Dugaan Kekerasan Seksual: Pendampingan Korban dan Hak Jawab Terduga Pelaku

Dua garis muncul pertanda positif pada alat tes kehamilan, pada 5 Mei. Cairan merah mengalir, merembes dari celana piyamanya yang hampir menyentuh ubin kamar mandi. Tampak jejak darah pada kloset. Perempuan itu mendapat tekanan dan pemaksaan. Mengakibatkan stres dan gangguan pada janinnya. Dia keguguran.

Unggahan TikTok @theyary124 ramai setelah mengaku dipaksa aborsi pada Kamis, 10 Juli 2025. Pemilik akun itu korban kekerasan seksual.

Dalam unggahannya, dia tak mencari pembelaan. Namun memberikan sanksi sosial pada terduga pelaku yang menurutnya telah melakukan kejahatan besar. Memilih lari dari tanggung jawab. “Dia menuduh saya hamil dengan laki-laki lain,” tulisnya. 

Foto terakhir dalam unggahannya, nama Mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi Angkatan 2023 Universitas Riau, Tegar Luthfi Indrawan tertulis di sana. Foto yang disamarkan diperkirakan sebagai kekasih dan terduga pelaku kekerasan. 

Satgas PPKPT dan Pendampingan Korban

Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) Unri, Separen mengatakan tim psikolog sudah berkomunikasi dengan korban. Dia terganggu secara psikis dan butuh pendampingan.

“Korban sudah melakukan aborsi dan akan mendapatkan perlindungan hukum dan psikologis,” ujarnya pada Jumat, 12 Juli 2025. Satgas PPKPT bakal tindak lanjut sesuai prosedur.

Pertama, mereka memanggil korban dan saksi. Melakukan pendampingan psikologis serta meminta keterangan dari korban, saksi, dan terduga pelaku di tempat yang berbeda. 

“Jadi, korban dan pelaku tidak bertemu di ruangan yang sama dan tidak akan dipertemukan. Kita juga belum memanggil terduga pelaku karena ini masih proses [tahap awal],” ucap Separen. 

Kemudian, rekomendasi sanksi. Ada tiga jenis sanksi yaitu sanksi ringan, sanksi sedang, dan sanksi berat. Ganjarannya tergantung pada tindakan yang dilakukan. 

Bila ringan, hanya berupa teguran. Jika sedang, masa studi pelaku bakal ditunda.  Lalu sanksi berat, maka dikeluarkan. “Sanksi ini berlaku bagi para tenaga pendidik dan mahasiswa,” lanjutnya.

Tak hanya itu, ada asas kerahasiaan. Berarti identitas dan kronologi yang dialami korban tak boleh disebar. Hanya Satgas PPKPT yang tahu. 

Semua prosedur berasas Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Permendikbud Ristek Nomor 55 Tahun 2024. Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.  

Satgas PPKPT, lembaga untuk cegah dan menangani kekerasan di perguruan tinggi di Indonesia. Mencakup kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. 

“Kita berkomitmen agar Unri menjadi kampus yang sehat, nyaman, dan aman bagi seluruh sivitas akademika,” tutup Separen.

Kuasa Hukum Luthfi: Ada Kebohongan

Kuasa Hukum terduga Tegar Luthfi Indrawan, Hamdani, telah mendampingi kasus ini dari beberapa bulan yang lalu. Dalam pendampingan, korban menolak untuk bertemu.

“Kami menemukan banyak kejanggalan dari awal perkara, keluarga korban tidak mau ambil tahu terkait masalah ini,” ujar pria yang kerap disapa Dani pada Minggu, 13 Juli 2025.

Perihal tangkapan layar pesan WhatsApp korban tentang pemaksaan aborsi, Luthfi melakukannya karena ketakutan. “Tindakan aborsi itu tidak ada sama sekali. Itu fitnah,” belanya.

Dani menduga korban menjebak kliennya untuk bertanggung jawab. Padahal Luthfi masih menyandang status mahasiswa. “Dia memaksa Luthfi terus agar bertanggung jawab,” ucapnya.

