BEM Se Riau Tolak RUU TNI: Melanggar Gerakan Reformasi

Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Riau (BEM Sri) berada di depan pagar gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Riau. Para pelajar itu melakukan Aksi Tolak RUU TNI Reformasi Diinjak Hak Sipil Dirampas, Kamis (20/3). Sebelumnya massa berkumpul di Halaman Rektorat Kampus Utama, Universitas Muhammadiyah Riau (Umri).

Koordinator Pusat BEM Sri, Teguh Wardana mengatakan hari ini massa membawa tuntutan untuk menolak revisi Rancangan Undang-Undang Tentara Negara Indonesia atau RUU TNI. Namun pada pukul sebelas, rancangan telah disahkan DPR Republik Indonesia.

“Telah sah menjadi undang-undang [TNI] hari ini dan tuntutan diubah menjadi menolak undang-undangan TNI,” ujar mahasiswa Umri itu.

Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), kata Teguh melanggar gerakan reformasi yang pernah ada. Reformasi hadir untuk mengubah dwifungsi ABRI menjadi angkatan yang punya wewenang pada ketahanan dan pertahanan.

Menurutnya, RUU Perampasan Aset lebih penting daripada mengesahkan RUU TNI. Terlebih dengan maraknya kasus korupsi saat ini, seharusnya itu menjadi prioritas pemerintah. Membuktikan DPR tidak memihak kepada kepentingan masyarakat sipil.

“Tetapi memihak kepada kepentingan-kepentingan pemangku jabatan hari ini,” tegas Teguh.

Dia mewanti-wanti jangan sampai masa kelam tentang penindasan masyarakat sipil oleh aparat terjadi lagi. Sehingga Aliansi BEM Se Riau menolak Revisi UU TNI. Walau sudah sah, aliansi akan tetap melakukan gerakan bersama.

Mahasiswa Abdurrab, Kukuh Elhakim menolak disahkannya RUU TNI. Sebelumnya dia menolak perubahan pada UU TNI pasal 47 ayat 2 tentang penugasan aktif di jabatan sipil dan 53 ayat 1 yang bahas perubahan batas usia prajurit.

Menurutnya dwifungsi ABRI menyalahi hak tentara. Karena sebelumnya saat polisi berada di payung yang sama dengan TNI, banyak terjadi pembungkaman dan pelanggaran hak asasi manusia seperti Penembak Misterius (Petrus).

Keamanan setiap mahasiswa dan warga sipil yang vokal dengan gerakan akan terancam, kata Kukuh, itu tidak layak. Sebab Indonesia adalah negara demokrasi, bukan otoriter.

“Demokrasi nomor satu, demokrasi harus didahulukan,” seru mahasiswa Ilmu Komunikasi itu.

Kukuh berharap DPRD Riau dapat mengusulkan pencabutan RUU TNI sebab undang-undang ini hanya merugikan dan tidak berguna bagi bangsa. Seharusnya pemerintah memprioritaskan kepentingan masyarakat dan hak-haknya.

Dia juga pinta jurnalis dan media untuk membantu mahasiswa dan warga sipil dalam menyuarakan hak-hak mereka. Sehingga dapat menyadarkan masyarakat yang masih apatis dengan kondisi saat ini.

“Karena kita melihat dan berkaca banyak sekali penyelewengan kebijakan dan pengadilan. Dalam mengambil keputusan oleh para pemerintah dan pejabat-pejabat di negara kita ini,” ujar Kukuh.

Satu suara dengan Kukuh, Teguh berharap seluruh mahasiswa di Pekanbaru melek dengan isu ini dan menyadari peran mereka sebagai kontrol sosial dan agen perubahan. Jangan sampai gerakan mahasiswa tidak lagi terasa atau terlihat oleh masyarakat.

“Karena apa yang disuarakan mahasiswa hari ini, tentunya itu yang menjadi kepentingan dari masyarakat,” ujarnya.

Menanggapi aksi tersebut, Koordinator Hubungan Masyarakat DPRD, Leri Agung sempat ingin memberikan pernyataan terkait kenihilan Ketua DPRD Kaderismanto. Namun massa aksi menolak untuk mendengarnya dan menyatakan akan melakukan aksi lanjutan.

Demonstrasi berlangsung hingga pukul dua siang. Aksi BEM Se Riau ini gabungan dari Universitas Abdurrab, Universitas Muhammadiyah Riau, STMIK, Universitas Awal Bros, Sekolah Tinggi Farmasi, Universitas Al Insyirah, Universitas Sains dan Teknologi Indonesia, Sekolah Tinggi Pendidikan Aisyiyah, STAI Lukman Edy, dan Politeknik Caltex Riau.

Penulis: Najha Nabilla
Editor: Fitriana Anggraini