“Sesuatu yang dirancang untuk kebaikan, ada baiknya disosialisasikan agar kebaikan itu dapat disebarkan ke semua orang,” ujar Firdaus, Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Riau (UNRI) dalam sambutannya saat membuka Seminar Nasional Pekanbaru Law Club, Jumat (15/11).

Acara diadakan di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa, Kampus Gobah dengan tema Bedah Tuntas RKUHP, Solusi atau Sensasi.

Dewan Perwakilan Mahasiswa FH adakan seminar ini sebagai jawaban atas kontroversi terkait Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP yang ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir.

Turut hadir Aziz Syamsudin selaku Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, M. Sholehuddin sebagai pakar hukum pidana, Indra Gunawan selaku ketua DPRD Riau, Erdianto sebagai akademisi hukum, dan Heriyanto seorang pengacara.

Para pembicara mengeluhkan banyaknya masyarakat yang salah dalam mengartikan RKUHP yang beredar. RKUHP memerlukan waktu yang lama untuk penyelesaian dan penerapannya. Mengingat bahwa KUHP yang saat ini digunakan Indonesia merupakan produk yang sudah lama, beberapa diantaranya sudah tak relevan dengan dinamika masyarakat.

Aziz Syamsudin jelaskan beberapa poin pada RKUHP yang mengundang kontroversi. Pertama terkait aborsi. Secara khusus, di dalam Undang-Undang Kesehatan diatur pengecualian terhadap larangan aborsi. Seseorang dapat menggugurkan kandungannya apabila dalam keadaan darurat medis atau korban pemerkosaan. Dokter yang melakukan tindak aborsi karena indikasi darurat medis terhadap korban pemerkosaan juga tak dipidana.

Sedangkan dengan hadirnya RKUHP Pasal 251 dan 470 hingga 472 menegaskan soal aborsi tanpa pengecualian. Hal ini yang dinilai dapat mengkriminalisasi perempuan korban pemerkosaan. Selain itu, petugas medis yang membantu pengguguran kandungan juga terancam dipidana.

Selanjutnya pasal terkait perzinaan. Pada dasarnya, pasal ini merupakan delik aduan. Singkatnya, jika orangtua, suami, istri dan anak korban tak merasa keberatan dan melaporkannya ke polisi, maka pelaku tak akan dihukum. Begitupun sebaliknya, pelaku akan dipidana jika diadukan.

Lalu pasal soal aturan menunjukkan alat kontrasepsi. Aziz tegaskan hal tersebut tak dilarang jika digunakan untuk kepentingan umum, misalnya pendidikan. “Banyak pihak yang salah arti, seolah-olah pendidikan seks benar-benar dilarang dalam RKUHP ini.”

Pasal mengenai unggas yang memasuki halaman rumah orang lain juga menjadi kontroversi. Di dalamnya diatur bahwa pemilik unggas dapat dipidana jika tak mampu menjaga hingga menyerang orang atau hewan lain.

Selanjutnya pasal terkait perempuan jika pulang malam akan dikenakan denda. Terkait pasal ini, Aziz menganalisa bahwa setiap orang bergelandangan di jalanan atau tempat umum lalu mengganggu ketertiban akan dipidana. Jadi, perempuan yang berkegiatan di malam hari tak serta-merta akan dipidana.

Pasal mengenai santet juga diatur dalam RKUHP. Orang yang mengaku mempunyai kekuatan gaib lalu menawarkan jasa untuk menimbulkan penyakit, kematian dan sebagainya akan disangkutkan dengan pasal ini.

Erdianto memaparkan beberapa hal yang menjadi masalah dalam penerapan RKUHP. Pertama, Indonesia yang merupakan negara multikultural serta gagasan unifikasi atau penyatuan hukum yang akan senantiasa mengundang kontroversi. Lalu adanya pertempuran ide liberalisme, sekularisme, religius, dan adat, persilangan antara nilai barat versus timur. Ditambah dengan pemahaman masyarakat yang masih rendah.

Saat ini pemerintah yang berwenang terus menguji dan membahas RKUHP, sebab rendahnya kepercayaan masyarakat. Wakil rakyat diminta transparan dan melibatkan masyarakat dalam pembahasan RKUHP.  Hal ini yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengesahkannya.

Lebih lanjut, Erdianto tegaskan walaupun hukum dibuat untuk kepentingan yang direncanakan, namun hukum harus peka terhadap perkembangan masyarakat. “Hukum harus disesuaikan atau menyesuaikan dengan keadaan yang telah berubah.”

Penulis: Wan Ecika Amalia

Editor: Raudatul Adawiyah Nasution

Â