Kata Dani, korban meminta uang kepada kliennya sebanyak dua kali. Permintaan pertama sebesar Rp 500 ribu,  kemudian Rp 4,5 juta. Korban ingin masalah ini segera rampung, setelah Luthfi mengirim uang. 

Kendati korban tetap menyebarkannya di media sosial, meski uang telah dikirim. “Pemerasan berlangsung sekitar satu bulan ke belakang,” jelasnya.

Tak hanya itu, kata Dani korban meminta agar Luthfi membiayai kuliahnya. Jika tak dipenuhi, korban mengancam. Berupa pencemaran nama baik dan menghubungi keluarga Luthfi. 

“Pada saat itu Luthfi tertekan dengan permintaan korban. Karena kalau tidak dikasih, dia akan diancam terus,” ucap Dani. 

Pihaknya juga bakal mensomasi akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat. Sebab menyiarkan data yang tak valid. Berita perihal korban sudah hamil dua kali salah satu contohnya.

“Saya konfirmasi lagi kepada korban, mengadakan pertemuan dengan Luthfi. Namun pada saat itu korban menghindar,” ucapnya. 

Jika korban terbukti hamil, Luthfi akan bertanggung jawab. Namun hingga saat ini korban tak pernah bawa bukti kehamilan secara medis, tambahnya.

Agar jelas, korban diminta untuk memeriksa kandungan melalui Ultrasonografi atau USG. Tepatnya di Klinik Dilla, Jalan Kartama, Marpoyan Damai, Pekanbaru. 

Korban ragu untuk mengecek kandungan. Ada jeda sekitar 20 menit untuk mengiyakan permintaan itu. Setelah pemeriksaan, pihak klinik menyatakan bahwa korban tak hamil. 

“Dibilangnya hamil tapi ternyata tidak hamil, isinya kosong. Seharusnya setelah dua bulan janin sudah terbentuk,” ujar Dani. Setelah pulang dari klinik, korban kembali meminta kepastian ke Luthfi. 

Hasil dan rekaman dari pihak medis seperti USG sudah disimpan dan diamankan. “Akan kami bawa ke Polda Riau,” ucapnya. 

Kata Dani, korban banyak menyebarkan kebohongan. Seperti mengaku kepada orang tuanya, jika pertama kali dia berhubungan badan yaitu bersama Luthfi. Namun, pada bukti obrolan daringnya mengaku sudah pernah sanggama dengan mantan kekasih. 

“Korban mendesak agar dinikahi. Sementara bukti tidak ada, korban terkesan berbohong,” lanjut Dani. Diluar total keduanya berhubungan badan, yang katanya terindikasi keguguran hanya dua kali.

Pada hubungan pertama, korban mengaku keguguran. Dua minggu setelahnya mereka kembali melakukan hubungan intim, namun saat itu korban mengaku hamil. 

Secara medis hal ini tidak bisa terjadi, tambah Dani. “Dia merayu Luthfi untuk melakukan hubungan badan,” ucapnya.

Kuasa hukum Luthfi sudah tak melakukan pendekatan lagi, menurutnya korban banyak berbohong. “Pihak Unri sementara belum ada informasi karena fokus pada korban dulu, kami terbuka,” tutup Dani. 

Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM Faperta), Ahmad Arifin, menolak untuk memberi keterangan. “Mungkin lebih tepatnya untuk informasi bisa ditanyakan pada Pak Separen Ketua PPKS [PPKPT] Unri,” ucapnya. 

Sementara Bupati Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (Himagrotek), Ferdi Amar Zikra, belum bisa memberikan informasi perihal kasus ini. Karena dari pihak Himagrotek juga masih mencari kebenaran dalam kasus ini. “Mungkin jika sudah cukup informasi baru bisa untuk memberikan opini,” jawabnya melalui pesan WhatsApp. 

Penulis: Fitriana Anggraini dan Farziq Surya 
Editor: Najha Nabilla