Mahasiswa yang hendak urus surat bebas labor, pustaka dan hima kena pungut. Nilainya beragam.
Oleh Reva Dina Asri
Reza  Novrianti hendak mengurus surat bebas laboratorium untuk syarat wisuda, Juli 2018 lalu. Mahasiswi Prodi Pendidikan Kimia angkatan 2012 ini mengisi formulir bebas labor. Kemudian, laboran memeriksa catatan peminjaman alat khusus atas namanya. Jika mahasiswa masih memiliki utang peminjaman alat maka ia harus mengembalikannya terlebih dahulu. Pengembalian pun harus dalam berbentuk alat bukan uang.
Di FKIP hanya jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (PMIPA) yang punya alat dan bahan penunjang praktikum di Laboratoriumnya. Jurusan PMIPA ada empat prodi S-1 yaitu Pendidikan Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi. Prodi Fisika dan Matematika tidak dikenakan biaya.
Dalam mengurus surat bebas labor ini, mahasiswa dikenakan biaya yang berbeda sesuai prodinya. Reza misalnya sebagai mahasiswa tingkat akhir ia diharuskan membayar uang Rp. 30 ribu. Tak dilengkapi dengan kwitansi pembayaran.
Fatma Wilda, Pranata Laboratorium PMIPA yang juga bertugas di Pendidikan Biologi menjelaskan tidak ada kutipan untuk bebas labor semua angkatan. Pembayaran ini hanya berlaku untuk mahasiswa angkatan 2012 ke bawah atau non UKT dikenakan Rp. 60 ribu. Gunanya untuk penyediaan uang makan siang dan air mineral bagi laboran yang bertugas hari itu. Selain itu, untuk mengisi ulang air galon di labor.
“Mahasiswa 2013 ke atas tidak dipungut apapun karena sudah termasuk ke dalam UKT. Lain hal dengan mahasiswa non UKT,†kata Fatma.
Namun, pernyataan Fatma berbeda dengan fakta di lapangan. Putri Andini, mahasiswi Pendidikan Biologi angkatan 2014 ini mengakui membayar uang Rp. 60 ribu saat mengurus surat bebas laboratorium. “Untuk surat bebas labor digabung dengan bebas kebun biayanya enam puluh ribu.â€
Bukan hanya mahasiswa Non UKT seperti Reza, Putri dan  Ahmad Khairu Ramadhan mahasiswa angkatan 2014 juga diminta pungutan.
Tindakan ini sarat dengan pungutan liar, sebab sedari awal aturan UKT meniadakan pungutan karena sudah membayar uang pangkal diawal.
Pada kasus serupa di fakultas eksakta yang ada di UNRI, pengurusan surat bebas labor tidak dipungut biaya. Seperti di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Teknik, Pertanian, Perikanan dan Kelautan. Hanya saja jika mahasiswa masih memiliki catatan peminjaman alat maka harus dikembalikan dalam bentuk alat juga.
Syarat lain untuk mengurus wisuda adalah surat bebas pustaka.
Perpustakaan pusat UNRI berada di belakang Rektorat. Pustaka ini memiki cabang di setiap fakultas. Hanya saja dibeberapa fakultas membuat pustaka setingkat jurusan dan prodi. Misalnya di FKIP, FISIP, FEB dan Teknik. Mereka menamakan sebagai ruang baca.
Perpustakaan cabang yang ada di fakultas dibawahi langsung dekan dan punya koordinasi struktural dengan pusat. Pengambilan kebijakan berada di fakultas dan disesuaikan dengan universitas.
Selain itu, ruang baca jurusan dan prodi dekat dengan ruang kuliah membuat mahasiswa lebih sering berkunjung. Ruang baca ini merupakan perpanjangan tangan dari pustaka cabang fakultas.
“Ruang baca yang tersedia semestinya berkoordinasi dengan saya dalam pengelolaan ruang baca,†kata Linda Donna, Kepala Perpustakaan Cabang FKIP.
Namun, sangat jarang ruang baca prodi berkoordinasi dengan perpustakaan cabang. Koordinasi yang dimaksud berupa pelaporan koleksi buku dan data pengunjung.
Ruang baca menyediakan koleksi buku sesuai jurusan dan biasanya koleksinya terbatas. Buku-buku ini tidak dipinjamkan sebab koleksinya terbatas, sehingga mahasiswa atau dosen hanya diperbolehkan membaca di ruang tersebut.
Pelaporan koleksi buku yang diminta Linda bermaksud untuk memudahkan pencarian buku. Sebab saat ini UNRI terhubung secara daring untuk koleksi buku. Memudahkan mahasiswa mengetahui keberadaan buku yang dicari.
Temuan kami di FKIP, adanya pungutan berupa buku dan uang saat mengurus surat bebas pustaka di tingkat pustaka cabang fakultas dan ruang baca prodi.
Misalnya di ruang baca Prodi Pendidikan Biologi yang lebih dikenal dengan nama Phylobiosains. Ruang baca ini menyediakan bahan baca berupa tugas akhir mahasiswa, jurnal nasional dan internasional dan beberapa buku pendidikan serta biologi. Letaknya di gedung F FKIP, seberang Aula Serbaguna.
Mahasiswa diminta menyumbangkan satu buku atau membayar uang sebesar Rp. 50 ribu. Ditambah sumbangan tiap semester Rp. 2.500 untuk ruang baca. Maka jika tamat dengan delapan semester harus membayar Rp. 70 ribu.
