwa saat ini keadaan sudah kembali normal. Semua sudah fokus kembali ke tanggungjawab masing-masing. Begitu juga menurut Dodi Haryono. Sekarang mereka sedang dalam tahap penataan fakultas. “Kita buat aturan-aturan untuk memajukan fakultas. Namanya juga fakultas baru,” ujarnya.#

Â