Berbeda nominalnya di Prodi Pendidikan Kimia. Mahasiswa sumbangkan buku dan uang sebesar Rp. 10 ribu. Dengan ketentuan buku tentang pendidikan atau kimia setebal minimal 220 halaman.
Linda Donna, Kepala Perpustakaan Cabang FKIP mengaku tidak memaksakan mahasiswa untuk memberikan sumbangan buku. Â Linda beranjak dari tempat duduknya dan mengambil satu buku dari lantai.
“Ini adalah buku-buku yang disumbangkan, bahkan ada satu buku yang disumbangkan secara kelompok,†tambahnya.
Buku-buku yang disumbangkan nantinya digunakan sebagai tambahan koleksi perpustakaan cabang. Pasalnya saat ini rak buku hanya dipenuhi oleh skripsi. Untuk kategori buku yang disumbangkan, pihaknya menerima buku bertema pendidikan ataupun yang sesuai dengan jurusan mahasiswa tersebut.
Saat konsolidasi kelembagaan mahasiswa se-FKIP sekira Agustus lalu, seorang mahasiswa mengadu ke Bupati Mahasiswa tentang adanya pungutan buku untuk mengurus bukti surat penyerahan skripsi ke pustaka cabang. Karena tak memberi buku, ia tidak diproses. Sayangnya, Jamal, Penanggung jawab sementara Gubernur Mahasiswa FKIP tak beritahu detail aduannya.
Hal ini ditindaklanjuti oleh Jamal dan Roberto, Kepala Dinas Sosial Politik menghadap Zul Irfan—Wakil Dekan bidang Akademis. Zul langsung telepon Linda, ia sampaikan tidak ada lagi pungutan seperti itu. Sejak itu pula pungutan buku untuk syarat penyerahan skripsi tak lagi diminta. Zul Irfan tidak membenarkan adanya pungutan biaya untuk pengurusan syarat tugas akhir.
Sama halnya kejadian di FKIP. Perpustakaan jurusan di FISIP, FH dan FT rata-rata juga menjadikan buku sebagai syarat bebas perpustakaan.
Menurut aturan Kemenristekdikti pengadaan bahan bacaan perpustakaan termasuk kedalam penggunaan dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
Undang-undang nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi poin 5 menyatakan Pemerintah mengalokasikan dana bantuan operasional PTN dari anggaran fungsi pendidikan. BOPTN adalah biaya dari pemerintah yang diberikan kepada PTN untuk membiayai kekurangan operasional sebagai akibat adanya batasan sumbangan pendidikan di PTN.
Salah satu fungsi dari BOPTN ialah dialokasikan untuk penambahan bahan pustaka. Yaitu pengadaan buku-buku teks, jurnal nasional dan internasional, CD ROM, artikel ilmiah, CD ROM data riset, langganan jurnal digital dan lain-lain.
Undang-undang nomor 43 tahun 2007Â tentang Perpustakaan, dalam pasal 24 ayat 4 Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna memenuhi standar nasional pendidikan dan standar nasional perpustakaan. Jadi biaya untuk pengadaan buku menjadi tanggung jawab perguruan tinggi.
Kemudian, kewenangan Ruang Baca tersebut menyalahi Peraturan Rektor nomor 1 tahun 2015 pasal 8 ayat 3 penyelenggaraan ruang baca hanya sebatas pelayanan baca. Namun pada praktiknya ruang baca melayani diluar ketentuan seperti peminjaman hingga sumbangan buku.
Temuan terakhir saat mengurus wisuda adalah adanya pungutan bebas Himpunan Mahsiswa.
Reza Novrianti sempat jadi pengurus Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia (Himaprostpek). Sesuai aturan dari Prodinya, Reza harus meminta surat bebas dari Himaprostpek.
Ia menemui Sekretaris Umum Hima, Ayu Pratiwi dan mengisi data diri pada formulir yang diberikan. Kemudian surat didapatkan Reza dengan membayar Rp. 2.500 per semester. Reza mesti membayar Rp. 30.000 karena lulus dengan 12 semester.
Surat bebas Hima ini, menurut Ayu Pratiwi diwajibkan untuk seluruh mahasiswa yang akan menamatkan studinya. Meskipun ia tidak tergabung dalam kepengurusan himpunan saat kuliah. Ayu mengaku tidak mengetahui dasar penetapan tarif ini sebab sudah diberlakukan sejak lama.
Surat ini menjadi bukti mahasiswa tersebut tidak lagi memiliki keterkaitan dengan Himpunan. Keterkaitan ini dimaksudkan dalam bentuk kegiatan maupun hutang piutang. “Iuran ini diberikan sebagai sumbangsih terakhir mahasiswa untuk Himaprostpek,†terang Ahmad Khairu mantan Sekretaris Himaprostpek.
Uang ini diterima oleh sekretaris, kemudian diserahkan kepada bendahara dan masuk ke dalam kas himpunan. “Fungsinya untuk kebutuhan Hima,†kata Nelda, Bendahara Himaprostpek.
Dalam persyaratan mengurus yudisium maupun wisuda di fakultas tidak tertera aturan melampirkan surat bebas Hima. Hanya Himaprostpek yang mengutip uang. Berbeda dengan Himpunan lain yang ada di FKIP, tak ada yang menerapkan aturan ini. #